Kisah Tiga Menteri dan Isi Karung Mereka
Suhefriandi
Pada zaman dahulu kala, tersebutlah kisah di sebuah negeri nun jauh di Timur Tengah sana, bertahtalah seorang raja yang sangat bijaksana. Dia memimpin negerinya dengan adil, sehingga rakyatnya hidup makmur berkecukupan, karena semua potensi kekayaan alam yang dimiliki negeri itu memang diprioritaskan untuk kesejahteraan rakyat. Dalam menjalankan pemerintahan, sang raja dibantu oleh seorang perdana menteri atau lazim disebut penghulu wazir dan beberapa orang menteri atau wazir.
Raja tau persis bahwa sang penghulu wazir memang negarawan senior yang sangat bisa di andalkan, orangnya cerdas, punya pengalaman berpuluh tahun di pemerintahan serta punya akhlak yang sangat mulia, itulah sebabnya raja tidak pernah menyangsikan kebijakan apapun yang diambil oleh sang penghulu wazir, sehingga pemerintahan di negeri itu berjalan dengan tertib dan negara selalu dalam keadaan aman dan adamai.
Tapi tidak demikian di jajaran menteri atau wazir, meski pemilihannya sudah selektif dan obyektif, masih saja raja “kecolongan”, ada satu dua wazir yang kinerjanya belum sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Memang sih, hanya satu dua orang saja, namun jika di biarkan, akan mengganggu stabilitas pemerintahan di negeri tersebut. Tapi untuk menegur langsung sang menteri, raja agak segan, karena biarpun dia seorang penguasa tunggal, namun dia juga harus menjaga etika dalam menjalankan kekuasaannya itu.
Setelah merenung beberapa hari, akhirnya sang raja punya ide yang rada-rada “nyeleneh”, namun dia yakin cara ini akan efektif memberikan pembelajaran kepada menteri yang kinerjanya kurang optimal dan etikanya kurang baik. Raja sengaja merahasiakan idenya itu dari sang penghulu wazir, karena dia agak khawatir sang penghulu tidak menyetujui idenya itu.
Sampailah hari yang direncanakan sang raja untuk menjalankan idenya, dia memerintahkan penghulu wazir untuk memenggil tiga orang menteri yang sudah ditentukan,
“Wahai penghulu, aku perintahkan kamu untuk memanggil tiga orang menteri yang nanti akan aku sebutkan secara tertulis, persilahkan mereka menghadap saya sambil masing-masing membawa sebuah karung besar” begitu titah sang raja, meski merasa janggal dengan perintah sang raja, namun sang penghulu wazir siap untuk melaksanakan perintah atasannya itu,
“Baik paduka, akan segera saya hadapkan tiga menteri yang paduka maksudkan” jawab sang penghulu yang kemudian segera pamit untuk melaksanakan titah sang raja.
Tidak berapa lama, muncullah sang penghulu wazir bersama tiga orang menteri di hadapan sang raja, mereka langsung dipersilahkan memasuki ruang kerja sang raja. Ketiga menteri yang dipanggil agak merasa aneh juga dengan perintah rajanya kali ini, masa menteri kok disuruh bawa-bawa karung segala, tapi mereka tidak berani membantah perintah sang raja, mereka bertiga siap menghadap raja dengan masing-masing membawa sebuah karung kosong, Setelah mereka duduk di kursi masing-masing, sang raja mulai membuka pertemuan itu,
“Wahai penghulu wazir dan tiga menteriku, hari ini aku sengaja memanggil kalian bertiga, karena ada sesuatu yang ingin aku perintahkan kepada kalian, tapi ini tidak menyangkut tugas negara, apa kalian siap?” tanya sang raja.
“Siap paduka!” jawab mereka bertiga serentak, meski dalam hati mereka masih bertanya-tanya tentang apa yang akan diperintahkan oleh raja mereka.
