Sabtu, 31 Desember 2016

Pembentukan Karakter Santri Melalui Pesantren

Pembentukan Karakter Santri Melalui Pesantren

      Sejak awal kelahirannya, pesantren tumbuh, berkembang dan tersebar di berbagai pedesaan dan perkotaan. Keberadaan pesantren sebagai lembaga keislaman yang sangat kental dengan karakteristik Indonesia ini memiliki nilai-nilai yang strategis dalam pengembangan sikap dan perilaku masyarakat Indonesia. Realitas menunjukkan, pada satu sisi, sebagian besar penduduk Indonesia terdiri dari umat Islam, dan pada sisi lain, mayoritas dari mereka tinggal di pedesaan.

       Berdasarkan realitas tersebut, pesantren sampai saat ini memiliki pengaruh kuat pada hampir seluruh aspek kehidupan di kalangan masyarakat muslim yang taat. Kuatnya pengaruh pesantren tersebut membuat setiap pengembangan pemikiran dan interpretasi keagamaan yang berasal dari luar kaum elit pesantren tidak memiliki dampak signifikan terhadap way of life dan perilaku masyarakat Islam khusus bagi yang pernah mengenyam pendidikan di pesantren.

      Tulisan ini mengangkat kiprah yang dilakukan pesantren, peran ustaz dan metode pembentukan perilaku santrinya. Dari penelusuran itu, langkah-langkah pesantren itu ke depan sangat penting untuk didiskusikan secara intens agar pesantren benar-benar bisa eksis, berperan maksimal mengantarkan masyarakat pada kemampuan untuk menyikapi kehidupan-kehidupan kontemporer dengan segala dampak yang dibawahnya

Metode Pesantren Dalam Membentuk Perilaku Santri

       Perilaku merupakan seperangkat perbuatan/tindakan seseorang dalam merespon sesuatu dan kemudian dijadikan kebiasaan karena adanya nilai yang diyakini. Perilaku manusia pada dasarnya terdiri dari komponen pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor) atau tindakan. Perilaku menunjukkan wajah kepribadian seorang manusia. Mereka terdiri dari kebiasaan-kebiasaan yang berulang secara tetap pada setiap waktu dan tempat. Kebiasaan-kebiasaan ini tidak terbentuk satu kali jadi. Juga bukan bawaan sejak lahir, tetapi merupakan suatu kebiasaan yang terbentuk dari waktu ke waktu. Ia harus dilatih berulang kali hingga nanti tergerak otomatis. Para ahli mengatakan, ‘pertama-tama kau membentuk kebiasaan, setelah itu kebiasaanmu yang akan membentuk engkau.’

Perbuatan seseorang atau respon seseorang terhadap rangsangan yang datang, didasari oleh seberapa jauh pengetahuannya terhadap rangsang tersebut, bagaimana perasaan dan penerimaannya berupa sikap terhadap obyek rangsang tersebut, dan seberapa besar keterampilannya dalam melaksanakan atau melakukan perbuatan yang diharapkan.

        Bagi pesantren setidaknya ada 6 metode yang diterapkan dalam membentuk perilaku santri, yakni ;
1) Metode Keteladanan (Uswah Hasanah); 2) Latihan dan Pembiasaan (tadrib) ;
3) Mengambil Pelajaran (ibrah);
4) Nasehat (mauidzah);
5) Kedisiplinan;
6) Pujian dan Hukuman (targhib wa tahzib)

1.  Metode Keteladanan

     Secara psikologis, manusia sangat memerlukan keteladanan untuk mengembangkan sifat-sifat dan potensinya. Pendidikan perilaku lewat keteladana adalah pendidikan dengan cara memberikan contoh-contoh kongkrit bagi para santri. Dalam pesantren, pemberian contoh keteladanan sangat ditekankan. Pimpinan dan ustadz harus senantiasa memberikan uswah yang baik bagi para santri, dalam ibadah-ibadah ritual, kehidupan sehari-hari maupun yang lain, karena nilai mereka ditentukan dari aktualisasinya terhadap apa yang disampaikan. Semakin konsekuen seorang pimpinan atau ustadz menjaga tingkah lakunya, semakin didengar ajarannya.

2. Metode Latihan dan Pembiasaan

        Mendidik perilaku dengan latihan dan pembiaasaan adalah mendidik dengan cara memberikan latihan-latihan terhadap norma-norma kemudian membiasakan santri untuk melakukannya. Dalam pendidikan di pesantren metode ini biasanya akan diterapkan pada ibadah-ibadah amaliyah, seperti shalat berjamaah, kesopanan pada pimpinan dan ustadz. Pergaulan dengan sesama santri dan sejenisnya. Sedemikian, sehingga tidak asing di pesantren dijumpai, bagaimana santri sangat hormat pada ustadz dan kakak-kakak seniornya dan begitu santunnya pada adik-adik pada junior, mereka memang dilatih dan dibiasakan untuk bertindak demikian.

       Latihan dan pembiasaan ini pada akhirnya akan menjadi akhlak yang terpatri dalam diri dan menjadi yang tidak terpisahkan. Al-Ghazali menyatakan :
"Sesungguhnya perilaku manusia menjadi kuat dengan seringnnya dilakukan perbuatan yang sesuai dengannya, disertai ketaatan dan keyakinan bahwa apa yang dilakukannya adalah baik dan diridhai".

3.  Mendidik melalui ibrah (mengambil pelajaran)

      Secara sederhana, ibrah berarti merenungkan dan memikirkan, dalam arti umum bisanya dimaknakan dengan mengambil pelajaran dari setiap peristiwa. Abd. Rahman al-Nahlawi, seorang tokoh pendidikan asal timur tengah, mendefisikan ibrah dengan suatu kondisi psikis yang manyampaikan manusia untuk mengetahui intisari suatu perkara yang disaksikan, diperhatikan, diinduksikan, ditimbang-timbang, diukur dan diputuskan secara nalar, sehingga kesimpulannya dapam mempengaruhi hati untuk tunduk kepadanya, lalu mendorongnya kepada perilaku yang sesuai. Adapun pengambilan ibrah bisa dilakukan melalui kisah-kisah teladan, fenomena alam atau peristiwa-peristiwa yang terjadi, baik di masa lalu maupun sekarang.

4. Mendidik melalui mau’idzah (nasehat)

     Mau’idzah berarti nasehat. Rasyid Ridla mengartikan mauidzah sebagai berikut.
”Mau’idzah adalah nasehat peringatan atas kebaikan dan kebenaran dengan jalan apa yang dapat menyentuh hanti dan membangkitkannya untuk mengamalkan”.

           Metode mau’idzah, harus mengandung tiga unsur, yakni :

a). Uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan oleh seseorang, dalam hal ini santri, misalnya tentang sopan santun, harus berjamaah maupun kerajinan dalam beramal;

b). Motivasi dalam melakukan kebaikan;

c). Peringatan tentang dosa atau bahaya yang bakal muncul dari adanya larangan bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

5. Mendidik melalui kedisiplinan

    Dalam ilmu pendidikan, kedisiplinan dikenal sebagai cara menjaga kelangsungan kegiatan pendidikan. Metode ini identik dengan pemberian hukuman atau sangsi. Tujuannya untuk menumbuhkan kesadaran siswa bahwa apa yang dilakukan tersebut tidak benar, sehingga ia tidak mengulanginya lagi.

     Pembentukan lewat kedisiplinan ini memerlukan ketegasan dan kebijaksanaan. Ketegasan mengharuskan seorang pendidik memberikan sangsi bagi pelanggar, sementara kebijaksanaan mengharuskan sang pendidik sang pendidik berbuat adil dan arif dalam memberikan sangsi, tidak terbawa emosi atau dorongan lain. Dengan demikian sebelum menjatuhkan sangsi, seorang pendidik harus memperhatikan beberapa hal berikut :

a)   Perlu adanya bukti yang kuat tentang adanya tindak pelanggaran;

b)   Hukuman harus bersifat mendidik, bukan sekedar memberi kepuasan atau balas dendam dari si pendidik;

c)   Harus mempertimbangkan latar belakang dan kondisi siswa yang melanggar, misalnya frekuensinya pelanggaran, perbedaan jenis kelamin atau jenis pelanggaran disengaja atau tidak.

      Di pesantren, hukuman ini dikenal dengan istilah takzir. Takzir adalah hukuman yang dijatuhkan pada santri yang melanggar. Hukuman yang terberat adalah dikeluarkan dari pesantren. Hukuman ini diberikan kepada santri yang telah berulang kali melakukan pelanggaran, seolah tidak bisa diperbaiki. Juga diberikan kepada santri yang melanggar dengan pelanggaran berat yang mencoreng nama baik pesantren.

6. Mendidik melalui targhib wa tahzib

      Terdiri atas dua metode sekaligus yang berkaitan satu sama lain; targhib dan tahzib. Targhib adalah janji disertai dengan bujukan agar seseorang senang melakukan kebajikan dan menjauhi kejahatan. Tahzib adalah ancaman untuk menimbulkan rasa takut berbuat tidak benar. Tekanan metode targhib terletak pada harapan untuk melakukan kebajikan, sementara tekanan metode tahzib terletak pada upaya menjauhi kejahatan atau dosa.

     Meski demikian metode ini tidak sama pada metode hadiah dan hukuman. Perbedaan terletak pada akar pengambilan materi dan tujuan yang hendak dicapai. Targhib dan tahzib berakar pada Tuhan (ajaran agama) yang tujuannya memantapkan rasa keagamaan dan membangkitkan sifat rabbaniyah, tanpa terikat waktu dan tempat. Adapun metode hadiah dan hukuman berpijak pada hukum rasio (hukum akal) yang sempit (duniawi) yang tujuannya masih terikat ruang dan waktu. Di pesantren, metode ini biasanya diterapkan dalam pengajian-pengajian, baik sorogan maupun bandongan.

7.  Mendidik melalui kemandirian

     Kemandirian tingkah-laku adalah kemampuan santri untuk mengambil dan melaksanakan keputusan secara bebas. Proses pengambilan dan pelaksanaan keputusan santri yang biasa berlangsung di pesantren dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu keputusan yang bersifat penting-monumental dan keputusan yang bersifat harian. Pada tulisan ini, keputusan yang dimaksud adalah keputusan yang bersifat rutinitas harian.

   Terkait dengan kebiasan santri yang bersifat rutinitas menunjukkan kecenderungan santri lebih mampu dan berani dalam mengambil dan melaksanakan keputusan secara mandiri, misalnya pengelolaan keuangan, perencanaan belanja, perencanaan aktivitas rutin, dan sebagainya. Hal ini tidak lepas dari kehidupan mereka yang tidak tinggal bersama orangtua mereka dan tuntutan pesantren yang menginginkan santri-santri dapat hidup dengan berdikari. Santri dapat melakukan sharing kehidupan dengan teman-teman santri lainnya yang mayoritas seusia (sebaya) yang pada dasarnya memiliki kecenderungan yang sama. Apabila kemandirian tingkah-laku dikaitkan dengan rutinitas santri, maka kemungkinan santri memiliki tingkat kemandirian yang tinggi.

C.    Peran Ustad Dalam Proses Identifikasi Santri

        Sebelum menguraikan kedudukan (peran) ustad di pesantren, terlebih dahulu penulis uraikan pengertian ustad. Sebenarnya, kata “ustadz” berasal dari ajami (non-arab), persisnya bahasa Persia (Iran). Ustad berarti; da'i, mubaligh, penceramah, guru ngaji Quran, guru madrasah diniyah, guru ngaji kitab di pesantren, pengasuh/pimpinan pesantren; orang yang memiliki kemampuan ilmu agama dan bersikap serta berpakaian layaknya orang alim.
Orangtua memasukkan anaknya ke pondok pesantren biasanya disertai dengan harapan agar si anak mempunyai ilmu agama yang bagus, berakhlak mulia dan memahami hukum-hukum Islam. Selama ini tidak ada kekhawatiran bahwa dengan menuntut ilmu di pesantren akan menjauhkan kasih-sayang orangtua terhadap anak. Anak yang tinggal di pondok pesantren dalam waktu cukup lama tetap bisa beridentifikasi kepada kedua orangtuanya. Dengan menjalin komunikasi secara intens dan teratur diharapkan anak tidak akan kehilangan figur orangtua.

