Parenting
AYAHBUNDA.. DARI RUMAH MU.. LAHIR PEMIMPIN MASA DEPAN..
Suhefriandi, Sp.d,.MM,Ch,cht
Ayah bunda, Setelah anugerah besar yang telah di berikan pada kita oleh Allah Ta'alla pada kita,tentunya anugerah tersebut harus kita jaga dan kita berikan pada mereka kewajiban kewajiban yang harus didapatkan oleh mereka, mereka adalah Qurrota A'yun (Penyejuk hati )
Simak dalam QS Al Furqaan 25 : 74
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً
Artinya : “Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”
Sebagai Qurrata a’yun (penyejuk hati kedua orang tua). Ini kedudukan anak yang terbaik yakni manakala anak dapat menyenangkan hati dan menyejukan mata kedua orangtuanya. Mereka adalah anak-anak yang apabila ditunjukkan untuk beribadah, seperti shalat, mereka segera melaksanakannya dengan suka cita.
Apabila diperintahkan belajar, mereka segera mentaatinya. Mereka juga anak-anak yang baik budi pekerti dan akhlaknya, ucapannya santun dan tingkah lakunya sangat sopan, serta memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi.
Kita lihat anak kita,dalam keseharian mereka,sebagai penyejuk hati bagi kita orang tuanya,dalam keseharian itu dapat kita tanamkan nilai nilai kepempinan pada mereka melalui hal hal sederhana.
NILAI NILAI KEPEMIMPINAN TERSEBUT ADALAH SEBAGAI BERIKUT :
1. MEMILIKI TANGGUNG JAWAB
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (QS.ash-Shaffat:102)
Ayat diatas menjelaskan tentang bagaimana Nabi Ibrahim a.s mengajarkan sikap tanggung jawab terhadap anaknya, Ismail a.s. Beliu menanyakan bagaimana pendapat Ismail tentang mimpinya. Lalu Ismail memilih menuruti perintah Allah Ta’ala yang mana Ia berarti memiliki rasa tanggung jawab terhadap Sang Maha Kuasa.
kita lihat dari sisi tanggung jawab dalam rumah tangga kita, bagaimana hal sederhana yang bisa kita lakukan dalam memberi pelajaran tanggung jawab pada anak kita
anak mencuci piring - belajar bertanggung jawab. Latih tangung jawab anak dengan memberikan tugas rumah yang sesuai usianya
Seorang anak harus diajari tanggung jawab sedari dini. Tanggung jawab akan menjadi nilai penting buat seorang pemimpin. Mengajari anak bertanggung jawab misalnya dengan memberikan tugas-tugas rutin di rumah seperti membereskan tempat tidurnya setiap pagi selepas tidur, mengepel rumah, mencuci piring, membereskan mainannya setelah bermain, dan lain-lain. Di sekolah, tanggung jawab bisa diajarkan melalui ajakan untuk selalu menjaga kebersihan kelasnya, menugaskan anak untuk mengerjakan pekerjaan rumah sesuai waktu yang ditentukan, menugaskan anak untuk mencari tahu di perpustakaan, dan masih banyak lagi tugas yang bisa dijadikan pembelajaran tanggungjawab.
2. MEMILIKI KEJUJURAN
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُونُواْ قَوَّٰمِينَ لِلَّهِ شُهَدَآءَ بِٱلۡقِسۡطِۖ وَلَا يَجۡرِمَنَّكُمۡ شَنََٔانُ قَوۡمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعۡدِلُواْۚ ٱعۡدِلُواْ هُوَ أَقۡرَبُ لِلتَّقۡوَىٰۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (Q.S. al-Maidah :8)
Menjadi adil dan jujur bagi diri sendiri saja sulit, apalagi menjadi adil dan jujur bagi orang lain. Sehingga perilaku adil dan jujur ini sudah selayaknya dilatih sejak kecil agar terbawa hingga dewasa.
Menjadi orang yang menegakkan kebenaran adalah dengan cara yang jujur dan adil, kita tidak bisa mengahakimi orang yang tidak bersalah hanya karena kebencian pribadi.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahuinya” (Al Qur’an, Surah Al-Anfal, Ayat 27).
ajarkan anak berlaku jujur
Ajarkan anak untuk selalu bersikap jujur
Seorang pemimpin harus jujur. Ajari anak-anak untuk selalu jujur serta berikan pengertian kepada anak-anak bahwa nilai kejujuran itu lebih penting daripada nilai-nilai yang ada dalam bentuk angka. Tanamkan pula bahwa kejujuran itu tak ternilai. Sesuatu yang tidak ternilai adalah sangat berharga. Harga diri itulah yang harus tertanam dalam diri mereka. Jujur lebih baik! Seandainya kejujujuran sudah tertanam, mereka dengan sendiri akan malu untuk melakukan kecurangan. Tak akan lagi ada kegiatan mencontek saat ulangan, tak ada lagi kecurangan saat ujian nasional. Seorang anak yang jujur adalah calon pemimpin masa depan.
