Senin, 12 September 2016

PEDAGANG, Berita Bohong yang kau sebarkan....

   Suhefriandi

    Dikisahkan, ada seorang pedagang yang kaya raya dan berpengaruh di kalangan masyarakat. Kegiatannya berdagang mengharuskan dia sering keluar kota. Suatu saat, karena pergaulan yang salah, dia mulai berjudi dan bertaruh. Mula-mula kecil-kecilan, tetapi karena tidak dapat menahan nafsu untuk menang dan mengembalikan kekalahannya, si pedagang semakin gelap mata, dan akhirnya uang hasil jerih payahnya selama ini banyak terkuras di meja judi. Istri dan anak-anaknya terlantar dan mereka jatuh miskin.

Orang luar tidak ada yang tahu tentang kebiasaannya berjudi, maka untuk menutupi hal tersebut, dia mulai menyebar fitnah, bahwa kebangkrutannya karena orang kepercayaan, sahabatnya, mengkhianati dia dan menggelapkan banyak uangnya.

Kabar itu semakin hari semakin menyebar, sehingga sahabat yang setia itu, jatuh sakit. Mereka sekeluarga sangat menderita, disorot dengan pandangan curiga oleh masyarakat disekitarnya dan dikucilkan dari pergaulan.

Si pedagang tidak pernah mengira, dampak perbuatannya demikian buruk. Dia bergegas datang menengok sekaligus memohon maaf kepada si sahabat "Sobat. Aku mengaku salah! Tidak seharusnya aku menimpakan perbuatan burukku dengan menyebar fitnah kepadamu. Sungguh, aku menyesal dan minta maaf. Apakah ada yang bisa aku kerjakan untuk menebus kesalahan yang telah kuperbuat?"

Dengan kondisi yang semakin lemah, si sahabat berkata, "Ada dua permintaanku. Pertama, tolong ambillah bantal dan bawalah ke atap rumah. Sesampainya di sana, ambillah kapas dari dalam bantal dan sebarkan keluar sedikit demi sedikit ".

Walaupun tidak mengerti apa arti permintaan yang aneh itu, demi menebus dosa, segera dilaksanakan permintaan tersebut. Setelah kapas habis di sebar, dia kembali menemui laki-laki yang sekarat itu. "Permintaanmu telah aku lakukan, apa permintaanmu yang kedua?"

"Sekarang, kumpulkan kapas-kapas yang telah kau sebarkan tadi", kata si sahabat dengan suara yang semakin lemah.

Si pedagang terdiam sejenak dan menjawab dengan sedih, "Maaf sobat, aku tidak sanggup mengabulkan permintaanmu ini. Kapas-kapas telah menyebar kemana-mana, tidak mungkin bisa dikumpulkan lagi".

"Begitu juga dengan berita bohong yang telah kau sebarkan, berita itu takkan berakhir hanya dengan permintaan maaf dan penyesalanmu saja" kata si sakit

"Aku tahu. Engkau sungguh sahabat sejatiku. Walaupun aku telah berbuat salah yang begitu besar tetapi engkau tetap mau memberi pelajaran yang sangat berharga bagi diriku. Aku bersumpah, akan berusaha semampuku untuk memperbaiki kerusakan yang telah kuperbuat, sekali lagi maafkan aku dan terima kasih sobat". Dengan suara terbata-bata dan berlinang air mata, dipeluklah sahabatnya.

Seperti kata pepatah mengatakan, fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Kebohongan tidak berakhir dengan penyesalan dan permintaan maaf. Seringkali sulit bagi kita untuk menerima kesalahan yang telah kita perbuat. Bila mungkin, orang lainlah yang menanggung akibat kesalahan kita. Kalau memang itu yang akan terjadi , lalu untuk apa melakukan fitnah yang hanya membuat orang lain menderita.Tentu, jauh lebih nikmat bisa melakukan sesuatu yang membuat orang lain berbahagia.

Sumber : Kumpulan Cerita Bijak Andrie Wongso

IKHLAS " Belajar dari Bunda Siti Hajar

 Suhefriandi

     Bunda Siti Hajar protes. Mengapa suaminya meninggalkan dia dan anaknya yang masih kecil di padang pasir tak bertuan. Seperti jamaknya dia hanya bisa menduga bahwa ini akibat kecemburuan Bunda Siti Sarah, istri pertama suaminya yang belum juga bisa memberi putra. Bunda Siti Hajar mengejar  Nabi Ibrahim, suaminya, dan berteriak: "Mengapa engkau tega meninggalkan kami di sini? Bagaimana kami bisa bertahan hidup?" Nabi Ibrahim AS terus melangkah meninggalkan keduanya, tanpa menoleh, tanpa memperlihatkan air matanya yang meleleh. Remuk redam perasaannya terjepit antara pengabdian dan pembiaran.