Seperti kita ketahui bahwa sumber identifikasi seorang anak tidak hanya kedua orangtuanya, tetapi bisa juga kepada figur-figur tertentu yang dianggap dekat dan memiliki pengaruh besar bagi anak. Keberadaan pimpinan, pembimbing, ustad maupun teman sebaya juga bisa mempengaruhi pembentukan kepribadian anak.

Kelebihan inilah yang dimiliki pesantren sebagai lembaga pendidikan. Dengan segala keterbatasannya pesantren mampu menampilkan diri sebagai lembaga pembelajaran yang berlangsung terus-menerus hampir 24 jam sehari. Aktivitas dan interaksi pembelajaran berlangsung secara terpadu yang memadukan antara suasana keguruan dan kekeluargaan. Pimpinan sebagai figur sentral di pesantren dapat memainkan peran yang sangat penting dan strategis yang menentukan perkembangan santri dan pesantrennya. Kepribadian pimpinan yang kuat, kedalaman pemahaman dan pengalaman keagamaan yang mendalam menjadi jaminan seseorang dalam menentukan pesantren pilihannya.
Berdasarkan pertimbangan di atas, santri mengidentifikasi pimpinan/ustad sebagai figur yang penuh kharisma dan wakil atau pengganti orang-tua. Proses sosialisasi dan interaksi yang berlangsung di pesantren memungkinkan santri melakukan imitasi terhadap sikap dan tingkah-laku ustad. Santri juga dapat mengidentifikasi ustad sebagai figur ideal sebagai penyambung silsilah keilmuan para ulama pewaris ilmu masa kejayaan Islam di masa lalu.

Pimpinan atau ustad di pesantren bisa menempatkan diri dalam dua karakter, yaitu sebagai model dan sebagai terapis. Sebagai model, ustad adalah panutan dalam setiap tingkah-laku dan tindak-tanduknya. Bagi anak usia 7-12 tahun hal ini mutlak dibutuhkan karena ustad adalah pengganti orangtua yang tinggal di tempat yang berbeda. Dalam pesantren dengan jumlah santri yang banyak diperlukan jumlah ustad yang bisa mengimbangi banyaknya santri sehingga setiap santri akan mendapatkan perhatian penuh dari seorang ustad. Jika rasio keberadaan santri dan ustad tidak seimbang, maka dikhawatirkan ada santri-santri yang lolos dari pengawasan dan mengambil orang yang tidak tepat sebagai model.

      Sebagai terapis, pimpinan atau ustad memiliki pengaruh terhadap kepribadian dan tingkah-laku sosial santri. Semakin intensif seorang ustad terlibat dengan santrinya semakin besar pengaruh yang bisa diberikan. Ustad bisa menjadi agen kekuatan dalam mengubah perilaku dari yang tidak diinginkan menjadi perilaku tertentu yang diinginkan. Akan sangat bagus jika anak dapat belajar dari sumber yang bervariasi, dibandingkan hanya belajar dari sumber tunggal.


Bersedekahlah.. Tidak akan membuat mu Miskin

  BERSEDEKAH LAH

Suhefriandi

    Pak Rusdi membenahi barang dagangannya, guratan-guratan tua di kening, wajahnya tetap kelihatan bening. Sejak setahun lalu kopiah putih selalu menghiasi kepalanya, menutupi rambutnya yang seluruhnya telah berwarna putih. “Alhamdulillah Nak, kadang sepi kadang ramai,” katanya menceritakan usahanya dengan bibir terus tersenyum. Dalam usia yang ke 67 ini Pak Rusdi ditemani istrinya mengurus warung kelontong berukuran 3 kali 4 meter.

      Pak Rusdi dan istrinya belum dikaruniai anak. Diusia yang senja mereka terlihat menikmati hidup. Toko kelontong yang ada di depan rumahnya yang ada di sebuah gang kecil di Padang Panjang itu jadi satu-satunya penopang kebutuhan hidup mereka sehari-hari. “Ini kenang-kenangan dari Mekkah, Nak,” menunjuk kopiah putihnya. Pak Rusdi dan Istrinya memang pergi ke tanah suci tahun lalu. “Dari dulu Bapak pingin pergi haji”, lanjutnya.

     Hal ini membuatnya berkomitmen untuk menabung sedikit demi sedikit dari hasil penjualan barang-barang di warungya. “Saya mah pokoknya niat pingin sekali pergi ke tanah suci,” lanjutnya. Bertahun-tahun sudah tabungannya, sesekali dihitungnya sekedar untuk makin menguatkan keinginannya. “Kurang beberapa juta lagi, bu, cukup lah, beberapa tahun lagi, gak lama,” katanya pada istrinya. Senyum Pak Rusdi dan Istrinya merekah.

      Terbayang ia bersama istrinya akan berthawaf keliling mengucapkan talbiah, “Labbaik Allaahumma Labbaik”. Saat-saat yang diimpikannya bertahun-tahun, untuk menyempurnakan rukun Islam, rindu di hari tuanya mendekat kepada Sang Khaliq .

Dalam hari-hari semangatnya berhaji itu, tiba-tiba sampai di telinganya sebuah kabar tentang tetangganya masuk rumah sakit dan harus dioperasi. Para tetangga sebenarnya sudah iuran membantu meringankan biaya rumah sakitnya. Tapi biaya operasi memang mahal. Pak Rusdi tersentak……….

Terbayang olehnya uang tabungannya untuk biaya haji dapat membantu operasi tetangganya yang tak berpunya. “Haji ibadah, sedekah juga ibadah, gak apa sedekah kan uang kita untuk berobat, Pak,” istrinya mendukung uang tabungannya bertahun-tahun itu diberikan untuk biaya tetangganya yang dioperasi di rumah sakit.

“ Pak, terima ini ya, rezeki mah dari Allah, mungkin memang lewat saya, biarlah ini jadi jalan agar semakin mendekatkan saya pada Allah, moga-moga cepet sembuh, Pak,” katanya sambil menyerahkan amplop tebal uang tabungannya yang berbilang tahun itu. Dipeluknya Pak Rusdi dengan erat.

Sedikit yang tahu ketulusan Pak Rusdi dan Istrinya ini.

Ketika dokter yang merawat temannya ini heran dari mana ia bisa membiayai operasi yang mahal ini, maka sampailah cerita tentang uang tabungan Pak Rusdi  ini. “Boleh saya dikenalkan sama Pak ,Rusdi pak?” sambut sang dokter terharu. Maka ditemuinya Pak Rusdi dan istrinya. Bertemulah Dokter dengan wajah keteduhan seorang dermawan. Raut wajah yang kaya, meski dalam kesederhanaan hidup. “Pak , Rusdi saya ada rezeki, bolehkan saya ikut mendaftarkan Bapak dan istri pergi haji bersama saya dan keluarga?” Sang dokter menawarkan. Pak Rusdi dan istriya sejenak berpandangan. Tak kuat lagi menahan haru, dipeluknya dokter dermawan tadi. “Allah Maha Kaya,” ucapnya lirih di telinga dokter.

Sampailah langkah kakinya hadir di Baitullah, berhaji, dengan karunia dan rezeki dari Allah. Pak  Rusdi dan istri seakan mereguk hidangan Allah yang sempurna, buah dari kedermawanannya.

Selasa, 13 Desember 2016

Peran Guru Sebagai Peneliti dalam PTK

Suhefriandi


Perbedaan Peran Guru Sebagai Pengajar dan Pelaksana Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Perbedaan Peran Guru sebagai Pengajar dan Pelaksana PTK

A. Peran Guru sebagai Pengajar serta sebagai pengajar dan peneliti
Perbedaan guru sebagai pengajar  dengan guru sebagai pengajar dan peneliti dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut :

a. Tahap Persiapan

- Dalam tahap persiapan peran guru sebagai pengajar hanya mempunyai tujuan menyampaikan apa yang tertuang dalam kurikulum dari setiap mata pelajaran, sedangkan peran guru sebagai peneliti bertujuan bukan hanya menyampaikan materi tetapi ditambah dengan tujuan untuk memperbaiki proses belajar.

- Dalam penulisan materi guru sebagai pengajar hanya menulis pokok bahasannya saja, sedangkan sebagai peneliti guru harus merinci setiap materi.

- Guru sebagai pengajar hanya menggunakan media dan sumber belajar seadanya saja, tetapi guru sebagai peneliti harus merancang media (alat peraga) dan sumber belajar secara cermat bahkan bila perlu mencari sumber lain yang lebih baik dari yang sudah ada.

- Dalam pembuatan Rencana Pembelajaran (RP), sebagai pengajar guru hanya menuliskan langkah-langkah pembelajaran dalam beberapa poin saja. Namun guru sebagai peneliti harus membuat langkah-langkah pembelajaran secara rinci, lengkap dengan pertanyaan yang akan diajukan dan harus sesuai dengan metode yang dipakai.

- Dalam kegiatan evaluasi guru sebagai pengajar hanya mencantumkan hanya mencantumkan deskripsi dari test yang diberikan dan alat ukurnya hanya dalam jumlah yang terbatas. Sedangkan guru sebagai peneliti mencantumkan butir-butir soal yang akan diberikan, membuat lembar observasi, menggunakan alat ukur yang dapat memberikan informasi yang menyeluruh dan komprehensif selama proses pembelajaran. 

b.Tahap Pelaksanaan Pembelajaran
Aspek

Guru sebagai pengajar

Guru sebagai peneliti
Kegiatan awal

-  Apersepsi tidak ada / tidak menarik

-  Apersepsi menarik perhatian / minat peserta didik menghadapi pelajaran yang akan di sajikan
Kegiatan inti

-  Di mulai dari kegiatan untuk mencapai TIK yang paling mudah ke mendasar sampai dengan yang paling sukar

-  Mengingat langkah-langkah mana yang lancar, mana yang tersendat, atau tidak jalan
Kegiatan penutup

-  Diisi dengan hal biasa seperti merangkum, memberi test dan memberi tindak lanjut

-  Sambil melaksanakan kegiatan penutup harus mengingat kembali kegiatan apa yang dilakukan dan bagaimana respon siswa, apakah siswa terlibat secara aktif, apakah tes bias dikerjakan, apakah PR sesuai dengan konsep yang sedang dikaji

c. Tahap Pasca Pembelajaran
Bagi guru yang berperan sebagai pengajar setelah selesai kegiatan belajar mengajar guru langsung bisa beristirahat, sedangkan bagi guru yang bearperan sebagai peneliti ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan seperti : menghimpun data-data selama proses pembelajaran, berdialog dengan siswa, berdiskusi dengan teman sejawat, melaksanakan refleksi, merangkum hasil perbaikan.

B.     Membangun Kolaborasi

Kolaborasi penting dalam PTK untuk membantu mengidentifikasi dan menganalisis masalah dan merencanakan tindakan perbaikan. Kolaborasi dapat dibangun melalui :

-  Kerja sama Sekolah dan LPTK
-  Membentuk MGMP, KKG, PKG, rapat-rapat rutin sekolah

-   Media
Kolaborasi saling menguntungkan antara lain :

Guru yang mengamati memperoleh pengalaman mengamati secara cermat.

LPK : mengenal sekolah lebih banyak.
Media : mendapat berbagai pengalaman dan menjalin hubungan professional dengan pakar, teman sejawat, anggota masyarakat yang peduli terhadap dunia pendidikan.

Melaksanakan Perbaikan Pembelajaran  
Butir-butir yang ditemukan dari tindakan perbaikan

1)      Tindakan perbaikan sangat tergantung dari rencana perbaikan yang telah dirancang sebelumnya.

2)      Sebelum pelaksanaan tindakan diadakan persiapan akhir yaitu mengecek alat peraga, kembar observasi, intrumen lain untuk kegiatan, daftar pertanyaan.

