Suhefriandi, Sp.d,MM
Sirah Nabawiyah ( Sejarah Hidup Rasulullah saw)
Baiat Aqabah dan Hijrahnya para sahabat.
Memasuki tahun ke 11 kenabian, Islam mulai tersebar di Madinah ( d/h Yatsrib). Ini berkat kaum Khahraj yang menepati janji mereka terhadap Rasulullah untuk mengajak seluruh saudara dan handai taulan mereka di Madinah untuk memeluk Islam. Tahun berikutnya, yaitu pada tahun 621 M pada musim haji, 12 orang lelaki dari suku Anshar datang menemui Rasulullah di Aqabah. Mereka datang untuk berbaiat (berjanji setia) kepada beliau. Peristiwa ini dikenal dengan nama Baiat Aqabah I atau Baiat Perempuan karena isinya sama dengan baiat yang dilakukan Rasulullah dengan kaum perempuan beberapa tahun kemudian.
“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatupun dengan Allah; tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(QS.Al-Mumtahanah(60):12).
“ Berbaitlah kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anakmu, tidak berdusta untuk menutupi-nutupi apa yang ada di depan atau di belakangmu dan tidak akan membantah perintahku dalam hal kebaikan. Jika kamu memenuhi, pahalanya terserah kepada Allah. Jika kamu melanggar sesesuatu dari janji itu lalu dihukumdi dunia maka hukuman itu merupakan kafarat baginya. Jika kamu melanggar sesuatu dari janji itu kemudian Allah menutupinya maka urusannya kepada Allah. Bila menghendaki, Allah akan menyiksanya atau memberi ampunan menurut kehendak-Nya”. Ubaidah bin Shamit, sebagai satu diantara 12 lelaki Anshar, mengatakan :“Kami kemudian berbait kepada Rasulullah untuk menepatinya”.
Usia berbaiat ke 12 orang lelaki tersebut kembali ke Madinah dengan didampingi Mushab bin Umair yang diutus Rasulullah agar mengajarkan Al-Quran kepada penduduk Madinah. Itu sebabnya dikemudian hari Mushab dikenal dengan nama Muqri’ul ( nara sumber ) Madinah. Mushab adalah salah seorang sahabat yang memiliki dedikasi tinggi terhadap Islam. Ia rela meninggalkan kehidupan remajanya yang serba ‘wah’ demi Islam. ( Click:http://vienmuhadi.com/2009/01/19/kisah-mush%E2%80%99ab-bin-umair/ )
Tahun berikutnya lagi, yaitu tahun 622 M, juga pada musim haji, Mush’ab kembali ke Mekkah dengan membawa 70 orang lelaki dan 2 orang perempuan, yaitu Nasibah binti Ka’ab dan Asma binti Amr bin Addi. Mereka masuk ke Mekkah dengan menyusup di tengah-tengah rombongan kaum musyrik Madinah yang pergi haji. Pada tengah malam di hari tasyrik, secara sembunyi-sembunyi mereka menuju ke lembah di Aqabah, lembah dimana tahun sebelumnya terjadi Baiat Aqabah I. Mereka datang untuk menemui Rasulullah dan berbaiat. Baiat ini disebut Baiat Aqabah II.
“ Aku baiat kalian untuk membelaku sebagaimana kalian membela istri-istri dan anak-anakmu: demikian Rasulullah bersabda. Kemudian Barra’ bin Ma’rur menjabat tangan Rasulullah sambil berucap : “ Ya, demi Allah yang mengutusmu sebagai nabi dengan membawa kebenaran, kami berjanji akan membelamu sebagaimana kami membela diri kami sendiri. Baiatlah kami, wahai Rasulullah ! Demi Allah, kami adalah orang-orang yang ahli perang dan ahli senjata secara turun temurun”.
Begitulah mereka berbaiat. Bila pada Baiat I dulu sekelompok orang-orang Madinah berjanji untuk tidak menyekutukan Allah, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak mereka dan tidak berdusta maka pada Baiat kedua ini mereka berjanji setia untuk membela dan melindungi Rasulullah.
Tampak bahwa selama 1 tahun di Madinah itu, dengan izin Allah swt, Mushab telah berhasil mengajak penduduk kota tersebut untuk mengenal Tuhan-Nya dengan sangat baik. Begitu besar rasa cinta mereka pada-Nya hingga dengan secara sadar mereka mau berbaiat; membela dan mencintai Rasulullah sebagaimana mereka membela diri dan anak istri mereka. Bahkan merekapun langsung menyatakan kesediaan mereka untuk mengangkat senjata dan menyerang Mina saat itu juga bila Rasulullah menghendaki ! Namun Rasulullah menjawab bahwa Allah belum memerintahkan untuk itu.