Bunda Siti Hajar masih terus mengejar sambil menggendong Nabi Ismail, kali ini dia setengah menjerit, dan jeritannya menembus langit, "Apakah ini perintah Tuhanmu?" Kali ini Nabi Ibrahim AS , sang khalilullah, berhenti melangkah. Dunia seolah berhenti berputar. Malaikat yang menyaksikan peristiwa itu pun turut terdiam menanti jawaban Nabi Ibrahim AS. Butir pasir seolah terpaku kaku. Angin seolah berhenti mendesah. Pertanyaan, atau lebih tepatnya gugatan Bunda Siti Hajar membuat semua terkesiap.

Nabi Ibrahim AS membalik tubuhnya, dan berkata tegas, "Iya!". Bunda Siti Hajar berhenti mengejar. dia terdiam. Lantas meluncurlah kata-kata dari bibirnya, yang memgagetkan semuanya: malaikat, butir pasir dan angin.  "Jikalau ini perintah dari Tuhanmu, pergilah, tinggalkan kami di sini. Jangan khawatir. Tuhan akan menjaga kami." Nabi Ibrahim AS pun beranjak pergi. Dilema itu punah sudah. Ini sebuah pengabdian, atas nama perintah, bukan sebuah pembiaran. Peristiwa Bunda Siti Hajar dan Nabi Ibrahim AS ini adalah romantisme keberkahan.

Itulah ikhlas. Ikhlas adalah wujud sebuah keyakinan mutlak pada Sang Maha Mutlak. Ikhlas adalah kepasrahan bukan  mengalah apalagi menyerah kalah. Ikhlas itu adalah engkau sanggup berlari melawan dan mengejar, namun engkau memilh patuh dan tunduk. Ikhlas adalah sebuah kekuatan menundukkan diri sendiri dan semua yang engkau cintai. Ikhlas adalah memilih jalanNya, bukan karena engkau terpojok tak punya jalan lain. Ikhlas bukan lari dari kenyataan. Ikhlas bukan karena terpaksa. Ikhlas bukan merasionalisasi tindakan, bukan mengalkulasi hasil akhir. Ikhlas tak pernah berhitung. Ikhlas tak pernah pula menepuk dada. Ikhlas itu tangga menujuNya. Ikhlas itu mendengar perintahNya dan menaatiNya. Ikhlas adalah ikhlas. Titik.

"Belum cukupkah engkau memahami apa itu ikhlas dari diamnya Bunda Siti Hajar dan perginya Nabi Ibrahim ?"

Dan aku, kamu, serta kita....semuanya tertunduk pasrah bersama Malaikat, butir AS pasir dan angin.        

Selamat hari 'idul adha
10 Dzulhijah 1437H


Kisah Tiga Mentri dan Isi Karung Mereka

Kisah Tiga Menteri dan Isi Karung Mereka

 Suhefriandi

  

     Pada zaman dahulu kala, tersebutlah kisah di sebuah negeri nun jauh di Timur Tengah sana, bertahtalah seorang raja yang sangat bijaksana. Dia memimpin negerinya dengan adil, sehingga rakyatnya hidup makmur berkecukupan, karena semua potensi kekayaan alam yang dimiliki negeri itu memang diprioritaskan untuk kesejahteraan rakyat. Dalam menjalankan pemerintahan, sang raja dibantu oleh seorang perdana menteri atau lazim disebut penghulu wazir dan beberapa orang menteri atau wazir.

Raja tau persis bahwa sang penghulu wazir memang negarawan senior yang sangat bisa di andalkan, orangnya cerdas, punya pengalaman berpuluh tahun di pemerintahan serta punya akhlak yang sangat mulia, itulah sebabnya raja tidak pernah menyangsikan kebijakan apapun yang diambil oleh sang penghulu wazir, sehingga pemerintahan di negeri itu berjalan dengan tertib dan negara selalu dalam keadaan aman dan adamai.

Tapi tidak demikian di jajaran menteri atau wazir, meski pemilihannya sudah selektif dan obyektif, masih saja raja “kecolongan”, ada satu dua wazir yang kinerjanya belum sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Memang sih, hanya satu dua orang saja, namun jika di biarkan, akan mengganggu stabilitas pemerintahan di negeri tersebut. Tapi untuk menegur langsung sang menteri, raja agak segan, karena biarpun dia seorang penguasa tunggal, namun dia juga harus menjaga etika dalam menjalankan kekuasaannya itu.

Setelah merenung beberapa hari, akhirnya sang raja punya ide yang rada-rada “nyeleneh”, namun dia yakin cara ini akan efektif memberikan pembelajaran kepada menteri yang kinerjanya kurang optimal dan etikanya kurang baik. Raja sengaja merahasiakan idenya itu dari sang penghulu wazir, karena dia agak khawatir sang penghulu tidak menyetujui idenya itu.

Sampailah hari yang direncanakan sang raja untuk menjalankan idenya, dia memerintahkan penghulu wazir untuk memenggil tiga orang menteri yang sudah ditentukan,

“Wahai penghulu, aku perintahkan kamu untuk memanggil tiga orang menteri yang nanti akan aku sebutkan secara tertulis, persilahkan mereka menghadap saya sambil masing-masing membawa sebuah karung besar” begitu titah sang raja, meski merasa janggal dengan perintah sang raja, namun sang penghulu wazir siap untuk melaksanakan perintah atasannya itu,

“Baik paduka, akan segera saya hadapkan tiga menteri yang paduka maksudkan” jawab sang penghulu yang kemudian segera pamit untuk melaksanakan titah sang raja.