3)      Kesungguhan komitmen, kerja keras menentukan keberhasilan tindakan perbaikan.

4)      Membuat skenario yang benar-benar rinci, serta memeriksa kemungkinan keterlaksanaannya.

5)      Peran kolega/teman sejawat sangat penting dalam membuat guru lebih percaya diri.

6)      Kejujuran guru dalam melihat dirinya sendiri dalam melakukan refleksi sangat menentukan kwalitas perbaikan pendidikan yang telah diupayakan.

7)      Kemampuan guru dalam menyimpulkan hasil perbaikan sangat ditentukan oleh data yang terkumpul.
Hasil pengolahan data serta refleksi yang dilakukan guru akan menjadi masukan bagi rencana perbaikan daur berikutnya.

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF (COOPERATIVE LEARNING)

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF (COOPERATIVE LEARNING)

Suhefriandi

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Pembelajaran kooperatif muncul karena adanya perkembangan dalam sistem pembelajaran yang ada. Pembelajaran kooperatif menggantikan sistem pembelajaran yang individual. Dimana guru terus memberikan informasi ( guru sebagai pusat ) dan peserta didik hanya mendengarkan. Pembelajaran kooperatif mendapat dukungan dari Vygotsky tokoh teori kontruktivisme. Dukungan Vygotsky antara lain:

a. Menekankan peserta didik mengkonstruksi pengetahuan mealui interaksi sosial dengan orang lain.

b. Selain itu dia juga berpendapat bahwa penekanan belajar sebagai proses dialog interaktif. Semua hal tersebut ada dalam pembelajaran kooperatif.

c. Arti penting belajar kelompok dalam pembelajaran.

Pembelajaran kooperatif ini membuat siswa dapat bekerjasama dan adanya partisiasi aktif dari siswa. Guru sebagai fasilisator dan pembimbing yang akan mengarahkan setiap peserta didik menuju pengetahuan yang benar dan tepat.

PEMBAHASAN

A.  PENGERTIAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF

Adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.

B.  KONSEP DASAR PEMBELAJARAN KOOPERATIF

Pada dasarnya manusia mempunyai perbedaan, dengan perbedaan itu manusia saling asah, asih, asuh ( saling mencerdaskan ). Dengan pembelajaran kooperatif diharapkan saling menciptakan interaksi yang asah, asih, asuh sehingga tercipta masyarakat belajar ( learning community ). Siswa tidak hanya terpaku belajar pada guru, tetapi dengan sesama siswa juga.

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat.

C.  CIRI-CIRI PEMBELAJARAN KOOPERATIF

Didalam pembelajaran kooperatif terdapat elemen-elemen yang berkaitan. Menurut  Lie ( 2004 ):

1. Saling ketergantungan positif

Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan atau yang biasa disebut dengan saling ketergantungan positif yang dapat dicapai melalui : saling ketergantungan mencapai tujuan, saling ketergantungan menyelesaikan tugas, saling ketergantungan bahan atau sumber, saling ketergantungan peran, saling ketergantungan hadiah.

2. Interaksi tatap muka

Dengan hal ini dapat memaksa siswa saling bertatap muka sehingga mereka akan berdialog. Dialog tidak hanya dilakukan dengan guru tetapi dengan teman sebaya juga karena biasanya siswa akan lebih luwes, lebih mudah belajarnya dengan teman sebaya.

3. Akuntabilitas individual

Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Penilaian ditunjukkan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian ini selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua kelompok mengetahui siapa kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan,maksudnya yang dapat mengajarkan kepada temannya. Nilai kelompok tersebut harus didasarkan pada rata-rata, karena itu anggota kelompok harus memberikan kontribusi untuk kelompnya. Intinya yang dimaksud dengan akuntabilitas individual adalah penilaian kelompok yang didasarkan pada rata-rata penguasaan semua anggota secara individual.

4. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi

Keterampilan sosial dalam menjalin hubungan antar siswa harus diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi akan memperoleh teguran dari guru juga siswa lainnya.

D.  UNSUR – UNSUR MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

Menurut Roger dan David Johnson ada 5 unsur dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu :

1. Positive interdependence ( saling ketergangtungan positif )

Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada 2 pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.

Beberapa cara membangun saling ketergantungan positif yaitu :

a)    Menumbuhkan perasaan peserta didik bahwa dirinya terintegrasi dalam kelompok, pencapaian tujuan terjadi jika semua anggota kelompok mencapai tujuan.

b)   Mengusahakan agar semua anggota kelompok mendapatkan penghargaan yang sama jika kelompok mereka berhasil mencapai tujuan.

c)    Mengatur sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik dalam kelompok hanya mendapatkan sebagian dari keseluruhan tugas kelompok.

d)   Setiap peserta didik ditugasi dengan tugas atau peran yang saling mendukung dan saling berhubungan, saling melengkapi dan saling terikat dengan peserta didik lain dalam kelompok.

2. Personal responsibility ( tanggung jawab perorangan )

Tanggung jawab perorangan merupakan kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama.

3. Face to face promotive interaction ( interaksi promotif )

Unsur ini penting untuk dapat menghasilkan saling ketergantungan positif. Ciri – ciri interaksi promotif adalah :

a.   Saling membantu secara efektif dan efisien

b.   Saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan

c.    Memproses informasi bersama secara lebih effektif dan efisien

d.   Saling mengingatkan

e.   Saling percaya

f.    Saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama

4. Interpersonal skill ( komunikasi antar anggota / ketrampilan )

Dalam unsur ini berarti mengkoordinasikan kegiatan peserta didik dalam pencapaian tujuan peserta didik, maka hal yang perlu dilakukan yaitu :

a.   Saling mengenal dan mempercayai

b.   Mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius

c.   Saling menerima dan saling mendukung

d.  Mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.

5. Group processing ( pemrosesan kelompok )

Dalam hal ini pemrosesan berarti menilai. Melalui pemrosesan kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.

E.  TUJUAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF

1. Meningkatkan hasil belajar akademik

Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan social, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas – tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep – konsep yang sulit.

2. Penerimaan terhadap keragaman

Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbada latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas – tugas bersama.

3. Pengembangan ketrampilan sosial

Mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi untuk saling berinteraksi dengan teman yang lain.

F.   PERBEDAAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PEMBELAJARAN TRADISIONAL

Kelompok Belajar Kooperatif

Kelompok Belajar Tradisional

Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu dan saling memberikan motivai sehingga ada interaksi promotif. Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok. Kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan. Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas- tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok, sedangkan anggota kelompok lainnya hanya ‘enak-enak saja’ diatas keberhasilan temannya yang dianggap ‘ pemborong’.
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dsb sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan. Kelompok belajar biasanya homogen
Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok. Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.
Ketrampilan social yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomu nikasi, mempercayai orang lain dan mengelola konflik secara langsung diajarkan. Ketrampilan sosial sering tidak diajarkan secara langsung.
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung, guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok. Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering dilakukan oleh guru pada saat belajarkelompok sedang berlangsung.
Guru memperhatikan secara langsung proses kelompok yang terjadi dalam kelompok – kelompok belajar. Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok – kelompok belajar.
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai). Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

G. KEUNTUNGAN PENGGUNAAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF

Keuntungan pembelajaran kooperatif diantaranya adalah :

    Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan social
    Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan.
    Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.
    Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai – nilai sosial dan komitmen.
    Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau  egois.
    Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.
    Berbagi ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.
    Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.
    Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif.
    Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik.
    Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama dan orientasi tugas

H.  SINTAK MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
FASE – FASE PERILAKU GURU
Fase 1 : present goals and set

Menyampaikan tujuan dan memper siapkan peserta didik
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar.
Fase 2 : present information

Menyajikan informasi
Mempresentasikan informasi kepada paserta didik secara verbal.
Fase 3 : organize students into learning teams

Mengorganisir peserta didik ke dalam tim – tim belajar
Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien.
Fase  4 : assist team work and study

Membantu kerja tim dan belajar
Membantu tim- tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya.
Fase 5 : test on the materials

Mengevaluasi
Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok- kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6 : provide recognition

Memberikan pengakuan atau penghargaan
Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok.

I.     TEKNIK – TEKNIK PEMBELAJARAN KOOPERATIF

1. Metode STAD ( Student Achievement Divisions )

Metode ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan – kawan dari universitas John Hopkins. Metode ini digunakan para guru untuk mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu, baik melalui penilaian verbal maupun tertulis. Langkah – langkahnya :

a.    Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok atau tim, masing – masing terdiri atas 4 atau 5 anggota. Tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnik, maupun kemampuan ( tinggi, sedang, rendah ).

b.   Tiap anggota tim/kelompok menggunakan lembar kerja akademik dan kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusiantar sesama anggota tim/ kelompok.

c.    Secara individual atau tim, tiap minggu atau tiap dua minggu akan mengevaluasi untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik yang telah dipelajari.

d.   Tiap siswa dan tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada siswa secara individual atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan. Kadang – kadang beberapa atau semua tim memperoleh penghargaan jika mampu meraih suatu criteria atau srandar tertentu.

2. Metode Jigsaw

Langkah – langkahnya :

a.    Kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri 4 atau 5 siswa dengan karakteristik yang heterogen.

b.   Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks dan setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut.

c.    Para anggota dari beberapa tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling membantu mengkaji bagian bahan tersebut (kelompok pakar / expert group).

d.   Selanjutnya para siswa yang berada dalam kelompok pakar kembali ke kelompok semula ( home teams )untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar.

e.    Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam “ home teams “ para siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari.

3. Metode G ( Group Investigation )

Metode ini dirancang oleh Herbet Thelen dan diperbaiki oleh Sharn. Dalam metode ini siswa dilibatkan sejak perencanaan baik dalam menentukan topik maupun mempelajari melalui investigasi. Dalam metode ini siswa dituntut untuk memiliki kemampuan yang baik dalam komunikasi dan proses memiliki kelompok.

Langkah-langkahnya :

a.    Seleksi topik

b.   Merencanakan kerjasama

c.    Implementasi

d.   Analisis dan sintesis

e.    Penyajian hasil akhir

f.    Evaluasi selanjutnya

4.  Metode struktural

Metode ini dikembangkan oleh Spencer Kagan, yang menekankan pada struktur – struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola – pola interaksi siswa.

Contoh teknik pembelajaran metode struktural yaitu :

a.    Mencari Pasangan ( Make a Match )

Dikembangkan oleh Larana Curran, dimana keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topic dalam suasana yang menyenangkan. Langkah – langkahnya :

1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review ( persiapan menjelang tes atau ujian ).

2) Setiap siswa mendapat satu buah kartu.

3) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya.

4) Siswa bisa juga bergabung dengan dua atau tiga siswa lain yang memegang kartu yang cocok.

5) Para siswa mendiskusikan penyelesaian tugas secara bersama – sama.

6) Presentasi hasil kelompok atau kuis.

b.  Bertukar Pasangan

Langkah – langkahnya :

1) Setiap siswa mendapatkan satu pasangan ( guru bisa menunjukkan pasangannya atau siswa melakukan prosedur / teknik mencari pasangan.

2) Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya.

3) Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain.

4) Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan. Masing – masing pasangan yang baru ini kemudian saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka.

5) Temuan baru yang didapatkan dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan pada pasangan semula.

c.  Berkirim Salam dan Soal

Langkah – langkahnya :

1) Guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan setiap kelompok ditugaskan untuk menuliskan beberapa pertanyaan yang akan dikirim ke kelompok lain. Guru bisa mengawasi dan membantu memilih soal-soal yang cocok.

2) Kemudian masing-masing kelompok mengirimkan satu orang utusan yang akan menyampaikan salam dan soal dari kelompoknya.

3) Setiap kelompok mengerjakan soal kiriman dari kelompok lain.