3. MEMILIKI SIFAT MENEPATI JANJI
Janji adalah perkara besar yang tidak boleh diremehkan. Baik buruknya citra diri seseorang bisa dilihat dari bagaimana dia memelihara janji yang dibuatnya. Berikut ini beberapa ayat alquran tentang menepati janji yang penting untuk diperhatikan sebagai rambu-rambu untuk tidak menganggap remeh perkara janji.
يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ
Wahai Bani Israil! Ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku berikan kepadamu. Dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu, dan takutlah kepada-Ku saja.
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
بَلَى مَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ وَاتَّقَى فَإِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ * إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَبِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلًا أُولَئِكَ لَا خَلَاقَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Sebenarnya barangsiapa menepati janji dan bertakwa, maka sungguh, Allah mencintai orang-orang yang bertakwa. (76) Sesungguhnya orang-orang yang memperjualbelikan janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga murah, mereka itu tidak memperoleh bagian di akhirat, Allah tidak akan menyapa mereka, tidak akan memperhatikan mereka pada hari Kiamat, dan tidak akan menyucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih. (77)
وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَمِيثَاقَهُ الَّذِي وَاثَقَكُمْ بِهِ إِذْ قُلْتُمْ سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ
Dan ingatlah akan karunia Allah kepadamu dan perjanjian-Nya yang telah diikatkan kepadamu, ketika kamu mengatakan, “Kami mendengar dan kami menaati.” Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Maha Mengetahui segala isi hati.
وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى وَبِعَهْدِ اللَّهِ أَوْفُوا ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, sampai dia mencapai (usia) dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya. Apabila kamu berbicara, bicaralah sejujurnya, sekalipun dia kerabat(mu) dan penuhilah janji Allah. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu ingat.”
Seorang pemimpin yang amanah dan tidak ingkar janji. Mengajari anak untuk selalu amanah dengan cara membuat komitmen bersama-sama saat ia melakukan kesalahan kemudian dibuat dalam bentuk tertulis. Saat anak mampu melaksanakan semua komitmennya, ia belajar untuk menerima amanah yang lebih besar di kemudian hari. Anak-anak akan senang untuk terus belajar menjadi lebih baik saat ia melakukan kesalahan.
4. MEMILIKI JIWA PEMBELAJAR
anak yang suka belajar dan penuh rasa ingin tahu pupuk rasa ingin tahu anak senang belajar. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang selalu belajar baik melalui sumber-sumber dari luar atau juga dari dirinya sendiri. Anak-anak harus mampu menjadi pembelajar seumur hidup karena mereka akan hidup dalam jamannya yang terus berubah. Seandainya ia tak belajar, ia akan tergerus jaman. Pemimpin juga belajar dari kesalahan-kesalahannya di masa lalu. Ketika anak sadar tentang kesalahannya, di situ ia belajar tentang kebaikan untuk dirinya dan juga orang lain.
Masih banyak lagi hal penting yang harus dipelajari anak tentang cara menjadi pemimpin. Tugas untuk menyiapkan anak-anak menjadi pemimpin ada dipundak orang tuanya. Orang tua harus mampu menunjukan sikap kepemimpinan di rumah dengan baik. Misalnya dengan tanggung jawab, kejujuran, amanah, dan sikap pembelajar yang sudah tertanam sejak dahulu. Anak-anak akan menyerap proses pendidikan kepemimpinan ini mula-mula dari lingkungan terdekatnya yaitu keluarga. Selanjutnya ia akan belajar lebih dalam lagi melalui proses belajar lewat pengalaman yang ia lalui baik di sekolah maupun di lingkungan luar.
Menyiapkan anak-anak untuk menjadi pemimpin butuh kesabaran dari orang tuanya. Tak bisa instan karena butuh waktu dan juga konsistensi yang terus menerus. Pendidikan sejak dini tidak bisa diulang. Sangat disayangkan jika kita sebagai orang tua menyerahkan sepenuhnya kepada pihak luar untuk mendidik anak-anak. Bagaimana pun pendidikan dari keluarga tetaplah yang utama. Semoga lahir pemimpin-pemimpin baru dari pendidikan keluarga yang berkualitas! Aamiin!