Tidak berapa lama, muncullah sang penghulu wazir bersama tiga orang menteri di hadapan sang raja, mereka langsung dipersilahkan memasuki ruang kerja sang raja. Ketiga menteri yang dipanggil agak merasa aneh juga dengan perintah rajanya kali ini, masa menteri kok disuruh bawa-bawa  karung segala, tapi mereka tidak berani membantah perintah sang raja, mereka bertiga siap menghadap raja dengan masing-masing membawa sebuah karung kosong, Setelah mereka duduk di kursi masing-masing, sang raja mulai membuka pertemuan itu,

“Wahai penghulu wazir dan tiga menteriku, hari ini aku  sengaja memanggil kalian bertiga, karena ada sesuatu yang ingin aku perintahkan kepada kalian, tapi ini tidak menyangkut tugas negara, apa kalian siap?” tanya sang raja.

“Siap paduka!” jawab mereka bertiga serentak, meski dalam hati mereka masih bertanya-tanya tentang apa yang akan diperintahkan oleh raja mereka.

“Begini para menteriku, hari ini aku perintahkan kalian bertiga pergi ke kebun buah yang ada di belakang istana ini, isilah karung kosong yang kalian bawa ini dengan apa yang ada di kebun itu sesuka kalian, setelah itu kembalilah menghadap kepadaku dengan karung yang sudah terisi dan terikat rapi” perintah sang raja yang kedengarannya rada “aneh” itu,

“Baik paduka, kami siap melaksanakan perintah paduka” tanpa “reserve”, ketiga menteri itu langsung menerima perintah sang raja, sementara sang penghulu wazir yang terlihat bingung sendiri dengan apa yang dilihat dan didengarnya, tapi dia enggan untuk bertanya kepada raja.

Singkat cerita, ketiga menteri itu langsung berangkat ke kebun buah yang terletak persis di belakang istana, banyak tanaman buah disana yang terawat dengan baik sehingga pohonnya subur dan buahnya lebat. Berbagai macam buah-buahan ada di sana mulai dari anggur, apel, pear, rambutan, kelengkeng, jeruk dan masih banyak lagi jenis buah lainnya.

Menteri pertama, dia seorang menteri yang dikenal cerdas, jujur, kreatif dan punya integritas moral tinggi, selalu tepat menjaga amanah, dengan mantap dia memasuki kebun buah itu, dia mulai memilih dan memtik  buah-buah terbaik yang ada di kebun itu dan memenuhi karung yang dia bawa, kemudian mengikatnya dengan rapi,

“Meski raja nggak melihat, tapi ini adalah amanat, aku harus menjalankannya dengan sebaik-baiknya” begitu yang terbetik dalam fikirannya.

Menteri kedua, sebenarnya juga seorang yang pintar, tapi dia agak malas berkreasi, dia hanya menjalankan jabatannya sebagai menteri asal sudah dapat menjalankan perintah sang raja saja. Dia melangkah santai memasuki kebun itu, tapi dia mengambil buah-buahan disitu sekenanya saja, dia tidak memilih buah-buah terbaik, bahkan buah setengah busuk yang jatuh dibawah pohonpun dia masukkan ke karungnya,

“Yang penting aku sudah menjalankan perinah raja, toh raja tidak tau, apa isi karung ini” begitu gumannya.

Menteri ketiga, adalah yang “terparah” dari tiga menteri tersebut, meski dia sebenarnya pintar, tapi dia punya sifat culas, tidak jujur dan malas. Tapi karena sudah menjadi perintah raja, dengan terpaksa dia memasuki kebun buah itu. Namun berbeda dengan dua temannya yang memasukkan buah-buahan ke karungnya, menteri ketiga ini justru memasukkan rumput dan daun-daun kering ke dalam karungnya,

“Ngapain capek-capek mengangkat buah, kan berat, kalo ku isi daun-daun kering ini kan jadinya ringan dan nggak capek, masa menteri disuruh ngangkat karung berat-berat, ada-ada saja ” begitu gumannya dalam hati dengan rasa angkuh.

Ketiga menteri itu sudah mengisi dan mengikat karung mereka masing-masing, merekapun segera menghadap raja yang masih didampingi oleh penghulu wazir,

“Paduka raja yang mulia, kami telah menjalankan perintah paduka, kami siap menunggu perintah paduka selanjutnya” kata menteri pertama, sementara dua menteri lainnya hanya mengikuti,

“Baiklah, terima kasih menteriku, kalian tidak usah khawatir, aku tidak akan membuka isi karung kalian, dan memang aku tidak perlu tau isi karung kalian” jawab sang raja, menteri kedua dan menteri ketiga merasa lega,

“Penghulu wazir!” kata sang raja sambil menoleh ke arah  sang penghulu,

“Siap paduka!” jawab sang penghulu wazir spontan,

“Aku sudah siapkan tiga kamar untuk ketiga menteri ini dengan semua fasilitas kecuali makanan” ucap sang raja “Tolong penghulu wazir bawa ketiga menteri ini menuju kamar mereka masing-masing, mereka akan berada disana selama tiga hari tiga malam, mereka boleh melakukan apa saja di kamar mereka masing-masing selama tiga hari ini, hanya saja tidak ada makanan apapun di kamar itu, jadi isi karung yang mereka bawa inilah yang akan jadi cadangan makanan mereka selama tiga hari ini” sambung sang raja, menteri kedua dan ketiga terlihat mulai gelisah, sementara menteri pertama trlihat sangat tenang.