4) Setelah selesai jawaban masing – masing kelompok dicocokan dengan jawaban kelompok yang membuat soal.

d.  Bercerita Berpasangan

Teknik ini menggabungkankegiatan membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara. Langkah – langkahnya :

a) Pengajar membagi bahan pelajaran menjadi dua bagian.

b) Pengajar memberikan pengenalan topik yang akan dibahas dalam pelajaran.

c) Siswa dipasangkan

d) Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama sedangkan siswa yang kedua menerima bagian yang kedua.

e) Kemudian siswa disuruh membaca atau mendengarkan bagian mereka masing-masing

f) Sambil membaca/mendengarkan siswa mencatat beberapa kata atau frase kunci yang ada dalam bagian masing-masing.

g) Siswa berusaha untuk mengarang bagian lain yang belum dibaca/didengarkan berdasarkan kata kunci.

h) Setelah selesai menulis, beberapa siswa bisa diberi kesempatan untuk membacakan hasil karangan mereka.

i) Pengajar membagiakan bagian cerita yang belum terbaca kepada masing –masing siswa.

j) Diskusi mengenai topik tersebut.

e.    Dua Tinggal Dua Tamu ( Two Stay Two Stay )

Langkah-langkahnya :

1) Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok berempat.

2) Siswa bekerjasama dalam kelompok berempat seperti biasa.

3) Setelah selesai, dua orang dari masing – masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing – masing bertamu ke dua kelompok lain.

4) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.

5) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.

6) Kelompok mencocokan dan membahas hasil – hasil kerja mereka.

f.    Keliling Kelompok

Langkah – langkahnya :

1) Salah satu siswa dalam masing-masing kelompok memulai dengan memberikan pandangan dan pemikirannya mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan.

2) Siswa berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya

3) Demikian seterusnya. Giliran bicara bisa dilaksanakan menurut arah perputaran jarum jam atau dari kiri ke kanan.

g.   Kancing Gemerincing

Langkah-langkahnya :

1) Guru menyiapkan satu kotak kecil yang berisi kancing – kancing atau benda kecil lainnya.

2) Sebelum kelompok memulai tugasnya setiap siswa dalam masing – masing kelompok mendapatkan dua atau tiga buah kancing ( jumlah kancing bergantung pada sukar tidaknya tugas yang diberikan.

3) Setiap kali seorang siswa berbicara atau mengeluarkan pendapat dia harus menyerahkan salah satu kancingnya dan meletakkan di tengah – tengah.

4) Jika kancing yang dimiliki seseorang habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai semua rekannya juga menghabiskan kancing mereka.

5. Think – Pair – Share

Langkah-langkah :

a.    Thinking : guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh peserta didik.

b.   Pairing : guru meminta peserta didik berpasang – pasangan. Member kesempatan kepada pasangan – pasangan untuk berdiskusi.

c.    Sharing : hasil diskusi intersubjektif di tiap – tiap pasangan hasilnya dibicarakan dengan pasangan seluruh kelas. Dalam kegiatan ini diharapkan terjadi tanya jawab yang mendorong pada pengkonstuksian pengetahuan secara integratif.

6.  Numbered Heads Together

Langkah – langkahnya :

a.    Guru membagi kelas menjadi kelompok – kelompok kecil

b.   Guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap – tiap kelompok. Pada kesempatan ini tiap – tiap kelompok menyatukan kepalanya “ Heads Together” berdiskusi memikirkan jawaban.

c.    Guru memanggil paserta didik yang memiliki nomor yang sama dari tiap – tiap kelompok dan memberi kesempatan untuk menjawab.

d.   Guru mengembangkan diskusi lebih mendalam, sehingga peserta didik dapat menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.

7.    Bamboo Dancing

Langkah – langkahnya :

a.    Pembelajaran diawali dengan pengenalan topik oleh guru.

b.   Guru membagi kelas menjadi 2 kelompok besar dan berpasangan.

c.    Membagikan tugas kepada setiap pasangan untuk dikerjakan atau dibahas ( diskusi ).

d.   Usai berdiskusi pasangan berubah dengan menggeser posisi mengikuti arah jarum jam sehingga tiap- tiap peserta didik mendapat pasangan baru dan berbagi informasi, demikian seterusnya hingga kembali kepasangan awal.

e.    Hasil diskusi tiap – tiap kelompok besar kemudian dipresentasikan kepada seluruh kelas

f.    Guru memfasilitasi terjadinya intersubjektif, dialog interaktif, Tanya jawab sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat diobjektivikasi dan menjadi pengetahuan bersama seluruh kelas.

8.  Point – Counter – Point

Langkah – langkahnya :

a.    Guru memberi pelajaran yang terdapat isu – isu kontroversi.

b.   Membagi peserta didik ke dalam kelompok – kelompok dan posisinya berhadap – hadapan.

c.    Tiap – tiap kelompok diberi kesempatan untuk merumuskan argumentasi – argumentasi sesuai dengan perspektif yang dikembangkannya.

d.   Setelah berdiskusi maka mereka mulai berdebat menyampaikan argumentasi sesuai pandangan yang dikembangkan kelompoknya. Kemudian minta tanggapan, bantahan atau koreksi dari kelompok lain perihal isu yang sama.

e.    Buat evaluasi sehingga peserta didik dapat mencari jawaban sebagai titik temu dari argumentasi – argumentasi yang telah mereka munculkan.

9. The Power of Two

Langkah – langkahnya :

a.    Ajukan pertanyaan yang membutuhkan pemikiran yang kritis.

b.   Minta peserta didik menjawab pertanyaan yang diterimanya secara perorangan.

c.    Minta peserta didik mencari pasangan, dan masing – masing saling menjelaskan jawabannya kemudian menyusun jawaban baru yang disepakati bersama.

d.   Membandingkan jawaban – jawaban tersebut dengan pasangan lain sehingga paserta didik dapat mengembangkan pengetahuan yang lebih integrative.

e.    Buat rumusan – rumusan rangkuman sebagai jawaban – jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan. Rumusan tersebut merupakan konstruksi atas keseluruhan pengetahuan yang telah dikembangkan selama diskusi.

10.   Listening Team

Langkah-langkahnya :

a.    Diawali dengan pemaparan meteri pembelajaran oleh guru.

b.   Guru membagi kelas menjadi kelompok – kelompok dan setiap kelompok memiliki peran masing – masing, misalnya:

Kelompok 1 : kelompok penanya

Kelompok 2 : kelompok penjawab dengan perspektif tertentu

Kelompok 3 : kelompok penjawab dengan perspektif yang berbeda dari kelompok 2

Kelompok 4 : kelompok yang bertugas mereview dan membuat kesimpulan dari hasil diskusi.

c.    Munculkan diskusi yang aktif karena adanya perbedaan pemikiran sehingga dikusi menjadi berkualitas.

d.   Penyampaian berbagai kata kunci atau konsep yang telah dikembangkan oleh peserta didik dalam diskusi.

J.    METODE-METODE PENDUKUNG PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF

1. PQ4R

Pengalaman awal dapat dibangun melalui aktivitas membaca sehingga peserta didik akan memiliki stock knowledge. Langkah – langkahnya :

a)    P ( Preview ) yaitu peserta didik menemukan ide – ide pokok yang dikembangkan dalam bahan bacaan.

b)   Q ( Question ) yaitu peserta didik merumuskan pertanyaan – pertanyaan untuk dirinya sendiri yang diarahkan pada pembentukan pengetahuan deklaratif, structural dan pengetahuan procedural.

c)    R ( Read ) yaitu peserta didik membaca secara detail dari bahan bacaaan yang dipelajarinya sehingga paerta didik diarahkan mencari jawaban terhadap semua pertanyaan yang dirumuskannya.

d)   R ( Reflect ) yaitu peserta didik memahami apa yang dibacanya.

e)    R ( Recite ) yaitu peserta didik merenungkan kembali apa yang dibacanya dan mampu merumuskan konsep – konsep, menjelaskan hubungan antar konsep dan mengartikulasikan pokok – pokok penting yang telah dibacanya.

f)    R ( Review ) yaitu peserta didik merangkum atau merumuskan intisari dari bahan yang telah dibacanya. Peserta didik mampu merumuskan kesimpulan sebagai jawaban dari pertanyaan – pertanyaan yang telah diajukannya.

2.     Guided Note Taking

Merupakan metode catatan terbimbing yang dikembangkan agar metode ceramah yang dibawakan guru mendapat perhatian siswa. Langkah – langkahnya :

a)    Memberikan bahan ajar misalnya yang berupa handout dari materi ajar yang disampaikan dengan metode ceramah kepada peserta didik.

b)   Mengosongi sebagian poin – poin yang penting sehingga terdapat bagian – bagian yang kosong dalam handout tersebut

c)    Menjelaskan kepada peserta didik bahwa bagian yang kosong dalam handout memang sengaja dibuat agar peserta didik tetap berkonsentrasi mengikuti pelajaran.

d)   Selama ceramah berlangsung peserta didik diminta untuk mengisi bagian yang kosong tersebut.

e)    Setelah penyampaian materi selesai, minta peserta didik membacakan handoutnya.

3. Snowball Drilling

Metode ini dikembangkan untuk menguatkan pengetahuan yang diperoleh peserta didik dari membaca bahan – bahan bacaan. Peran guru adalah mempersiapkan paket soal – soal pilihan ganda dan menggelindingkan bola salju berupa soal latihan dengan cara menunjuk atau mengundi. Langkah – langkahnya :

a)    Peserta didik di tunjuk arau diundi satu persatu untuk menjawab pertanyaan yang diberikan guru.

b)   Jika peserta didik pertama berhasil menjawab maka paserta didik tersebut berhak menunjuk teman yang lainya untuk menjawab soal berikutnya. Tetapi jika peserta tersebut gagal manjawab pertanyaan pertama maka  dia harus menjawab pertanyaan berikutnya hingga berhasil menjawab.

c)    Diakhir pelajaran guru memberikan ulasan terhadap hal yang telah dipelajari peserta didik.

4. Concept Mapping

Langkah – langkahnya :

a)    Guru mempersiapkan potongan – potongan kartu yang bertuliskan konsep – konsep utama.

b)   Guru membagikan potongan – potongan kartu yang bertuliskan konsep – konsep utama kepada peserta didik.

c)    Memberi keempatan kepada peserta didik untuk mencoba membuat peta yang menggambarkan hubungan antar konsep. Dan membuat garis hubung serta menuliskan kata atau kalimat yang menjelaskan hubungan antar konsep.

d)   Kumpulkan hasil pekerjaan peserta didik dan bandingkan dengan konsep yang benar dan dibahas satu persatu.

e)    Ajak seluruh kelas untuk melakukan koreksi atau evaluasi dan rumukan beberapa kesimpulan terhadap materi yang dipelajari.

5. Giving Question and Getting Answer

Dilakukan untuk melatih peserta didik memiliki kemampuan dan keterampilan bertanya dan menjawab pertanyaan.

Langkah – langkahnya :

a)    Bagikan 2 potongan kertas pada peserta didik, kemudian minta kepada peserta didik untuk menuliskan dikartu itu (1) kartu menjawab, (2) kartu bertanya.

b)   Ajukan pertanyaan baik dari peserta didik maupun guru tulis pada kartu bertanya.

c)    Minta kepada peserta didik untuk memberi jawab dan menuliskannya pada kartu menjawab dan serahkan pada guru.

d)   Jika sampai akhir masih ada peserta didik yang memegang 2 kartu maka minta mereka untuk membuat resume atas proes tanya jawab yang sudah berlangsung.

6.Question Student Have

Dilakukan untuk melatih peserta didik memiliki kemampuan bertanya. Langkah – langkahnya :

a)    Membagi kelas menjadi 4 kelompok.

b)   Bagikan kartu kosong kepada setiap peserta didik dalam setiap kelompok.

c)    Minta peserta didik menuliskan pertanyaan yang mereka miliki tentang hal – hal yang dipelajari.

d)   Putar kartu searah jarum jam sehingga ketika setiap kartu diedarkan pada anggota kelompok, anggota tersebut harus membacanya dan memberikan tanda (v) jika pertanyaan terebut dianggap penting. Putar hingga ampai kapada pemiliknya kembali.

e)    Periksa pertanyaan mana yang memperoleh suara yang banyak dan bandingkan dengan perolehan anggota lain. Pertanyaan yang mendapat suara terbanyak menjadi milik kelompok.

f)    Setiap kelompok melaporkan pertanyaan tersebut secara tertulis dan guru memeriksa. Setelah diseleksi pertanyaan dikembalikan kepada peserta didik untuk dijawab secara mandiri maupun kelompok.