“Begini para menteriku, hari ini aku perintahkan kalian bertiga pergi ke kebun buah yang ada di belakang istana ini, isilah karung kosong yang kalian bawa ini dengan apa yang ada di kebun itu sesuka kalian, setelah itu kembalilah menghadap kepadaku dengan karung yang sudah terisi dan terikat rapi” perintah sang raja yang kedengarannya rada “aneh” itu,
“Baik paduka, kami siap melaksanakan perintah paduka” tanpa “reserve”, ketiga menteri itu langsung menerima perintah sang raja, sementara sang penghulu wazir yang terlihat bingung sendiri dengan apa yang dilihat dan didengarnya, tapi dia enggan untuk bertanya kepada raja.
Singkat cerita, ketiga menteri itu langsung berangkat ke kebun buah yang terletak persis di belakang istana, banyak tanaman buah disana yang terawat dengan baik sehingga pohonnya subur dan buahnya lebat. Berbagai macam buah-buahan ada di sana mulai dari anggur, apel, pear, rambutan, kelengkeng, jeruk dan masih banyak lagi jenis buah lainnya.
Menteri pertama, dia seorang menteri yang dikenal cerdas, jujur, kreatif dan punya integritas moral tinggi, selalu tepat menjaga amanah, dengan mantap dia memasuki kebun buah itu, dia mulai memilih dan memtik buah-buah terbaik yang ada di kebun itu dan memenuhi karung yang dia bawa, kemudian mengikatnya dengan rapi,
“Meski raja nggak melihat, tapi ini adalah amanat, aku harus menjalankannya dengan sebaik-baiknya” begitu yang terbetik dalam fikirannya.
Menteri kedua, sebenarnya juga seorang yang pintar, tapi dia agak malas berkreasi, dia hanya menjalankan jabatannya sebagai menteri asal sudah dapat menjalankan perintah sang raja saja. Dia melangkah santai memasuki kebun itu, tapi dia mengambil buah-buahan disitu sekenanya saja, dia tidak memilih buah-buah terbaik, bahkan buah setengah busuk yang jatuh dibawah pohonpun dia masukkan ke karungnya,
“Yang penting aku sudah menjalankan perinah raja, toh raja tidak tau, apa isi karung ini” begitu gumannya.
Menteri ketiga, adalah yang “terparah” dari tiga menteri tersebut, meski dia sebenarnya pintar, tapi dia punya sifat culas, tidak jujur dan malas. Tapi karena sudah menjadi perintah raja, dengan terpaksa dia memasuki kebun buah itu. Namun berbeda dengan dua temannya yang memasukkan buah-buahan ke karungnya, menteri ketiga ini justru memasukkan rumput dan daun-daun kering ke dalam karungnya,
“Ngapain capek-capek mengangkat buah, kan berat, kalo ku isi daun-daun kering ini kan jadinya ringan dan nggak capek, masa menteri disuruh ngangkat karung berat-berat, ada-ada saja ” begitu gumannya dalam hati dengan rasa angkuh.
Ketiga menteri itu sudah mengisi dan mengikat karung mereka masing-masing, merekapun segera menghadap raja yang masih didampingi oleh penghulu wazir,
“Paduka raja yang mulia, kami telah menjalankan perintah paduka, kami siap menunggu perintah paduka selanjutnya” kata menteri pertama, sementara dua menteri lainnya hanya mengikuti,
“Baiklah, terima kasih menteriku, kalian tidak usah khawatir, aku tidak akan membuka isi karung kalian, dan memang aku tidak perlu tau isi karung kalian” jawab sang raja, menteri kedua dan menteri ketiga merasa lega,
“Penghulu wazir!” kata sang raja sambil menoleh ke arah sang penghulu,
“Siap paduka!” jawab sang penghulu wazir spontan,
“Aku sudah siapkan tiga kamar untuk ketiga menteri ini dengan semua fasilitas kecuali makanan” ucap sang raja “Tolong penghulu wazir bawa ketiga menteri ini menuju kamar mereka masing-masing, mereka akan berada disana selama tiga hari tiga malam, mereka boleh melakukan apa saja di kamar mereka masing-masing selama tiga hari ini, hanya saja tidak ada makanan apapun di kamar itu, jadi isi karung yang mereka bawa inilah yang akan jadi cadangan makanan mereka selama tiga hari ini” sambung sang raja, menteri kedua dan ketiga terlihat mulai gelisah, sementara menteri pertama trlihat sangat tenang.