“Baik paduka raja, titah paduka akan segera hamba laksanakan” jawab sang penghulu wazir,

“Jangan lupa penghulu, setelah mereka masuk ke kamar masing-masing, kamu kunci pintunya dari luar dan kamu pegang kuncinya, kamu baru boleh membukanya setelah tiga hari” sang raja mengingatkan penghulu wazir,

“Baik paduka” jawab penghulu wazir, dia segera menjalankan perintah raja “menggiring” tiga menteri ke kamar mereka masing-masing, setelah mereka bertiga masuk ke kamar mereka, sang penghulu segera mengunci pintu kamar dan menyimpan kuncinya sesuai perintah raja, sebenarnya menteri kedua dan ketiga ingin protes, tapi karena ini perintah raja, yang meski dengan berat hati, mereka harus menurut.

Hari pertama ketiga menteri itu dalam “kurungan”, masih berjalan normal-normal saja, para menteri itu dapat menikmati fasilitas yang ada di kamar itu. Meski demikian dari ketiga menteri itu melakukan aktifitas yang berbeda-beda di kamar mereka masing-masing.

Menteri pertama lebih suka mengisinya dengan membaca buku-buku yang memang sudah di sediakan di kamar itu, menteri kedua lebih suka tidur-tiduran di tempat tidur mewah, sementara menteri ketiga asyik menari sambil bernyanyi-nyanyi menikmati kemewahan kamar yang tanpa disadarinya sejatinya sedang jadi “kamar tahanan” baginya.

Setelah dua belas jam berada di kamar tanpa bisa keluar, mereka pun mulai merasa lapar. Menteri petama terlihat santai saja, karena dia bisa menyantap buah-buah segar pilihan yang ada di karungnya, sementara menteri kedua terpaksa harus menyantap buah-buah setengah busuk, karena tidak ada makan lain selain apa yang dia bawa dalam karungnya Yang paling parah adalah menteri ketiga, dia sama sekali tidak menyangka bahwa akan dikurung di kamar tanpa makanan, sementara dia sendiri tidak membawa makanan apapun, dia mulai menyesali tindakan cerobohnya, mengisi karung dengan rumput dan daun-daun kering, tapi apa boleh buat, karena lapar sudah tidak tertahankan lagi, terpaksa dia mengunyah rumput-rumput itu sambil meminum air.

Meski mendapat kamar dengan fasilitas yang sama, namun nasib ketiga menteri ini sangat jauh berbeda. Menteri pertama masih tetap santai membaca sambil menikmati buah-buahan segar yang dia pilih sendiri di kebun istana, dia merasa bersyukur sudah menjalankan perintah raja dengan baik, ternyata kebaikan itu kembali kepadanya juga. Menteri kedua, meski membawa buah-buahan juga tapi buah yang dia bawa adalah buah-buah setengah busuk, karena dia mengambil buah itu sesukanya saja, kini dia mulai menyesali apa yang telah dia lakukan, buah-buah busuk yang dia bawa tidak mengenyangkan tapi malah membuat sakit perut. Yang paling menderita tentu saja menteri ketiga, sudah dua hari ini perutnya hanya berisi rumput dan air, dia sangat menyesal den gan kelakukannya sendiri, badannya mulai terlihat lemas dan kini dia hanya mampu tergolek lunglai di tempat tidur.

Sampailah pada hari ketiga, penghulu wazir membuka pintu ketiga kamar itu dan mengajak ketiga menteri itu menghadap raja. Dihadapan raja, menteri pertama terlihat segar bugar seperti tidak mengalami kejadian apapun, menteri kedua terlihat pucat karena menahan sakit perutnya, sementara menteri ketiga terpaksa harus duduk menyandar karena tubuhnya sudah sangat lemah.

Sebelum melanjutkan pertemuannya, sang raja yang merasa kasian melihat ketiga menterinya itu, menyuruh mereka untuk menikmati hidangan makanan terlebih dahulu. Menteri kedua dan ketiga terlihat paling bersemangat, mereka melahap hampir semua hidangan yang tersedia, sementara menteri pertama hanya makan sekedarnya saja. Usai mereka menikmati hidangan yang disediakan sang raja, merekapun sudah terlihat segar kembali dan siap melanjutkan pertemuan dengan sang raja,

“Wahai meteriku, sebelumnya akau minta maaf, karena sudah memberikan pembelajaran kepada kalian dengan cara yang tidak lazim” sang raja membuka pertemuan itu “Bahkan penghulu wazirpun tidak tau dengan rencanaku ini”.