Hasan berkata, “ Suatu saat, pada masa Rasulullah, sekelompok orang berkata, “ Wahai Rasulullah, Demi Allah, sesungguhnya kami amat mencintai Tuhan kami”. Atas hal itu, Allah lalu menurunkan ayat 31-32 surat Ali Imran, sebagai tuntunan bagi orang yang ingin mencintai Allah, yaitu dengan mencintai utusan-Nya dan berpaling dari kekafiran”. ( HR. Ibnu Mundzir).
“ Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: “Ta`atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”. (QS. Ali Imran(3):31-32).
Keesokan harinya, beberapa orang Quraisy mendatangi kemah mereka. Dengan penuh kemarahan orang-orang Quraisy itu menyatakan bahwa mereka mendengar orang-orang Khahraj telah berbaiat kepada Muhammad dan berniat membawa Muhammad pergi meninggalkan Mekkah. Beruntung, tiba-tiba sejumlah orang musyrik Madinah datang dan bersumpah bahwa berita tersebut sama sekali tidak benar.
Orang-orang Quraisy baru menyadari bahwa berita tersebut benar setelah rombongan haji dari Madinah tersebut telah pergi meninggalkan lokasi. Merekapun segera mengejar dan mencari orang-orang Khahraj tadi. Mereka akhirnya berhasil menangkap dua diantara orang Khahraj. Namun salah satunya berhasil melarikan diri hingga tinggal satu yang berhasil ditangkap dan disandera kaum Quraisy. Kemudian dengan kedua tangan diikat ke leher, ia diseret ke Mekah kembali. Beruntung ia mempunyai kenalan yang dapat memberinya hak perlindungan, sebuah kebiasaan yang telah berlaku di tanah Arab, hingga akhirnya iapun dibebaskan.
Namun di lain pihak, dengan adanya berita tersebut, orang-orang Quraisy makin gencar meningkatkan penyiksaan dan tekanan mereka terhadap kaum Muslim Mekkah. Penyiksaan demi penyiksaan, cemoohan, cacian dan hinaan terjadi setiap hari. Akibatnya banyak diantara pemeluk Islam generasi awal tersebut yang akhirnya terpaksa menyembunyikan keislaman mereka.
Dapat dibayangkan betapa sulitnya dakwah Islam berkembang. Bila pada tahap dakwah secara diam-diam yang berlangsung selama 3 tahun pengikut Islam terhitung sekitar 40 orang maka 9 tahun berikutnya, setelah dakwah terang-terangan pengikut Islam hanya mencapai 70 orang-an saja. Berarti selama 9 tahun, mati-matian Rasulullah berdakwah, hanya bertambah 30 orang saja !
Akhirnya karena tidak tahan terhadap perlakuan orang Quraisy para sahabatpun mulai mengeluh, memohon kepada Rasulullah agar diperbolehkan berhijrah. Kemana saja, yang penting tidak di kota Mekah yang suasananya sama sekali tidak mendukung mereka untuk menjalankan ajaran dengan baik. Permintaan mereka terjawab karena tidak lama kemudian turunlah ayat yang memerintahkan agar umat Islam yang hanya segelintir itu untuk segera berhijrah
“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.” (QS.Ali Imran(3):195).
“ Sesungguhnya akupun telah diberi tahu bahwa tempat kalian adalah Yatsrib. Barangsiapa ingin keluar maka hendaklah keluar ke Yatsrib”, demikian Rasulullah menanggapi permohonan para sahabat.
Para sahabatpun kemudian segera berkemas. Tidak sedikitpun barang dan harta benda yang dapat dibawa karena mereka harus meninggalkan Mekah, kota kelahiran dimana seluruh anggota berkumpul, dimana seluruh harta dan pekerjaan berada, secara sembunyi-sembunyi. Karena ketika keberangkatan mereka tercium oleh orang-orang Quraisy, mereka akan segera mengejarnya dan mengembalikan ke Mekah dengan paksa. Ini adalah yang dialami salah satunya oleh Ummu Salamah ra.( Click:http://vienmuhadi.com/2010/09/01/hindun-binti-suhail-ummu-salamah-ra-ummirul-mukminin/ ) .