“Baik paduka raja, titah paduka akan segera hamba laksanakan” jawab sang penghulu wazir,
“Jangan lupa penghulu, setelah mereka masuk ke kamar masing-masing, kamu kunci pintunya dari luar dan kamu pegang kuncinya, kamu baru boleh membukanya setelah tiga hari” sang raja mengingatkan penghulu wazir,
“Baik paduka” jawab penghulu wazir, dia segera menjalankan perintah raja “menggiring” tiga menteri ke kamar mereka masing-masing, setelah mereka bertiga masuk ke kamar mereka, sang penghulu segera mengunci pintu kamar dan menyimpan kuncinya sesuai perintah raja, sebenarnya menteri kedua dan ketiga ingin protes, tapi karena ini perintah raja, yang meski dengan berat hati, mereka harus menurut.
Hari pertama ketiga menteri itu dalam “kurungan”, masih berjalan normal-normal saja, para menteri itu dapat menikmati fasilitas yang ada di kamar itu. Meski demikian dari ketiga menteri itu melakukan aktifitas yang berbeda-beda di kamar mereka masing-masing.
Menteri pertama lebih suka mengisinya dengan membaca buku-buku yang memang sudah di sediakan di kamar itu, menteri kedua lebih suka tidur-tiduran di tempat tidur mewah, sementara menteri ketiga asyik menari sambil bernyanyi-nyanyi menikmati kemewahan kamar yang tanpa disadarinya sejatinya sedang jadi “kamar tahanan” baginya.
Setelah dua belas jam berada di kamar tanpa bisa keluar, mereka pun mulai merasa lapar. Menteri petama terlihat santai saja, karena dia bisa menyantap buah-buah segar pilihan yang ada di karungnya, sementara menteri kedua terpaksa harus menyantap buah-buah setengah busuk, karena tidak ada makan lain selain apa yang dia bawa dalam karungnya Yang paling parah adalah menteri ketiga, dia sama sekali tidak menyangka bahwa akan dikurung di kamar tanpa makanan, sementara dia sendiri tidak membawa makanan apapun, dia mulai menyesali tindakan cerobohnya, mengisi karung dengan rumput dan daun-daun kering, tapi apa boleh buat, karena lapar sudah tidak tertahankan lagi, terpaksa dia mengunyah rumput-rumput itu sambil meminum air.
Meski mendapat kamar dengan fasilitas yang sama, namun nasib ketiga menteri ini sangat jauh berbeda. Menteri pertama masih tetap santai membaca sambil menikmati buah-buahan segar yang dia pilih sendiri di kebun istana, dia merasa bersyukur sudah menjalankan perintah raja dengan baik, ternyata kebaikan itu kembali kepadanya juga. Menteri kedua, meski membawa buah-buahan juga tapi buah yang dia bawa adalah buah-buah setengah busuk, karena dia mengambil buah itu sesukanya saja, kini dia mulai menyesali apa yang telah dia lakukan, buah-buah busuk yang dia bawa tidak mengenyangkan tapi malah membuat sakit perut. Yang paling menderita tentu saja menteri ketiga, sudah dua hari ini perutnya hanya berisi rumput dan air, dia sangat menyesal den gan kelakukannya sendiri, badannya mulai terlihat lemas dan kini dia hanya mampu tergolek lunglai di tempat tidur.
Sampailah pada hari ketiga, penghulu wazir membuka pintu ketiga kamar itu dan mengajak ketiga menteri itu menghadap raja. Dihadapan raja, menteri pertama terlihat segar bugar seperti tidak mengalami kejadian apapun, menteri kedua terlihat pucat karena menahan sakit perutnya, sementara menteri ketiga terpaksa harus duduk menyandar karena tubuhnya sudah sangat lemah.
