Senin, 12 September 2016

IKHLAS " Belajar dari Bunda Siti Hajar

 Suhefriandi

     Bunda Siti Hajar protes. Mengapa suaminya meninggalkan dia dan anaknya yang masih kecil di padang pasir tak bertuan. Seperti jamaknya dia hanya bisa menduga bahwa ini akibat kecemburuan Bunda Siti Sarah, istri pertama suaminya yang belum juga bisa memberi putra. Bunda Siti Hajar mengejar  Nabi Ibrahim, suaminya, dan berteriak: "Mengapa engkau tega meninggalkan kami di sini? Bagaimana kami bisa bertahan hidup?" Nabi Ibrahim AS terus melangkah meninggalkan keduanya, tanpa menoleh, tanpa memperlihatkan air matanya yang meleleh. Remuk redam perasaannya terjepit antara pengabdian dan pembiaran.

Bunda Siti Hajar masih terus mengejar sambil menggendong Nabi Ismail, kali ini dia setengah menjerit, dan jeritannya menembus langit, "Apakah ini perintah Tuhanmu?" Kali ini Nabi Ibrahim AS , sang khalilullah, berhenti melangkah. Dunia seolah berhenti berputar. Malaikat yang menyaksikan peristiwa itu pun turut terdiam menanti jawaban Nabi Ibrahim AS. Butir pasir seolah terpaku kaku. Angin seolah berhenti mendesah. Pertanyaan, atau lebih tepatnya gugatan Bunda Siti Hajar membuat semua terkesiap.

Nabi Ibrahim AS membalik tubuhnya, dan berkata tegas, "Iya!". Bunda Siti Hajar berhenti mengejar. dia terdiam. Lantas meluncurlah kata-kata dari bibirnya, yang memgagetkan semuanya: malaikat, butir pasir dan angin.  "Jikalau ini perintah dari Tuhanmu, pergilah, tinggalkan kami di sini. Jangan khawatir. Tuhan akan menjaga kami." Nabi Ibrahim AS pun beranjak pergi. Dilema itu punah sudah. Ini sebuah pengabdian, atas nama perintah, bukan sebuah pembiaran. Peristiwa Bunda Siti Hajar dan Nabi Ibrahim AS ini adalah romantisme keberkahan.

Itulah ikhlas. Ikhlas adalah wujud sebuah keyakinan mutlak pada Sang Maha Mutlak. Ikhlas adalah kepasrahan bukan  mengalah apalagi menyerah kalah. Ikhlas itu adalah engkau sanggup berlari melawan dan mengejar, namun engkau memilh patuh dan tunduk. Ikhlas adalah sebuah kekuatan menundukkan diri sendiri dan semua yang engkau cintai. Ikhlas adalah memilih jalanNya, bukan karena engkau terpojok tak punya jalan lain. Ikhlas bukan lari dari kenyataan. Ikhlas bukan karena terpaksa. Ikhlas bukan merasionalisasi tindakan, bukan mengalkulasi hasil akhir. Ikhlas tak pernah berhitung. Ikhlas tak pernah pula menepuk dada. Ikhlas itu tangga menujuNya. Ikhlas itu mendengar perintahNya dan menaatiNya. Ikhlas adalah ikhlas. Titik.

"Belum cukupkah engkau memahami apa itu ikhlas dari diamnya Bunda Siti Hajar dan perginya Nabi Ibrahim ?"

Dan aku, kamu, serta kita....semuanya tertunduk pasrah bersama Malaikat, butir AS pasir dan angin.        

Selamat hari 'idul adha
10 Dzulhijah 1437H


Tidak ada komentar:

Posting Komentar