7. Talking Stick

Metode ini mendorong peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat. Langkah – langkahnya :

a)    Guru menjelaskan materi pokok yang akan dipelajari.

b)   Peserta didik diberi kesempatan untuk membaca dan mempelajari materi tersebut.

c)    Guru meminta kepada peserta didik untuk menutup bukunya. Kemudian guru mengambil tongkat dan diberikan kepada salah satu peserta didik. Peserta didik yang mendapat tongkat tersebut harus menjawab pertanyaan yang diberikan guru, dan demikian seterusnya.

d)   Guru member keempatan kepada peserta didik untuk melakukan refleksi terhadap materi yang telah dipelajari dan guru member ulasan terhadap seluruh jawaban yang diberikan peserta didik dan selanjutnya bersama – sama merumuskan kesimpulan.

8. Everyone is Teacher Here

Metode ini merupakan cara yang tepat untuk mendapatkan partisipasi kelas secara keseluruhan maupun individual dan member kesempatan kepada siswa untuk berperan sebagai guru bagi teman – temannya. Langkah – langkahnya :

a)    Bagikan kertas/ kartu indeks kepada seluruh peserta didik.

b)   Setiap peserta didik diminta menuliskan satu pertanyaan mengenai meteri pelajaran yang sedang dipelajari di kelas.

c)    Kumpulkan kertas dan acak kemudian bagikan kepada setiap peserta didik dan pastikan tidak ada yang mendapatkan soalnya sendiri.

d)   Minta kepada peserta didik untuk membaca pertanyaan tersebut dalam hati dan minta untuk memikirkan jawabannya.

e)    Minta kepada peserta didik untuk membaca pertanyaan tersebut dan menjawabnya.

f)    Setelah dijawab, minta kepada peserta didik lainnya untuk menambahkan jawabannya.

9. Tebak Pelajaran

Dikembangkan untuk menarik pehatian siswa selama mengikuti pembelajaran. Langkah – langkahnya :

a)    Tulislah atau tayangkan melalui LCD subject matter dari pelajaran yang akan disampaikan.

b)   Mintalah kepada siswa untuk menuliskan kata – kata kunci apa saja yang diprediksikan muncul dari materi pelajaran yang akan disampaikan oleh guru.

c)    Sampaikan meteri pembelajaran secara interaktif.

d)   Selama proses pembelajaran siswa diminta menandai hasil prediksi mereka yang sesuai dengan materi yang disampaikan oleh guru.

e)    Diakhir pelajaran tanyakan berapa jumlah tebakan mereka yang benar.

K. KEUNGGULAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF

Pembelajaran kooperatif memiliki keunggulan – keunggulan dalam pembelajarannya, antara lain :

    Dengan pembelajaran kooperatif maka setiap anggota dapat saling melengkapi dan membantu dalam menyelesaikan setiap materi yang diterima sehingga setiap siswa tidak akan merasa terbebani sendiri apabila tidak dapat mengerjakan suatu tugas tertentu.
    Karena keberagaman anggota kelompok maka memiliki pemikiran yang berbeda – beda sehingga pemikirannya menjadi luas dan mampu melihat dari sudut pandang lain untuk melengkapi jawaban yang lain.
    Pembelajaran kooperatif cocok untuk menyelesaikan masalah – masalah yang membutuhkan pemikiran bersama.
    Dalam pembelajaran kooperatif para paserta didik dapat lebih mudah memahami materi yang disampaikan karena bekerja sama dengan teman – temannya.
    Dalam pembelajaran kooperatif memupuk rasa pertemanan dan solidaritas sehingga diantara anggotanya akan terjadi hubungan yang positif.

L.   KELEMAHAN PEMBELAAJARAN KOOPERATIF

Pembelajaran kooperatif selain memiliki keunggulan juga memiliki kelemahan – kelemahan antara lain :

    Dalam pembelajaran kooperatif apabila kelompoknya tidak dapat bekerjasama dengan baik dan kompak maka akan terjadi perselisihan karena adanya berbagai perbedaan yang dapat menyebabkan perselisihan.
    Terkadang ada anggota yang lebih mendominasi kelompok dan ada yang hanya diam, sehingga pembagian tugas tidak merata.
    Dalam pembelajarannya memerlukan waktu yang cukup lama sebab harus saling berdiskusi bersama teman – teman lain untuk menyatukan pendapat dan pandangan yang dianggap benar.
    Karena sebagian pengetahuan didapat dari teman dan yang menerangkan teman maka terkadang agak sulit dimengerti, sebab pengetahuan terbatas.

PENUTUP

Dari uraian pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang menekankan pada aspek kerjasama diantara para anggotanya dimana di dalamnya ada ketergantungan yang positif, interaksi, akuntabilitas serta ketrampilan individu dalam memproses kelompoknya. Tujuan pembelajaran ini juga disesuaikan bahwa tujuan pembelajaran adalah untuk memperoleh ilmu dan mendidik anak didik, maka tujuan pembelajaran kooperatif yaitu meningkatkan hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman dan pengembangan ketrampilan social. Dalam pembelajaran kooperatif maka setiap anggota yang beragam ikut berpartisipasi secara aktif sesuai dengan setiap pandangan yang mereka miliki masing – masing. Banyak model – model pembelajaran kooperatif namun secara umum proses pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :

    Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar.
     Mempresentasikan informasi kepada paserta didik secara verbal.
     Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien.
    Membantu tim- tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya.
    Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok- kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
    Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok.

Setiap segala sesuatu pasti memiliki kelebihan dan kelemahan begitu pula dengan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif mengajarkan bagaimana saling bekerjasama dalam menyelesaikan suatu masalah secara berkelompok melalui diskusi dengan teman lain yang memiliki pandangan dan pemikiran yang berbeda – beda, melalui hal tersebut maka setiap anggota akan memiliki pandangan yang lebih luas karena saling berbagi pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan sehingga melalui semua itu kelompok dapat meyelesaikan tugas yang diberikan melalui pemikiran bersama yang dianggap benar dan baik. Tetapi karena adanya keberagaman tersebut juga dapat menimbulkan adanya perselisihan dan pertentangan akibat adanya pemikiran yang berbeda sehingga dalam memproses memerlukan waktu yang cukup lama sehingga agar pertentangan tersebut tidak terjadi dibutuhkan kekompakan diantara anggotanya.

Pembelajaran kooperatif ini sangat berguna dalam proses pembelajaran yang dilakukan dalam pendidikan dimana pembelajaran kooperatif memberikan cara yang berbeda dalam pengajaran yaitu dengan bekerjasama dengan anggota kelompoknya dan memecahkan persoalan  bersama dimana akan membantu para peserta didik saling bertukar pengetahuan, pemikiran dan pengalaman mereka untuk memperoleh sesuatu yang benar dan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Suprijono, Agus. 2006 . Cooperative Learning ( Teori & Aplikasi PAIKEM ).

Drs. Sugiyanto. Modul PLPG

www. Wikipedia. Com

http://www.google.com

Pendekatan Kontekstual ( Peran Guru dan siswa )

Peran Guru dan Siswa dalam Pendekatan Kontekstual

Suhefriandi

        Setiap siswa mempunyai gaya belajar yang berbeda. Perbedaan yang dimiliki siswa tersebut dinamakan sebagai unsur modalitas belajar. Sehingga, ada tiga tipe gaya belajar siswa, yaitu tipe visual, auditorial, dan kinestetis. Tipe visual adalah gaya belajar dengan cara melihat, artinya siswa akan lebih cepat belajar dengan cara menggunakan indra penglihatannya. Tipe auditorial adalah tipe belajar dengan cara menggunakan alat pendengarannya; sedangkan tipe kinestetis adalah tipe belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh.
Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap guru perlu memahami tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar siswa. Sehubungan dengan hal di atas, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru manakala menggunakan pendekatan kontekstual, yaitu:
1)  Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan organisme yang sedang dalam tahap-tahap perkembangan. Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pengalaman mereka. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur, atau penguasa yang memaksakan kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka bisa belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
2)     Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan. Kegemaran anak adalah mencoba hal-hal yang dianggap aneh dan baru. Oleh karena itulah belajar bagi mereka adalah mencoba memecahkan setiap persoalan yang menantang. Dengan demikian, guru berperan dalam memilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa.
3)    Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui. Dengan demikian, peran guru adalah membantu agar setiap siswa mampu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya.
4)  Belajar bagi anak adalah proses menyempurnakan skema yang telah ada (asimilasi) atau proses pembentukan skema baru (akomodasi). Dengan demikian, tugas guru adalah memfasilitasi (mempermudah) agar anak mampu melakukan proses asimilasi  dan proses akomodasi.

Contextual Teaching and Learning ( CTL )

Pengertian, Tujuan dan Strategi Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning)

Suhefriandi

Pengertian
Menurut Nurhadi dalam Sugiyanto (2007) CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa.

Menurut Jonhson dalam Sugiyanto (2007) CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan untuk menolong para siswa melihat siswa melihat makna didalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subyek-subyek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.

Tujuan

    Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan atu ketrampilan yang secara refleksi dapat diterapkan dari permasalahan kepermasalahan lainya.
    Model pembelajaran ini bertujuan agar dalam belajar itu tidak hanya sekedar menghafal tetapi perlu dengan adanya pemahaman
    Model pembelajaran ini menekankan pada pengembangan minat pengalaman siswa.
    Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk melatih siswa agar dapat berpikir kritis dan terampil dalam memproses pengetahuan agar dapat menemukan dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain
    Model pembelajaran CTL ini bertujun agar pembelajaran lebih produktif dan bermakna
    Model pembelajaran model CTL ini bertujuan untuk mengajak anak pada suatu aktivitas yang mengkaitkan materi akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari
    Tujuan pembelajaran model CTL ini bertujuan agar siswa secara individu dapat menemukan dan mentrasfer informasi-informasi komplek dan siswa dapat menjadikan informasi itu miliknya sendiri.

Pengertian, Tujuan dan Strategi Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning)

Strategi Pembelajaran CTL
Beberapa strategi pembelajaran yang perlu dikembangkan oleh guru secara kontekstual antara lain:
a. Pembelajaran berbasis masalah
Dengan memunculkan problem yang dihadapi bersama,siswa ditantang untuk berfikir kritis untuk memecahkan.

b. Menggunakan konteks yang beragam
Dalam CTL guru membermaknakan pusparagam konteks sehingga makna yang diperoleh siswa menjadi berkualitas.

c. Mempertimbangkan kebhinekaan siswa
Guru mengayomi individu dan menyakini bahwa perbedaan individual dan sosial seyogyanya  dibermaknakan menjadi mesin penggerak untuk belajar saling menghormati dan toleransi untuk mewujudkan ketrampilan interpersonal.

d. Memberdayakan siswa untuk belajar sendiri
Pendidikan formal merupakan kawah candradimuka bagi siswa untuk menguasai cara belajar untuk belajar mandiri di kemudian hari.

e. Belajar melalui kolaborasi
Dalam setiap kolaborasi selalu ada siswa yang menonjol dibandingkan dengan koleganya dan sisiwa ini dapat dijadikan sebagai fasilitator dalam kelompoknya.

f. Menggunakan penelitian autentik
Penilaian autentik menunjukkan bahwa belajar telah berlangsung secara terpadu dan konstektual dan memberi kesempatan pada siswa untuk dapat maju terus sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

g. Mengejar standar tinggi
Setiap sekolah seyogyanya menentukan kompetensi kelulusan dari waktu ke waktu terus ditingkatkan dan setiap sekolah hendaknya melakukan Benchmarking dengan melakukan studi banding ke berbagai sekolah di dalam dan luar negeri.