Hanya Umar bin Khattab ra, satu-satunya sahabat yang dengan terang-terangan bahkan secara provokatif mengumukan kepergiannya ke Yatsrib (Madinah). Dibawah tatapan kesal tokoh-tokoh Quraisy, ia melakukan thawaf tujuh kali dengan pedang, busur, panah dan tongkat ditangan. Setelah itu ia menghampiri Maqam Ibrahim yang berada di salah sudut Ka’bah seraya berkata lantang : “ Barangsiapa ingin ibunya kehilangan anaknya, ingin istrinya menjadi janda atau ingin anaknya menjadi yatim piatu hendaklah ia menghadangku di balik lembah ini ! “. Namun tak seorangpun yang berani menghadapi tantangan calon khalifah kedua yang gagah berani tersebut.
Hijrah atau pindah dari satu kota ke kota yang lain, dengan meninggalkan sanak saudara, handaitaulan, harta benda dan pekerjaan tetap bukanlah hal mudah. Namun inilah yang dilakukan para sahabat. Karena bagi mereka kecintaan, ketaatan dan ketakwaan kepada Allah swt, Sang Khalik adalah sesuatu yang tidak dapat ditawar-tawar. Karena bagi mereka Allah adalah diatas segalanya. Untuk itu dibutuhkan pengorbanan dan keberanian luar biasa.
” Kemudian Tuhanmu (pelindung) bagi orang yang berhijrah setelah menderita cobaan, … … “. (QS.An-Nahl(16):110) .
Umar bin Hakam mengatakan bahwa Abu Fukhaihah, Bilal bin Rahah, Shuhaib, Amir bin Fuhairah dan beberapa orang Muslim lain yang ketika hendak hijrah ke Madinah, disiksa kaum musryikin Mekah. Akibat siksaan itu mereka sampai tidak sadarkan diri. (HR. Ibnu Sa’ad).
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya”.(QS.Al-Baqarah(2):207).
Sa’id bin Musayyab berkata, “ Suatu hari, Shuhaib berhijrah ke Madinah. Di perjalanan ia dikejar orang-orang kafir Quraisy. Ia kemudian turun dari tunggangannya. Dengan anak panah di tangan ia berseru, ” Wahai musyrik Mekah, Demi Allah kalian tentu mengetahui bahwa aku adalah seorang pemanah ulung. Kalian tidak akan bisa menyerangku. Maka pilihlah, kalian semua mati terbunuh atau kalian dapat memiliki semua hartaku di Mekah dengan syarat kalian tidak mengganggu hijrahku ke Madinah”. Orang-orang kafir itu memilih harta Shuhaib dan membiarkannya pergi. Setibanya di Madinah, Shuhaib menceritakan peristiwa yang menimpanya itu kepada Rasulullah. Rasul kemudian bersabda : “ Engkau telah beruntung, wahai Abi Yahya”. Tak lama kemudian turun ayat di atas. ( HR Harits bin Abi Usamah).
“Maka Luth membenarkan (kenabian) nya. Dan berkatalah Ibrahim: “Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku (kepadaku); sesungguhnya Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(QS.Al-Ankabut(29):26).
Begitu pula yang dicontohkan nabi Ibrahim as. Beliau berhijrah ketika kota yang ditempatinya tidak mendukung perkembangan perintah Tuhannya, Allah swt.
Namun bagi mereka yang kurang begitu kokoh keimanannya hal ini tentu saja terasa amat memberatkan. Itu sebabnya ada sebagian orang yang telah menyatakan ke-Islam-annya tapi tidak berani berhijrah. Mereka khawatir bila mereka meninggalkan tanah kelahirannya maka akan susah hidupnya. Karena bagi mereka harta dan sanak saudara adalah segalanya meski mereka sulit menjalankan ibadah. Tampaknya bisikan syaitan begitu kuat hingga mereka lupa bahwa balasan bagi mereka kelak adalah neraka. Allah swt hanya mau memaafkan orang yang tidak berhijrah karena memang mereka lemah. Seperti anak-anak, perempuan, budak dan orang yang benar-benar tidak tahu jalan menuju Madinah.
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”. Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)”. Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?”. Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah). Mereka itu, mudah-mudahan Allah mema`afkannya. Dan adalah Allah Maha Pema`af lagi Maha Pengampun”. (QS.An-Nisa’(4):97-99).