Penghulu wazir hanya manggut-manggut, sementara ketiga menteri itu terdiap tanpa mengeluarkan sepatah katapun, sampai raja melanjutkan perkataannya,

“Apa yang telah kalian alami selama tiga hari ini adalah pembelajaran yang sangat berharga bagi kalian, karena kalian adalah pejabat yang mestinya tidak hanya berfikir untuk diri sendiri, tapi harus lebih meikirkan nasib rakyat kita” raja berhenti sejenak “ Karuang yang kalian bawa kemudian kalian isi di kebun itu adalah gambaran dari apa yang kalian kerjakan selama ini” sambung sang raja, menteri kedua dan ketiga nampak tersipu malu, sementara meneri pertama masih menyimak dengan khidmat.

“Aku tidak tahu isi karung yang kalian bawa, karena sesungguhnya perbuatan yang kita lakukan itu hanya Tuhan dan kita sendiri yang mengetahuinya secara persis, sementara orang lain, termasuk aku,  bisa saja kalian kelabui” sambung sang raja, menteri kedua dan ketiga semakin merasa malu dengan pa yang telah dia lakukan, meski raja sendiri tidak tau.

“Begitu juga amanat yang berada di pundak kalian, hanya Tuhan dan kalian sendiri yang tau apakan kalian menjalankan amanah itu dengan baik atau justru sebaliknya” kata yang raja dengan suara berwibawa, tiba-tiba menteri kedua dan ketiga menubruk sang raja dan bersimpuh di hadapannya,

“Ampun baginda, selama ini kami belum menjalankan amanh dengan baik, kami bertobat tidak akan mengulanginya lagi” kata mereka berdua nyaris bersamaan, sang raja hanya tersenyum,

“Dan untuk menteri pertama, aku tau persis, selama ini kamu sudah menjalankan amanah dengan baik, tapi aku tetap mengingatkan supaya kamu jangan bersikap angkuh dan sombong karena kamu telah melakukan yang terbaik” ungkap sang raja sambil menatap tajam menteri pertama,

“Ampun baginda, mudah-mudahan hamba akan terus menjaga amah ini dengan sebaik-baknya, karena dari pembelajaran yang telah padukan berikan kepada hamba selama tiga hari ini, semakin menyadarkan hamba bahwa apa yang kita lakukan apakah itu baik atau buruk, hakekatnya kan kembali kepada diri kita sendiri, meskipun orang lain tidak mengetahui apa yang telah kita lakukan” jawab menteri pertama dengan santun, sementara menteri kedua dan ketiga hanya bisa menunduk malu.

“Wahai penghulu wazir, tentu kamu sudah bisa melihat sendiri, dari penampilan ketiga menteri ini setelah dikurung selama tiga hari, sebagai orang yang sangat cerdas dan bijak, aku yakin kamu tau persis siapa menteri yang benar-benar melaksanakan perintahku dan siapa yang melalaikannya” ucap sang raja ditujukan kepada sang penghulu wazir,

“Benar paduka, sekarang hamba paham dengan pembelajaran yang telah paduka lakukan kepada ketiga menteri ini” jawab penghulu wazir, dia semakin kagum dengan sikap bijak sang raja.

Dan sejak kejadian itu, semua menteri bekerja dengan baik, tidak ada satupun menteri yang bermalas-malasan, culas dan angkuh, termasuk menteri kedua dan menteri ketiga, pembelajaran “unik” dari raja mereka, ternyata telah membuat mereka sadar akan kesalahan-kesalahan yang telah mereka lakukan selama ini.

Kisah-kisah Teladan Menakjubkan Tentang Semangat Menuntut Ilmu

      Kisah-kisah Teladan Menakjubkan Tentang Semangat Menuntut Ilmu

Suhefriandi

        Berikut ini adalah sepenggal kisah-kisah menakjubkan tentang kesungguhan para Ulama dalam menuntut ilmu. Semoga bisa menjadi pelajaran dan teladan bagi kita untuk bersemangat menjalankan aktifitas ilmiyyah : menempuh perjalanan menghadiri majelis ilmu, mencatat, murojaah (mengingat kembali pelajaran yang sudah didapat), membaca buku-buku para Ulama’, merangkum, meringkas, menyadur dan menyalin tulisan para ulama, mencatat faidah-faidah ilmu yang kita lihat dan dengar, mendengarkan rekaman ceramah-ceramah ilmiyyah melalui file-file audio, dan semisalnya.

Sesungguhnya menuntut ilmu adalah ibadah, bahkan menurut al-Imam asy-Syafi’i:

طَلَبُ الْعِلْمِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ النَّافِلَةِ

Menuntut ilmu lebih utama dibandingkan sholat Sunnah (Musnad asySyafi’i (1/249), Tafsir alBaghowy (4/113), Faidhul Qodiir (4/355))

Kisah-kisah nyata berikut ini sebagian besar disarikan dari kitab alMusyawwaq ilal Qiro-ah wa tholabil ‘ilm karya Ali bin Muhammad al-‘Imran.