Sebelum melanjutkan pertemuannya, sang raja yang merasa kasian melihat ketiga menterinya itu, menyuruh mereka untuk menikmati hidangan makanan terlebih dahulu. Menteri kedua dan ketiga terlihat paling bersemangat, mereka melahap hampir semua hidangan yang tersedia, sementara menteri pertama hanya makan sekedarnya saja. Usai mereka menikmati hidangan yang disediakan sang raja, merekapun sudah terlihat segar kembali dan siap melanjutkan pertemuan dengan sang raja,
“Wahai meteriku, sebelumnya akau minta maaf, karena sudah memberikan pembelajaran kepada kalian dengan cara yang tidak lazim” sang raja membuka pertemuan itu “Bahkan penghulu wazirpun tidak tau dengan rencanaku ini”.
Penghulu wazir hanya manggut-manggut, sementara ketiga menteri itu terdiap tanpa mengeluarkan sepatah katapun, sampai raja melanjutkan perkataannya,
“Apa yang telah kalian alami selama tiga hari ini adalah pembelajaran yang sangat berharga bagi kalian, karena kalian adalah pejabat yang mestinya tidak hanya berfikir untuk diri sendiri, tapi harus lebih meikirkan nasib rakyat kita” raja berhenti sejenak “ Karuang yang kalian bawa kemudian kalian isi di kebun itu adalah gambaran dari apa yang kalian kerjakan selama ini” sambung sang raja, menteri kedua dan ketiga nampak tersipu malu, sementara meneri pertama masih menyimak dengan khidmat.
“Aku tidak tahu isi karung yang kalian bawa, karena sesungguhnya perbuatan yang kita lakukan itu hanya Tuhan dan kita sendiri yang mengetahuinya secara persis, sementara orang lain, termasuk aku, bisa saja kalian kelabui” sambung sang raja, menteri kedua dan ketiga semakin merasa malu dengan pa yang telah dia lakukan, meski raja sendiri tidak tau.
“Begitu juga amanat yang berada di pundak kalian, hanya Tuhan dan kalian sendiri yang tau apakan kalian menjalankan amanah itu dengan baik atau justru sebaliknya” kata yang raja dengan suara berwibawa, tiba-tiba menteri kedua dan ketiga menubruk sang raja dan bersimpuh di hadapannya,
“Ampun baginda, selama ini kami belum menjalankan amanh dengan baik, kami bertobat tidak akan mengulanginya lagi” kata mereka berdua nyaris bersamaan, sang raja hanya tersenyum,
“Dan untuk menteri pertama, aku tau persis, selama ini kamu sudah menjalankan amanah dengan baik, tapi aku tetap mengingatkan supaya kamu jangan bersikap angkuh dan sombong karena kamu telah melakukan yang terbaik” ungkap sang raja sambil menatap tajam menteri pertama,
“Ampun baginda, mudah-mudahan hamba akan terus menjaga amah ini dengan sebaik-baknya, karena dari pembelajaran yang telah padukan berikan kepada hamba selama tiga hari ini, semakin menyadarkan hamba bahwa apa yang kita lakukan apakah itu baik atau buruk, hakekatnya kan kembali kepada diri kita sendiri, meskipun orang lain tidak mengetahui apa yang telah kita lakukan” jawab menteri pertama dengan santun, sementara menteri kedua dan ketiga hanya bisa menunduk malu.
“Wahai penghulu wazir, tentu kamu sudah bisa melihat sendiri, dari penampilan ketiga menteri ini setelah dikurung selama tiga hari, sebagai orang yang sangat cerdas dan bijak, aku yakin kamu tau persis siapa menteri yang benar-benar melaksanakan perintahku dan siapa yang melalaikannya” ucap sang raja ditujukan kepada sang penghulu wazir,
“Benar paduka, sekarang hamba paham dengan pembelajaran yang telah paduka lakukan kepada ketiga menteri ini” jawab penghulu wazir, dia semakin kagum dengan sikap bijak sang raja.
Dan sejak kejadian itu, semua menteri bekerja dengan baik, tidak ada satupun menteri yang bermalas-malasan, culas dan angkuh, termasuk menteri kedua dan menteri ketiga, pembelajaran “unik” dari raja mereka, ternyata telah membuat mereka sadar akan kesalahan-kesalahan yang telah mereka lakukan selama ini.