Jadi hijrah sebenarnya selain pertolongan juga adalah cobaan. Dengan hijrah dapat dibedakan mana orang yang benar-benar takwa mana yang hanya bermain-main. Mana yang lebih menyukai dan mencintai Tuhannya mana yang lebih mencintai harta benda. Mana yang lebih menyukai kehidupan akhirat mana yang lebih memilih kehidupan dunia.
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS. Al-Ankabut(29):2).
Para sahabat adalah orang-orang yang mencintai Tuhannya, Allah swt, lebih dari apapun. Mereka yang hijrah dari Mekah karena sulit menjalankan ajaran Islam ke Madinah dinamakan kaum Muhajirin. Mereka siap berani mengambil resiko tak mempunyai sedikitpun harta dan kehilangan orang-orang yang mereka cintai asalkan Allah swt ridho terhadap mereka.
Sementara penduduk Madinah yang telah memeluk Islam dan siap menerima saudara-saudara mereka seiman yang hijrah demi mencari ridho-Nya disebut kaum Anshar.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi … …” (QS.Al-Anfal(8):72)
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain.” (HR. Muslim).
Itulah ikatan yang terjadi antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar di Madinah Mereka saling menyayangi karena Allah swt. Para sahabat sebagai pemeluk Islam tahap awal dari Mekah yang selama 12 tahun hidup tertindas dan tertekan akhirnya dapat merasakan buah ketakwaan mereka. Walaupun bukan di kota kelahiran mereka melainkan di Madinah.
Padahal penduduk Madinah sendiri belum genap 2 tahun mengenal ajaran Islam. Ini adalah skenario Allah swt. Dimulai dengan kunjungan sekelompok orang Khahraj pada tahun ke 11 kenabian kemudian disusul dengan adanya Baiat Aqabah I dan II, Allah swt berkehendak bahwa Islam bakal berkembang pesat dari Madinah. Dalam waktu relatif singkat masyarakat Madinah tiba-tiba telah siap menerima kehadiran Rasulullah Muhammad saw dan ajarannya beserta para sahabat yang telah lebih dahulu memeluk Islam. Dan dibalut dengan ikatan semangat persaudaraan yang sungguh mengejutkan pula !
( Bersambung ).
Wallahu’alam bish shawwab.
Paris, 17 Oktober 2010.
Vien AM.
Posted in Sirah Nabawiyah ( Sejarah Hidup Rasulullah saw) | Leave a comment
XIII. Hijrah ke Madinah.
June 21, 2011 by Vien AM
Kekesalan orang-orang kafir Quraisy makin meningkat mengetahui bahwa sebagian besar pemeluk Islam Mekah telah pergi meninggalkan kota dan disambut baik pula oleh penduduk Yatsrib ( Madinah). Dan pada puncaknya mereka memutuskan untuk mengadakan pertemuan darurat. Dalam pertemuan tersebut diambil keputusan bahwa Muhammad harus dibunuh secepatnya sebelum beliau meninggalkan Mekah. Diputuskan bahwa setiap suku harus mengirimkan seorang utusannya. Kemudian secara bersama-sama mereka akan membunuh Rasulullah. Dengan demikian keluarga besar nabi ( bani Manaf) tidak akan berani menuntut balas kematian anggota keluarganya itu. (Menuntut balas atas kematian salah seorang anggota keluarga adalah suatu hal yang biasa terjadi di tanah Arab).
“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya”. (QS.Al-Anfal(8):30).
Maka pada malam hari yang telah ditentukan merekapun berkumpul di depan pintu kamar Rasulullah. Secara kasar dan tiba-tiba mereka mendobrak pintu. Namun yang mereka dapati di atas pembaringan kamar tersebut ternyata hanya Ali bin Abu Thalib ! Karena tanpa mereka ketahui, menjelang magrib Rasulullah telah menyelinap keluar kamar dan menuju rumah Abu Bakar ra. Berdua mereka meninggalkan Mekah dengan mengendarai dua ekor unta terbaik yang telah dipersiapkan sebelumnya oleh sahabat baik nabi tersebut. Beberapa riwayat menceritakan bahwa ketika Rasulullah meninggalkan kamar, beliau menaburkan sejumlah pasir ke muka orang-orang Quraisy yang ketika itu berjaga di depan kamar beliau sambil membaca ayat berikut :
“ Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat”.(QS.Yasin(36):9 ).