KESABARAN DAN KESUNGGUHAN MENUNTUT ILMU

Ibnu Thahir al-Maqdisy berkata : Aku dua kali kencing darah dalam menuntut ilmu hadits, sekali di Baghdad dan sekali di Mekkah. Aku berjalan bertelanjang kaki di panas terik matahari dan tidak berkendaraan dalam menuntut ilmu hadits sambil memanggul kitab-kitab di punggungku

BELAJAR SETIAP HARI

Al-Imam anNawawy setiap hari membaca 12 jenis ilmu yang berbeda (Fiqh, Hadits, Tafsir, dsb..)

MEMBACA KITAB SEBAGAI PENGUSIR KANTUK

Ibnul Jahm membaca kitab jika beliau mengantuk, pada saat yang bukan semestinya. Sehingga beliau bisa segar kembali.

BERUSAHA MENDAPATKAN FAIDAH ILMU MESKI DI KAMAR MANDI

Majduddin Ibn Taimiyyah (Kakek Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah) jika akan masuk kamar mandi berkata kepada orang yang ada di sekitarnya: Bacalah kitab ini dengan suara keras agar aku bisa mendengarnya di kamar mandi.

40 TAHUN TIDAKLAH TIDUR KECUALI KITAB BERADA DI ATAS DADANYA

Al-Hasan alLu’lu-i selama 40 tahun tidaklah tidur kecuali kitab berada di atas dadanya.

TIDAKLAH BERJALAN KECUALI BERSAMANYA ADA KITAB

Al-Hafidz alKhothib tidaklah berjalan kecuali bersamanya kitab yang dibaca, demikian juga Abu Nu’aim alAsbahaany (penulis kitab Hilyatul Awliyaa’)

MENJUAL RUMAH UNTUK MEMBELI KITAB

Al-Hafidz Abul ‘Alaa a-Hamadzaaniy menjual rumahnya seharga 60 dinar untuk membeli kitab-kitab Ibnul Jawaaliiqy

KEMAMPUAN MEMBACA YANG LUAR BIASA

Ibnul Jauzy  sepanjang hidupnya telah membaca lebih dari 20.000 jilid kitab

Al-Khothib al-Baghdady membaca Shahih al-Bukhari dalam 3 majelis ( 3 malam), setiap malam mulai ba’da Maghrib hingga Subuh (jeda sholat)

Catatan : Shahih alBukhari terdiri dari 7008 hadits, sehingga rata-rata dalam satu kali majelis (satu malam) dibaca 2336 hadits.

Abdullah bin Sa’id bin Lubbaj al-Umawy dibacakan kepada beliau Shahih Muslim selama seminggu dalam sehari 2 kali pertemuan (pagi dan sore) di masjid Qurtubah Andalus setelah beliau pulang dari Makkah.

Catatan : Shahih Muslim terdiri dari  5362 hadits

Al-Hafidz Zainuddin al-Iraqy membaca Musnad Ahmad dalam 30 majelis (pertemuan)

Catatan : Musnad Ahmad terdiri dari 26.363 hadits, sehingga rata-rata dalam sekali majelis membacakan lebih dari 878 hadits.

Al-‘Izz bin Abdissalaam membaca kitab Nihaayatul Mathlab 40 jilid dalam tiga hari (Rabu, Kamis, dan Jumat) di masjid.

Al-Mu’taman as-Saaji membaca kitab al-Fashil  465 halaman (kitab pertama tentang Mustholah hadits) dalam 1 majelis.

Salah seorang penuntut ilmu membacakan di hadapan Syaikh Bin Baz Sunan anNasaa’i selama 27 majelis

Catatan : jika yang dimaksud adalah Sunan anNasaai as-Sughra terdiri dari 5662 hadits, sehingga rata-rata lebih dari 209 hadits dalam satu majelis.

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany rata-rata menghabiskan waktu selama 12 jam sehari untuk membaca buku-buku hadits di perpustakaan.

MENGULANG-ULANG MEMBACA SUATU KITAB HINGGA BERKALI-KALI

Al-Muzani berkata: Aku telah membaca kitab arRisalah (karya asy-Syafi’i) sejak 50 tahun lalu dan setiap kali aku baca aku menemukan faidah yang tidak ditemukan sebelumnya.

Gholib bin Abdirrahman bin Gholib al-Muhaariby telah membaca Shahih alBukhari sebanyak 700 kali.

KESUNGGUHAN MENULIS

Ismail bin Zaid dalam semalam menulis 90 kertas dengan tulisan yang rapi.

Ahmad bin Abdid Da-im al-Maqdisiy telah menulis/ menyalin lebih dari 2000 jilid kitab-kitab. Jika senggang, dalam sehari bisa menyelesaikan salinan 9 buku. Jika sibuk dalam sehari menyalin 2 buku.