Berdasarkan Center for Occupational Research and Development (CORD) Penerapan strategi pembelajaran konstektual digambarkan sebagai berikut:

a. Relating
Belajar dikatakan dengan konteks dengan pengalaman nyata, konteks merupakan kerangka kerja yang dirancang guru  untuk membantu peserta didik agar yang dipelajarinya bermakna.

b. Experiencing
Belajar adalah kegiatan “mengalami “peserta didik diproses secara aktif dengan hal yang dipelajarinya dan berupaya melakukan eksplorasi terhadap hal yang dikaji,berusaha menemukan dan menciptakan hal yang baru dari apa yang dipelajarinya.

c. Applying
Belajar menekankan pada proses mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki dengan dalam konteks dan pemanfaatanya.

d. Cooperative
Belajar merupakan proses kolaboratif dan kooperatif melalui kegiatan kelompok, komunikasi interpersonal atau hubunngan intersubjektif.

e. Trasfering
Belajar menenkankan pada terwujudnya kemampuan memanfaatkan pengetahuan dalam situasi atau konteks baru.

Sumber:
Sugiyanto. 2007. Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG): Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 Surakarta.

Senin, 12 Desember 2016

Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Kualifikasi Pendidik SD/MI
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Suhefriandi

Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan di bawah ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

1. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembeajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (pasal 28 ayat 1)

Yang dimaksud dengan pendidik pada ketentuan ini adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi dan berkompetensi sebagai guru, dosen, konselor, pamong, pamong pelajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannyaserta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan

Yang dimaksud dengan pendidik sebagai agen pembelajaran (learning agent) pada ketentuan ini adalah peran pendidik antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik

2. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang – undangan yang berlaku. (pasal 28 ayat 2)

3. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi (pasal 28 ayat 3):

1. Kompetensi pedagogik;

Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

2. Kompetensi kepribadian;

Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.

3. Kompetensi profesional;

Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.

4. Kompetensi sosial

Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendiidk, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

4. Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan atau sertifikat keahlian sebagaimana    dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendiidk setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan (pasal 28 ayat 4).

5. Kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (4) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri (pasal 28 ayat 5).

Pasal 29

(1)     Pendidik pada pendidikan  anak usia dini memiliki:

a. Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S-1);

b. Latar belakang pendidikan tinggi dibidang pendidikan anak usia dini, kependidikan lain, atau psikologi; dan

c. Sertifikat profesi guru untuk PAUD.

(2)     Pendidik pada SD/MI, atau bentuk lain yang sederajat memiliki:

a. Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S-1);

b. Latar belakang pendidikan tinggi dibidang pendidikan SD/MI, kependidikan lain, atau psikologi; dan

c. Sertifikat profesi guru untuk SD/MI.

(3)    Pendidik pada SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat memiliki:

a. Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S-1);

b. Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan

c. Sertifikat profesi guru untuk SMP/MTs.

(4)    Pendidik pada SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat memiliki:

a. Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S-1);

b. Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan

c. Sertifikat profesi guru untuk SMA/MA.

(5)   Pendidik pada SDLB/SMPLB/SMALB, atau bentuk lain yang sederajat memiliki:

a. Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S-1) latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan khusus atau sarjana yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan

b. Sertifikat profesi guru untuk SDLB/SMPLB/SMALB.

(6)    Pendidik pada SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat memiliki:

a. Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S-1);

b. Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan

c. Sertifikat profesi guru untuk SMK/MAK

Pasal 31

(1)     Pendidik pada pendidikan tinggi memiliki kualifikasi pendidikan minimum:

a. Lulusan diploma empat (D-IV) atau sarjana (S-1) untuk program diploma;

b. Lulusan program magister (S-2) untuk program sarjana (S-1); dan

c. Lulusan program doktor (S-3) untuk program magister (S-2) dan program  doktor (S-3)

(2)   Selain kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) butir a, pendidik pada program vokasi harus memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan tingkat dan bidang keahlian yang diajarkan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi

(3)  Selain kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) butir b, pendidik pada program profesi harus memiliki sertifikat kompetensi setelah sarjana sesuai dengan tingkat dan bidang keahlian yang diajarkan dan dihasilkan oleh perguruan tinggi

Sumber Referensi:

Standar Nasional Pendidikan (Dihimpun Oleh Redaksi Sinar Grafika). 2009. Jakarta: Sinar Grafika.

Sabtu, 10 Desember 2016

BADAI KEHIDUPAN

** BADAI KEHIDUPAN **

Suhefriandi

     Seorang anak mengemudikan mobilnya bersama ayahnya. Setelah beberapa puluh kilometer, tiba-tiba awan hitam datang bersama angin kencang. Langit mendadak menjadi gelap. Beberapa kendaraan mulai menepi dan berhenti.

“BAGAIMANA, Ayah? Apakah kita berhenti saja?,” Si anak bertanya.

“Teruslah.. !”, kata Ayah.

       Anaknya TETAP menjalankan mobil. Langit makin gelap, angin bertiup kencang. Hujanpun mulai turun.
Beberapa pohon bertumbangan, bahkan ada yang diterbangkan angin. Suasana sangat menakutkan . Terlihat kendaraan-kendaraan besar juga mulai menepi dan berhenti.

“Bagaimana ini Ayah…?”

“TERUSLAH mengemudi!” kata Ayah sambil terus melihat ke depan.

Anaknya TETAP mengemudi, walau dengan bersusah payah.

Hujan lebat menghalangi pandangan hanya berjarak beberapa meter saja.

Si anak mulai ketakutan.
NAMUN... ia tetap mengemudi, walaupun dengan sangat perlahan.
Setelah melewati beberapa kilometer ke depan, dirasakannya hujan mulai mereda & angin mulai berkurang.

Setelah beberapa kilometer berikutnya, sampailah mereka pada daerah yang kering dan matahari bersinar.

“Nah sekarang berhenti dan keluarlah,” kata sang Ayah.

“KENAPA sekarang?,” tanya si Anak.
“Agar kau BISA MELIHAT, bagaimana seandainya saat kita berhenti di tengah badai.”

Sang Anak berhenti dan keluar.
Dia melihat jauh di belakang sana badai masih berlangsung.
Dia MEMBAYANGKAN orang-orang yang terjebak di sana.

Dia baru mengerti bahwa JANGAN PERNAH BERHENTI di tengah badai KARENA akan terjebak dalam ketidakpastian.

Jika kita sedang menghadapi “badai” kehidupan, TERUSLAH berjalan, JANGAN berhenti dan putus asa, karena kita akan tenggelam dalam keadaan yang terus menakutkan dan tak pasti.

LAKUKAN saja Apa yang dapat kita lakukan dan yakinkan diri bahwa BADAI PASTI BERLALU.

KITA tidak kan pernah berhenti tetapi maju terus, Karena kita yakin bahwa di depan sana Kepastian dan Kesuksesan ada untuk kita...
HIDUP TAK SELAMANYA BERJALAN MULUS!!!
BUTUH batu kerikil, supaya kita *BERHATI-HATI*..
BUTUH semak berduri, supaya kita *WASPADA*..
BUTUH Pesimpangan, supaya kita *BIJAKSANA* dalam *MEMILIH*..

BUTUH Petunjuk jalan, supaya kita punya *HARAPAN* tentang arah masa depan.
Hidup Butuh Masalah, supaya kita tahu kita punya *KEKUATAN*..
BUTUH Pengorbanan, supaya kita tahu cara *BEKERJA KERAS*..
BUTUH airmata, supaya kita tahu *MERENDAHKAN HATI*
BUTUH dicela, supaya kita tahu bagaimana cara *MENGHARGAI*..
BUTUH tertawa dan senyum, supaya kita tahu *MENGUCAPKAN SYUKUR*..
BUTUH Orang lain, supaya kita tahu kita *TAK SENDIRI*..

Jangan selesaikan *MASALAH* dengan mengeluh, berkeluh kesah, apalagi marah, Selesaikan saja dengan *sabar, bersyukur*, dan jangan lupa *TERSENYUM*.
Teruslah *MELANGKAH* walau mendapat *RINTANGAN*, Jangan takut

Saat tidak ada lagi *tembok* untuk bersandar, karena masih ada lantai untuk bersujud.
Perbuatan baik yang paling *sempurna* adalah perbuatan baik yang tidak terlihat, namun dapat dirasakan hingga jauh kedalam relung hati.
Jangan menghitung apa yang hilang, namun hitunglah apa yang tersisa.

Sekecil apapun penghasilan kita, pasti akan cukup bila digunakan untuk Kebutuhan Hidup.
Sebesar apapun penghasilan kita, pasti akan kurang bila digunakan untuk Gaya Hidup.

Tidak selamanya kata-kata yang indah itu benar, juga tidak selamanya kata-kata yang menyakitkan itu salah. Hidup ini terlalu singkat, lepaskan mereka yang menyakitimu, sayangi mereka yang peduli padamu. Dan berjuanglah untuk mereka yang berarti bagimu.

Bertemanlah dengan semua orang, tapi bergaulah dengan orang yang berintegritas dan mempunyai nilai hidup yang benar, karena pergaulan akan mempengaruhi cara kita hidup dan masa depan kita. Semoga bermanfaat. :)

HUBUNGAN SEKOLAH DENGAN MASYARAKAT

HUBUNGAN SEKOLAH DENGAN MASYARAKAT

BAB I
PENDAHULUAN

Suhefriandi

A.    Latar Belakang
Pendidikan tidak hanya merupakan kewajiban pemerintah, sekolah, dan guru saja, tapi juga merupakan tanggung jawab keluarga dan masayarakat. Masyarakat diharapkan peransertanya dalam melaksanakan dan menyelenggarakan pendidikan, terutama dalam mendidik moral, norma, dan etika yang sesuai dengan agam dan kesepakatan masyarakat. Siswa belajar disekolah dalam waktu terbatas, sedangkan waktu terbanyak ada di rumah dan masyarakat.
UU No. 20/ 2003 tentang Sisdiknas. Pada Bab XV Pasal 54 dinyatakan bahwa: (1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. (2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber pelaksana dan pengguna hasil pendidikan. (3) ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Masyarakat merupakan komponen utama dalam terselenggaranya proses pendidikan. Kontribusi masyarakat di lingkungan sekolah sangat perlu dioptimalkan sebagai upaya pemberdayaan dalam rangka mewujudkan visi dan misi sekolah dengan paradigma pendidikan yang baru. Masyarakat dapat memberikan sumbangsihnya kepada sekolah dengan memberikan masukan-masukan terutama dalam penyusunan program-program sekolah.
Jadi, pendidikan tidak akan terselenggara secara efektif dan efesien jika belum ada peran serta masyarakat dalam menciptakan lingkungan belajar yang baik.
Diharapkan masyarakat dapat memiliki pemahaman bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama segenap pihak, termasuk masyarakat.
Berdasarkan kajian hubungan Sekolah dengan Masyarakat diatas, makalah ini dibatasi pada kajian bagaimana Peran Hubungan Sekolah dengan Masyarakat.