Ibnu Thahir berkata: saya menyalin Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, dan Sunan Abi Dawud 7 kali dengan upah, dan Sunan Ibn Majah 10 kali

Ibnul Jauzy dalam setahun rata-rata menyalin 50-60 jilid buku

Muhammad bin Mukarrom yang lebih dikenal dengan Ibnu Mandzhur –penulis Lisaanul Arab- ketika meninggal mewariskan 500 jilid buku tulisan tangan

Abu Abdillah alHusain bin Ahmad alBaihaqy adalah seseorang yang cacat sehingga tidak memiliki jari tangan, namun ia berusaha untuk menulis dengan meletakkan kertas di tanah dan menahannya dengan kakinya, kemudian menulis dengan bantuan 2 telapak tangannya. Ia bisa menghasilkan tulisan yang jelas dan bisa dibaca. Kadangkala dalam sehari ia bisa menyelesaikan tulisan sebanyak 50-an kertas.

SANGAT BERSEMANGAT DALAM MENCATAT FAIDAH

Al-Imam anNawawy berkata: Janganlah sekali-kali seseorang meremehkan suatu faidah (ilmu) yang ia lihat atau dengar. Segeralah ia tulis dan sering-sering mengulang kembali.

Al-Imam al-Bukhary dalam semalam seringkali terbangun, menyalakan lampu, menulis apa yang teringat dalam benaknya, kemudian beranjak akan tidur, terbangun lagi , dan seterusnya hingga 18 kali.

Abul Qosim bin Ward atTamiimy jika diberikan kepada beliau suatu kitab beliau akan membaca dari atas hingga bawah, jika menemukan faidah baru beliau tulis dalam kertas tersendiri hingga terkumpul suatu pokok bahasan khusus.

BERSAMA ILMU HINGGA MENJELANG AJAL

Abu Zur’ah arRaaziy ketika menjelang ajal dijenguk oleh sahabat-sahabatnya ahlul hadits mereka mengisyaratkan hadits tentang talqin Laa Ilaaha Illallaah. Hingga Abu Zur’ah berkata:

روى عبدالحميد بن جعفر، عن صالح بن أبي عريب، عن كثير بن مرَّة، عن معاذ عن النبي – صلى الله عليه وسلم -: ((من كان آخر كلامه: لا إله إلا الله دخلَ الجنة))

Abdul Humaid bin Ja’far meriwayatkan dari Sholih bin Abi Uraib dari Katsir bin Murroh dari Muadz dari Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam: Barangsiapa yang akhir ucapannya adalah Laa Ilaaha Illallaah maka ia masuk surga.

Kemudian Abu Zur’ah meninggal dunia

Ibn Abi Hatim berkata: Aku masuk ke ruangan ayahku (Abu Hatim arRaziy) ketika beliau menjelang ajal dalam keadaan aku tidak mengetahuinya aku bertanya kepadanya tentang Uqbah bin Abdil Ghofir apakah ia adalah Sahabat Nabi? Ayahku menggeleng. Aku bertanya: Apakah ia Sahabat Nabi? Ayahku berkata: Bukan. Ia adalah tabi’in. Tidak berapa lama kemudian Abu Hatim meninggal dunia

Source : Ustadz Kharisman

Minggu, 11 September 2016

PERASAAN BOSAN

        Seorang tua yang bijak ditanya oleh tamunya.

Tamu : "Sebenarnya apa itu perasaan 'bosan', Pak Tua?"

Pak Tua : "Bosan adalah keadaan di mana pikiran menginginkan perubahan, mendambakan sesuatu yang baru, dan menginginkan berhentinya rutinitas hidup dan keadaan yang monoton dari waktu ke waktu."

Tamu : "Kenapa kita merasa bosan?"

Pak Tua : "Karena kita tidak pernah merasa puas dengan apa yang kita miliki."

Tamu : "Bagaimana menghilangkan kebosanan?"

Pak Tua : "Hanya ada satu cara, nikmatilah kebosanan itu, maka kita pun akan terbebas darinya."

Tamu : "Bagaimana mungkin bisa menikmati kebosanan?"

Pak Tua: "Bertanyalah pada dirimu sendiri: mengapa kamu tidak pernah bosan makan nasi yang sama rasanya setiap hari?"

Tamu : "Karena kita makan nasi dengan lauk dan sayur yang berbeda, Pak Tua."

Pak Tua : "Benar sekali, anakku, tambahkan sesuatu yang baru dalam rutinitasmu maka kebosanan pun akan hilang."

Tamu: "Bagaimana menambahkan hal baru dalam rutinitas?"

Pak Tua : "Ubahlah caramu melakukan rutinitas itu. Kalau biasanya menulis sambil duduk, cobalah menulis sambil jongkok atau berbaring. Kalau biasanya membaca di kursi, cobalah membaca sambil berjalan-jalan atau meloncat-loncat. Kalau biasanya menelpon dengan tangan kanan, cobalah dengan tangan kiri atau dengan kaki kalau bisa. Dan seterusnya."

Lalu Tamu itu pun pergi.

Beberapa hari kemudian Tamu itu mengunjungi Pak Tua lagi.

Tamu : "Pak tua, saya sudah melakukan apa yang Anda sarankan, kenapa saya masih merasa bosan juga?"

Pak Tua : "Coba lakukan sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan."

Tamu : "Contohnya? "

Pak Tua : "Mainkan permainan yang paling kamu senangi di waktu kecil dulu."

Lalu Tamu itu pun pergi.

Beberapa minggu kemudian, Tamu itu datang lagi ke rumah Pak Tua.

Tamu : "Pak tua, saya melakukan apa yang Anda sarankan. Di setiap waktu senggang saya bermain sepuas-puasnya semua permainan anak-anak yang saya senangi dulu. Dan keajaibanpun terjadi. Sampai sekarang saya tidak pernah merasa bosan lagi, meskipun di saat saya melakukan hal-hal yang dulu pernah saya anggap membosankan. Kenapa bisa demikian, Pak Tua?"

Sambil tersenyum Pak Tua berkata: "Karena segala sesuatu sebenarnya berasal dari pikiranmu sendiri, anakku. Kebosanan itu pun berasal dari pikiranmu yang berpikir tentang kebosanan. Saya menyuruhmu bermain seperti anak kecil agar pikiranmu menjadi ceria. Sekarang kamu tidak merasa bosan lagi karena pikiranmu tentang keceriaan berhasil mengalahkan pikiranmu tentang kebosanan. Segala sesuatu berasal dari pikiran. Berpikir bosan menyebabkan kau bosan. Berpikir ceria menjadikan kamu ceria."

PAPAN DAN RAYAP

      Dikisahkan dua orang laki-laki bekerja keras membuat sebuah perahu. Ketika sedang sibuk bekerja mereka berdua menemukan rayap disebuah papan. Salah seorang dari mereka kemudian ingin membuang papan itu tapi temannya melarang. Dia berkata, ”kenapa papan ini dibuang? Kan sayang. Lagipula tidak ada masalah. Cuma kena rayap sedikit saja.”

     Karena tidak ingin mengecewakan temannya, papan yang ada rayapnya pun digunakan untuk membuat perahu. Selang beberapa hari, perahu pun selesai dan sudah bisa digunakan untuk melayari lautan.

      Tapi beberapa tahun kemudian, rayap-rayap itu ternyata bertelur dan menetas. Rayap-rayap itu kemudian menggerogoti kayu kapal. Bahkan rayap-rayap itu menyebar kemana-mana hingga memakan kayu yang ada di lambung kapal.

      Kapal terus digunakan dan tak seorang pun sadar hingga akhirnya, kayu-kayu perahu itu pun mulai keropos. Dan, ketika dihantam oleh ombak besar, air berhasil menembus masuk dari celah-celah dan lubang-lubang kayu.

       Karena hujan juga sering turun dengan deras, para awak perahu tidak mampu lagi menguras air yang masuk ke dalam perahu sehingga akhirnya perahu itu karam. Di dalamnya terdapat barang-barang berharga dan nyawa manusia.

....

Sahabatku, Kalau saja kita sadar bahwa malapetaka besar ini sebenarnya berasal dari hal yang remeh dan tidak berharga seperti papan yang sudah kena rayap. Kalau saja ketika membuat perahu dahulu papan itu dibuang, tentu saja malapetaka ini bisa dicegah.

Dan, begitulah kalau pada kenyataannya kita sering tidak sadar kalau perbuatan-perbuatan kesalahan kecil dan remeh yang kita lakukan kadang-kadang justru malah menimbulkan malapetaka besar.

orang arif bijak pernah berkata :"Berhati-hatilah dan berhematlah atas pengeluaran-pengeluaran kecil. kebocoran kecil bisa mengaramkan kapal."

Semoga bermanfaat... Salam Motivasi...!

Jumat, 02 September 2016

SEMPURNA


                        SEMPURNA

Suhefriandi

       Seorang Guru tua sedang membuat Kue Bolu untuk murid-muridnya, setiap selesai memanggang  Bolu tersebut, sang guru  meletakan ke piring murid dan berkata “ SEMPURNA ”, sang murid bingung mengapa sang Guru selalu mengucap sempurna meskipun bentuk dari kue Bolu itu tidak bundar dan dibagian tepi terlihat banyak yg hangus.

       Akhirnya salah satu murid memberanikan bertanya untuk mengusir kebingungannya , “ Guru mengapa guru selalu berujar SEMPURNA walaupun bentuk dari kue Bolu ini tidak SEMPURNA ?”. Sang Guru tetap asyik dengan memanggangnya tanpa menghiraukan pertanyaan itu, dan kembali sambil meletakan kue Bolu di piring sang murid sambil  berguman “ SEMPURNA ”

Kesadaran sang Guru telah melewati DUALITAS , pada titik ini mata tidak melihat KEJELAKAN DAN KEBAIKAN. Hakim pikiran sudah nyenyak terlelap, apa yang terlihat adalah apa yang ada. Yang bagus tidak diterima yang buruk tidak ditolak. Semuanya bagaikan saudara kembar. Semua berasal dari satu muara, tidak ada kawan dan tidak ada lawan, semua tercipta oleh tangan yang sama.

Dicaci tidak tersinggung, dipuji tidak tersanjung, ia yang IKHLAS, ia yang telah kehilangan EGONYA, ia yang menyerah sepenuhnya pada ALLAH SWT adalah ia yang melihat semuanya sempurna.