B.     Rumusan Masalah
Adapun dari permasalahan diatas didapat rumusan masalah yaitu;
1.      Apakah hubungan sekolah dengan masyarakat?
2.      Bagaimana Peran serta Masyarakat?
3.      Bagaimana Peran serta orang tua?
4.      Bagaimana Peran serta Komite sekolah?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adapun adalah untuk mengetahui:
1.      Hubungan sekolah dengan masyarakat di sekolah dasar
2.      Peran serta masyarakat di Sekolah dasar.
3.      Peran serta orang tua di sekolah dasar
4.      Peran serta Komite sekolah

D.    Manfaat Penulisan
1.      Manfaat teoritis
Hasil makalah ini dapat dipergunakan sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang pendidikan.
2.      Manfaat Praktis
a.       Bagi sekolah
Makalah ini dapat dipergunakan sebagai bahan acuan dalam membina hubungan sekolah dan masyaraakat/ warga sekolah.
b.      Bagi Masyarakat
Makalah ini menambah pengetahuan masyarakat tentang peran serta masyarakat dalam pendidikan di sekolah.
c.       Bagi mahasiswa
Makalah ini dapat dipergunakan sebagai bahan referensi bagi seluruh mahasiswa bidang pendidikan
d.      Bagi penulis
Makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan penambah wawasan tentang manfaat hubungan sekolah dan masyarakat. Makalah ini juga dapat dijadikan bahan masukan bagi penulisan makalah selanjutnya membuat makalah mengenai hubungan sekolah dan masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hubungan sekolah dengan Masyarakat
1.      Pengertian
Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan jalinan interaksi yang diupayakan oleh sekolah agar dapat diterima di tengah-tengah masyarakat untuk mendapatkan aspirasi, dan simpati dari masyarakat, serta mengupayakan terjadinya kerjasama yang baik antar sekolah dengan masyarakat untuk kebaikan bersama, atau secara khusus bagi sekolah penjalinan hubungan tersebut adalah untuk mensuksekan program-program sekolah yang bersangkutan sehingga sekolah tersebut bisa tetap eksis. Seperti dikutip dari International Public Relation Association dalam Pengelolaan Pendidikan, yaitu: “hubungan masyarakat dengan sekolah merupakan komunikasi dua arah antara organisasi dengan publik secara timbal balik baik dalam rangka mendukung fungsi dan tujuan manajemen dengan meningkatkan pembinaan kerjasama serta pemenuhan kepentingan bersama”.
Menurut J.C. Siedel “Public reation is the continuting proces by which management edeavors to obtain the goodwill and understanding of its costumer, its emplyees and the public at large, inwardly througt self analysis and corretcion, outwardly thougt all means of expression.” (Suryobroto, 2004: 156).
Dari pengertian ini dapat diketahui bahwa public relation (Humas) adalah proses yang berjalan terus menerus, dimana manajemen berusaha untuk memperoleh good will dan pengertian dari para pegawai, langganan, dan masyarakat luas. Ke dalam melalui analisa, dan keluar melalui jalan menggunakan pernyataan. Jadi bahwa dalam pelaksanaan hubungan masyarakat merupakan suatu proses yang terencana yang berkesinambungan guna memperoleh itikad baik dari semua pihak, baik kepada pihak internal (Kepala sekolah, guru, staf) maupun kepada pihak eksternal (orang tua, masyarakat).
W. Emerson Reck (dalam Burlingame, Dwight. 1990: 16) “Public relations is the continued process of keying policies, services and actions to be the best of interest of those individual and groups whose confidence and goodwill an individual or institutions covets and secondly, it’s the interpretation of these policies, services and actions to assure complete understanding and appreciation”.
Dari pengertian ini dapat diketahui bahwa public relation (Humas) adalah pelaksanaan kebijaksanaaan, pelayanan dan sikap adalah untuk menjamin adanya pengertian dan penghargaan yang sebaik-baiknya.
Frank Jeffkins (2002.10). public relation (Humas) adalah sesuatu yang terdiri dari semua bentuk komunikasi berencana baik ke dalam maupun ke luar antara organisasi dengan publiknya untuk mencapai tujuan khusus, yakni pengertian bersama.
Mulyasa (2007: 50), menyatakan hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakekatnya merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah. Hubungan sekolah dengan masyarakat bertujuan antara lain untuk memajukan kualitas pembelajaran dan pertumbuhan anak, memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat, mengarahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah.
Moore, (2004: 6) Filsafat sosial dan manajemen yang dinyatakan dalam kebijaksanaan beserta pelaksaannya yang melalui interpretasi yang peka mengenai peristiwa-peristiwa berdasarkan pada komunikasi dua arah dengan publiknya, berusaha memperoleh saling pengertian dan itikad baik.
Sagala, S., (2008: 191) menyatakan “peran serta masyarakat mendukung manajemen sekolah adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari, bahkan menjadi keharusan, dimana agar peran serta masyarakat menjadi suatu sistem yang terorganisasi”.
Menurut Soetopo dan Soemanto (dalam buku manajemen Pendidikan karangan Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas pendidikan Indonesia: 2008), Hubungan sekolah dan Masyarakat diartikan sebagai suatu proses komunikasi dengan tujuan meningkatkan pengertian warga masyarakat tentang kebutuhan dan praktik pendidikan serta berupaya dalam memperbaiki sekolah.
Di El Savador partisipasi masyarakat dalam MBS menurut Umanzor dkk. (1997) memiliki tiga tujuan utama. (1) meningkatkan pelayanan pendidikan kepada masyarakat termiskin di daerah pedesaan, (2) mendorong partisipasi anggota masyarakat lokal terhadap pendidikan anak-anak mereka, (3) meningkatkan kualitas pendidikan prasekolah dan pendidikan dasar.
2.      Prinsip–prinsip hubungan sekolah dan masyarakat
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan hubungan sekolah dan masyarakat,antara lain:
a.       Integrity
Prinsip ini mengandung makna bahwa semua kegiatan hubungan sekolah dan masyarakat harus terpadu. Artinya informasi yang disampaikan antar keduanya harus informasi yang terpadu baik mengenai masalah akademik maupun non akademik. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan penilaian dan kepercayan antar keduanya.
b.      Continuity
Prinsip ini menjelaskan bahwa hubungan ini harus dilakukan secara terus menerus, hal ini dilakukan agar masyarakat mengetahui perkembangan sekolah.
c.       Simplicity
Prinsip menghendaki agar dalam proses hubungan sekolah dan masayarakat ini dapat menyederhanakan berbagai informasi yang disajikan kepada masyarakat sesuai dengan kondisi dan karakteristik masyarakat.
d.      Coverage
Kegiatan pemberian informasi secara menyeluruh dan mencakup semua asfek, faktor atau subtansi yang perlu disampaikan dan perlu diketahui masyarakat.
e.       Constructiveness
Program hubungan sekolah dengan masyarakat hendaknya konstruktif dalam arti sekolah memberikan informasi yang membangun pemahaman/pengetahuan masyarakat terhadap program pengembangan sekolah.
f.        Adaptability
Program hubungan sekolah dengan masyarakat hendaknya disesuaikan dengan keadaan di dalam lingkungan masyarakat setempat.
3.      Teknik dan bentuk hubungan sekolah dan masyarakat
Pawlas (2005: 2) the nation school public relations association (NSPRA) defines the efforts school must make as a planned, systematic, two-way process of communication between a school and its internal and external community through the use of interpersonal communication and mass media.
Hubungan sekoalah dengan masyarakat di definisikan sekolah harus membuat upaya sebagai, proses terencana, sistematis, dua-cara komunikasi antara sekolah dan masyarakat internal dan eksternal melalui penggunaan komunikasi interpersonal dan media massa.
Secara umum hubungan sekolah dan masyarakat ini dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun dalam pelaksanaanya dapat dilakukan dalam berbagai bentuk diantaranya:
a.       Siaran radio
Siaran radio sebagai sarana penyebaran informasi memiliki keunggulan dalam luasnya wilayah penyebaran informasi yang dapat dijangkau dalam waktu yang bersamaan. Dengan demikian dalam waktu yang singkat dapat disebarkan informasi kesemua pelosok perdesaan. sebagai media penyebaran informasi khususnya yang berkaitan dengan program pendidikan.melaui bentuk seperti ini dapat dilakukan Dialog interaktif dengan menampilkan pejabat dinas pendidikan setempat, kepala sekolah,tokoh masyarakat guna membahas program sekolah dan pengembangannya.
b.      Perlombaan-perlombaan
Perlombaan–perlombaan ini merupakan kegiatan yang cukup menarik. Hal ini akan mampu membuat dan meningkatkan motivasi belajar siswa. Selain itu dengan adanya acara ini, masyarakat akan mengetahui prestasi sekolah dalam mencetak siswa.
c.       Pameran
Dalam menyelenggarakan acara pameran ini memerlukan kerja sma antara sekolah dan masyarakat.dengan adanya kegiatan ini hubungan keduanya akan terjalin lebih baik sehingga perkembangan sekolahpun lebih baik.
d.      Dialog
Dialog ini dapat dilakukan dengan mengadakan rapat secara terus menerus untuk mambahas perkembangan sekolah dan membetuk program- progarmnya.
e.       Kunjungan kesekolah (School visitation)
Teknik ini memberi kesempatan kepada wali murid untuk melihat prestasi siswa pada saat pembelajaran berlangsung.
f.       Kunjungan ke wali murid
Kunjungan ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas siswa dirumah
g.      Layanan telefon
Layanan ini dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada wali murid mengenai siswa begitu juga sebaliknya.
h.    Kotak saran
    Melui kotak ini sekolah dapat mengetahi saran – saran apa saja yang diberikan masyarakat kepada sekolah guna mengembangkan sekolah
i.       Kartu penghubung
Kartu ini diberikan kepada setiap siswa yang nantinya diisi oleh guru dan wali murid yang bersangkutan. Sehingga wali murid dapat mengetahui perkembangan anaknya dan sekolah.
4.      Tujuan dan Manfaat hubungan sekolah dan masyarakat
a.       Hubungan sekolah dan masyarakat ini memiliki tujuan, antara lain:
(1)   Mengenalkan pentingnya sekolah bagi masyarakat.
(2)   Mendapatkan dukungan dan bantuan financial yang diperlukan bagi pengembangan sekolah.
(3)   Memberikan informasi kepada masyarakat tentang isi dan pelaksanan program sekolah.
(4)   Memperkaya atau memperluas program sekolah sesuai dengan perkembangan kebutuhan masayarakat.
b.      Hubungan sekolah dengan masyarakat yang berjalan dengan baik akan memberi manfaat pada kedua pihak. Berikut manfaat yang diperoleh:
(1)   Bagi masyarakat
·         Masyarakat mengetahui inovasi-inovasi yang dilakukan oleh sekolah.
·         Masyarakat sebagai pihak yang membutuhkan pendidikan dapat mengajukan aspirasinya terhadap sekolah.
·         Masyarakat dapat memberikan kritikan dan saran yang berguna untuk sekolah apabila terdapat program, keputusan atau tindakan sekolah yang tidak sesuai dengan harapan dan kebutuhan masyarakat .
(2)   Bagi sekolah
·         Sekolah dapat termotivasi untuk terus melakukan perbaikan baik dari segi tenaga pendidik maupun dari fasilitas pedidikan karena sekolah mendapat penilaian dan kontrol langsung dari masyarakat.
·         Sekolah dapat menyampaikan kesulitan-kesulitan yang dialami sekolah yang memerlukan partisipasi masyarakat untuk menyelesaikannya.
·         Sekolah dapat memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai konsep-konsep pendidikan yang perlu masyarakat pahami agar tidak terjadi kesalahpahaman konsep antara sekolah dan masyarakat.
·         Sekolah dapat memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar bagi peserta didik.
5.      Fungsi Humas
a.       Fungsi Konstruktif
Dianalogikan sebagai “penata jalan “. Jadi, humas merupakan “garda” terdepan yang dibelakangnya terdiri dari “rombongan”. Peranan humas dalam hal ini mempersiapkan mental publik untuk menerima kebijakan organisasi untuk mengetahui kepentingan publik, mengevaluasi perilaku publik maupun organisasi untuk direkomendasikan kepada manajemen,menyiapkan prakondisi untuk mencapai saling pengertian, percaya dan saling membantu terhadap tujuan-tujuan publik atau organisasi yang diwakilinya.
b.      Fungsi Korektif
Berperan sebagai pemadam kebakaran,yakni apabila sebuah organisasi atau lembaga terjadi masalah-masalah atau krisis dengan publik,maka humas harus berperan dalam mengatasi terselesaikannya masalah tersebut.

B.     Peran serta Masyarakat
1.      Pengertian
Peran serta masyarakat adalah kontribusi, sumbangan, dan keikutsertaan masyarakat dalam menunjang upaya peningkatan mutu pendidikan. Pada umumnya peran serta masyarakat adalah peran serta pasif dalam menerima keputusan sekolah. Mereka berpikir dengan membayar sumbangan/dana secara rutin, selesailah kewajiban mereka.
2.      Koponen-komponen peranserta masyarakat
Yang termasuk komponen masyarakat ialah orang tua siswa, tokoh masyarakat, tokoh agama, dunia usaha dan dunia industri, dan lembaga sosial budaya.
Peran serta mereka dalam pendidikan berkaitan dengan: (1) pengambilan keputusan, (2) pelaksanaan, dan (3) penilaian. Peran serta dalam mengambil keputusan misalnya ketika sekolah mengundang rapat bersama komite sekolah untuk membahas perkembangan sekolah, masyarakat yang dalam hal ini orang tua, anggota komite sekolah, atau wakil dari dunia bisnis dan industri secara bersama-sama memberikan sumbang saran dan berakhir dengan pengambilan keputusan.
3.      Pentingnya Pemberdayaan Masyarakat
Dalam pelaksanaan MBS, banyak cara untuk memberdayakan masyarakat. Misalnya, dengan cara: (1) melibatkan orang tua dalam mengurus komite sekolah serta tokoh masyarakat untuk membahas perencanaan kegiatan program-program sekolah; (2) membangun prinsip saling menguntungkan antara sekolah dan masyarakat; (3) memanfaatkan tenaga-tenaga terdidik, terampil dan berkecakapan di lingkungan sekolah untuk membantu pengembangan dan pelaksanaan program sekolah; serta (4) menyertakan wakil instansi dan organisasi komite sekolah dalam kegiatan sekolah, seperti ekstrakurikuler atau acara tahunan sekolah.
Pemberdayaan komite sekolah ini, sebagaimana tujuan MBS, dimaksudkan untuk menciptakan rasa tanggung jawab melalui administrasi sekolah yang lebih terbuka.
Kepala sekolah, guru, dan anggota masyarakat bekerja sama dengan baik untuk membuat Rencana Pengembangan Sekolah.
Sekolah memajangkan anggaran sekolah dan perhitungan dana secara terbuka pada papan sekolah. Sudah tentu dalam bekerja komite sekolah mengedepankan prinsip keterbukaan.
Keterbukaan ini dapat meningkatkan kepercayaan, motivasi, serta dukungan orang tua dan masyarakat terhadap sekolah.
4.      Peran Serta Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama
Sekolah, Komite sekolah dan Tokoh masyarakat dan agama dapat duduk bersama dalam satu meja untuk membahas pencapaian tujuan sekolah. Perlu dikembangkan pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah bersama. Program kerja sekolah didiskusikan dengan tokoh masyarakat dan agama agar berorientasi pada peningkatan mutu, bukan untuk kepentingan birokrasi. Keterbukaan dalam laporan pertanggungjawaban untuk semua pihak yang berkepentingan.

C.    Peran serta orang tua
1.      Peran Serta Orang tua dalam Pembelajaran
Orang tua tidak saja membantu belajar anak di rumah, bisa juga dilakukan di sekolah. Bahkan kalau perlu orang tua yang memiliki pengetahuan dan keahlian khusus, misalnya ahli dalam musik atau seni rupa, dengan koordinasi yang baik dengan pihak sekolah, para orang tua ini bisa saja membantu mengadakan proses pembelajaran musik dan seni rupa pada ekstrakurikuler di sekolah.
2.      Paran serta Orang tua dalam Perencanaan Pengembanagan Sekolah
Orang tua siswa dapat berperan serta dalam perencanaan pengembangan sekolah. Misalnya , ada orang tua siswa yang kebetulan seorang dokter. Sebagai dokter tentunya sangat memahami betul apa itu arti hidup sehat, terutama bagi anak-anak di sekolah. Dia dapat memberikan masukan yang berharga dalam perencanaan pengembangan sekolah, terutama berkaitan dengan peningkatan mutu layanan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), penataan warung jajan sehat bagi anak- anak, serta pengaturan kamar mandi dan toilet sekolah yang sehat. Keterlibatan orang tua siswa tersebut dalam perencanaan pengembangan sekolah yang berkaitan dengan kesehatan, tentu sangat menguntungkan sekolah dan peserta didik.
Banyak cara yang dapat ditempuh. Orang tua dapat datang ke sekolah tanpa/ dengan undangan sekolah yang mengundang. Sekelompok orang tua mengadakan pertemuan di luar sekolah untuk bersama-sama membahas dan memberikan masukan untuk peningkatan mutu sekolah, hasilnya kemudian diserahkan kepada sekolah. 
3.      Peran Serta Orang Tua dalam Pengelolaan Kelas
Keterlibatan orang tua siswa dalam pengelolaan kelas memiliki arti yang sangat luas. Bukan berarti orang tua turut masuk ke kelas dan campur tangan mengurusi tempat duduk siswa, memindah siswa yang suka mengganggu temannya di kelas, dan sebagainya. Tetapi, pengaturan kelas dapat dilakukan berdasarkan masukan dengan dan/atau kompromi dengan para orang tua. Misalnya, dalam hal isi dan penataan pajangan kelas, serta pengaturan tempat duduk dan kenyamanan kelas. Untuk mengetahui kebutuhan kelas yang menunjang proses belajar di kelas sudah tentu Anda harus mengenali jenis peran serta orang tua dalam pengelolaan kelas, mencatat keadaan sekarang, dan kondisi yang dikehendaki, serta menemu-kenali hambatan-hambatan yang dihadapi.

D.    Peran serta Komite sekolah
1.      Pengertian, Komponen, Tugas, serta Fungsi Pokok Komite Sekolah
Istilah komite sekolah saat ini mirip dengan istilah POMG dan BP3 dulu. Komite sekolah merupakan suatu badan atau lembaga nonpolitis dan nonprofit. Komite ini dibentuk berdasarkan musyawarah yang demokratis oleh berbagai pihak yang berkepentingan dengan pendidikan pada tingkat sekolah. Mereka bertanggung jawab membantu sekolah dalam peningkatan kualias pendidikan di sekolah.
Menurut UU RI nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, komite sekolah/ madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/ wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
Tugas utama komite sekolah ialah membantu penyelanggaraan pendidikan di sekolah dalam kapasitasnya sebagai pemberi pertimbangan, pendukung program, pengontrol, dan bahkan mediator. Untuk memajukan pendidikan di sekolah, komite sekolah membantu sekolah dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar, manajemen sekolah, kelembagaan sekolah, sarana dan prasarana sekolah, pembiayaan pendidikan, dan mengkoordinasikan peran serta seluruh lapisan masyarakat. Kedudukannya sebagai mitra sekolah.
2.      Pemberdayaan Komite Sekolah dalam Peningkatan Mutu Pendidikan
Pada dasarnya pemberdayaan komite sekolah dalam konteks MBS adalah melalui koodinasi dan komunikasi. Koordinasi yang dilakukan kepala sekolah dengan para guru dan masyarakat dapat dilakukan secara vertikal, horisontal, fungsional, dan diagonal. Koordinasi dapat juga dilakukan secara internal dan eksternal. Koordinasi dilakukan secara terus menerus sebagai upaya konsolidasi untuk memperkuat kelembagaan dalam mencapai tujuan. Contoh, mengadakan pertemuan informal antara para pejabat, serta mengadakan rapat, baik rapat koordinasi antara kepala sekolah dengan guru, dengan komite sekolah, maupun dengan orang tua siswa, baik secara reguler maupun insidental.
Pemberdayaan dapat dilakukan dengan menjalin komunikasi yang baik. Komunikasi dalam konteks tatakrama profesional dapat meningkatkan hubungan baik antara pimpinan sekolah dengan para guru dan staf, dan pihak sekolah dengan komite sekolah. Dalam berkomunikasi, kepala sekolah perlu: (a) Bersikap terbuka, (b) Mendorong para guru untuk mau dan mampu memecahkan masalah-masalah pembelajaran dan kependidikan, (c) Mendorong pengembangan potensi akademik dan profesional melalui pertemuan dengan komite sekolah maupun organisasi profesi, serta (d) Memotivasi tenaga pendidik dan kependidikan untuk terus mengembangkan diri.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Peran serta masyarakat sangat diperlukan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Peran serta masyarakat itu tidak hanya berupa dukungan dana atau sumbangan fisik saja, tetapi bisa lebih dari itu. Peran serta masyarakat sudah dapat dianggap baik jika dapat dapat terlibat dalam bidang pengelolaan sekolah, apalagi bila dapat masuk ke biang akademik. Dukungan masyarakat terhadap peningkatan mutu pendidikan sekolah melibatkan peran serta tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh agama, dunia usaha dan dunia industri, serta kelembagaan sosial budaya. Penyertaan mereka dalam pengelolaan sekolah hendaknya dilakukan secara integral, sinergis, dan efektif, dengan memperhatikan keterbukaan sekolah untuk menumbuhkan rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat dalam meningkatkan mutu sekolah.
Orang tua merupakan salah satu aspek yang penting dalam pelaksanaan MBS. Sebagai pihak yang sangat berkepentingan dengan kemajuan belajar anaknya, orang tua sudah selayaknya dilibatkan secara aktif oleh sekolah untuk membantu peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Peran serta mereka tidak hanya berupa dana, tetapi juga [emikiran atau tenaga dalam pembelajaran, perencanaan pengembangan sekolah, dan pengelolaan kelas. Komitmen dan kerjasama sangat diperlukan dalam upaya realisasi peran serta ini. Antara sekolah dan orang tua idealnya saling proaktif. Peran serta orang tua dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah dapat disesuaikan dengan latar belakang sosial ekonomi dan kemampuan orang tua.
Sebagai mitra sekolah, komite sekolah memiliki peran sebagai (1) advisory agency (pemberi pertimbangan), (2) supporting agency (pendukung kegiatan layanan pendidikan), (3) controlling agency (pengontrol kegiatan layanan pendidikan), dan (4) mediator atau penghubung atau pengait tali komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah. Sejalan dengan upaya memberdayakan dan meningkatkan peran masyarakat, sekolah diharapkan dapat membina jalinan kerjasama dengan orang tua dan masyarakat. Sebagai bagian dari konsep Manajemen Berbasis Sekolah, pemberdayaan komite/dewan sekolah ini merupakan wujud manajemen partisipatif yang melibatkan peran serta masyarakat, sehingga semua kebijakan dan keputusan yang diambil adalah kebijakan dan keputusan bersama dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.

B.     Saran-saran
1.      Bagi sekolah
Dari hasil tulisan ini, diarapkan sekloah dapat mengelola hubungan baik dengan masyarakat dan melibatkan peran serta masyarakat dalam pendidikan disekolah
2.       Bagi Pembaca
Besar harapan kami, agar pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun guna untuk penulisan makalah ataupun karya tulis dalam kesempatan yang lainnya agar menjadi lebih baik dan makalah ini dapat dipergunakan sebagai bahan referensi bagi seluruh mahasiswa bidang pendidikan
3.      Bagi Panulis
Bagi penulis sendiri makalah ini dapat menjadi lebih mengerti seperti apa hubungan sekolah dengan masyarakat itu serta menambah ilmu pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA

UU RI No 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS.
Suryosubroto, B. (2004). Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Seidel. (1947). Stores. Jilid 33. National Retail Merchants Association, Inc
Burlingame, Dwight. (1990). Library Development: A Future Imperative. Vol 12. Number 4. London: The Haworrt Press,Inc
Jefkins, Frank. (2002). Public Relations. Edisi 2. Blackie: Planned Press
Mulyasa. (2007). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Moore, Frazier.(2004). Humas, Membangun Citra dengan Komunikasi. Bandung: Rosda.
Sagala, S., (2008).  Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat, Jakarta: Nimas Multima
Pawlas.  (2005). The Administrator's Guide to School Community Relations. 2nd ed. United States: Eyed On Education, Inc.
Umaedi, Dkk. (2008). Managemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Universitas Terbuka.
Tim Dosen Administrasi pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. (2008). Manajemen Pendidikan. Bandung : Penertbit Alfabeta
Mulyono, MA .(2008).Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan. Jakarta: Ar-Ruzz Media
Soetjipto dan Raflis Kosasi. (2009). Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta
Rustam Effandi di 19.54