Tak seorangpun yang mengetahui kepergian Rasulullah kecuali Ali dan anak-anak Abu Bakar, yaitu Abdullah, Asma dan Aisyah serta pembantu setia Abu Bakar. Dengan menyewa seorang penunjuk jalan yang dapat dipercaya, Rasulullah dan Abu Bakar menelusuri jalan yang tidak lazim digunakan. Mereka mengambil jalur berputar ke arah Yaman di selatan. Di suatu tempat sekitar 6 km Mekah, mereka berpisah, si penunjuk jalan kembali ke Mekah sedangkan Rasulullah dan Abu Bakar bersembunyi di sebuah gua di sekitar tempat tersebut.
(Gua Thur,Click: http://www.youtube.com/watch?v=RMq2mYXPdsk&feature=related )
Di gua ini mereka tinggal selama 3 malam. Abdullah bin Abu Bakar yang belakangan menyusul bertugas mengawasi keadaan. Asma dan Aisyah bertugas mengirim makanan. Sedangkan pembantu Abu Bakar setiap pagi dengan berpura-pura menggembalakan kambing hingga sore hari bertugas menghapus jejak. Namun selama 3 malam di dalam gua itu bukannya tanpa kesulitan. Sejumlah riwayat menceritakan keberadaan seekor ular di balik gua tersebut.
Suatu saat Rasulullah tertidur di bahu Abu Bakar. Ketika itulah tiba-tiba Abu Bakar melihat seekor ular datang perlahan mendekatinya. Tiba-tiba ular tersebut mematuk kakinya. Abu Bakar menahan nafas. Ia tidak berani bergerak karena khawatir membangunkan Rasulullah. Setelah beberapa detik melilit kaki Abu Bakar yang berusaha tenang, ular tersebut lalu pergi menjauh. Beberapa menit kemudian Abu Bakar merasa tubuhnya panas terbakar. Rupanya racun ular mulai bereaksi. Didorong rasa cintanya yang begitu tinggi terhadap kekasih Allah ini, Abu Bakar tetap berusaha diam. Namun karena sakitnya, tak urung air matanyapun akhirnya menetes dan jatuh mengenai Rasulullah.
Rasulullah terbangun. “ Mengapa engkau menangis, wahai sahabat? Menyesalkah engkau telah mendampingiku ? » tanya Rasulullah khawatir. « Tentu tidak ya Rasul Allah. Tapi seekor ular telah menggigitku dan racunnya mulai menyakitiku hingga tanpa sengaja air mataku menetes », jawab Abu Bakar menyesal.
Rasulullah tersentak. « Mengapa engkau tidak mengatakannya ? », tanya Rasul lagi. « Aku tidak ingin membuatmu terbangun « , jawab Abu Bakar pendek. Rasulullah tersenyum terharu. Betapa tinggi rasa cinta sahabat nabi ini hingga ia rela berkorban kakinya digigit ular. Maka tanpa menunggu lebih lama lagi Rasulullahpun segera mengusap bekas gigitan tadi dengan ludah beliau. Dan dengan izin-Nya luka tersebut kembali pulih. Jadi sungguh pantas bila suatu ketika Rasulullah berujar :
“Sekiranya aku mengambil seorang kekasih (khalil) niscaya Abu Bakarlah orangnya”. ( HR Muslim).
«Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik”.(QS.At-Taubah (9):24).
“Tidaklah beriman salah seorang diantaramu sehingga aku lebih dicintainya daripada anaknya, orang tuanya dan semua orang “. ( HR Muttafaq’alaih).
Sementara itu penduduk Mekah heboh. Mereka bukan saja gagal membunuh Rasulullah namun bahkan telah kehilangan jejak. Dengan mengerahkan seluruh kekuatan mereka melacak semua jalur Mekah – Madinah. Gua Tsur, gua dimana Rasulullah dan Abu Bakar bersembunyi tidak luput dari pengamatan. Rupanya walaupun pembantu Abu Bakar telah berusaha menghapus jejak mereka, Allah swt berkehendak lain. Mereka tetap menemukan jejak hingga ke mulut gua. Tetapi sesampai di sana jejak tersebut menghilang.
“ Mungkinkah mereka bersembunyi di dalam gua ini ”, Tanya salah satu orang yang mengikuti jejak tersebut dengan nada ragu. “ Tetapi bagaimana mungkin mereka bisa masuk ?”, lanjutnya sambil memandang tak percaya ke arah seekor burung merpati yang tengah mengerami telurnya di depan gua sementara sarang laba-laba terlihat menutupi mulut gua. Ia berusaha menjengukkan kepalanya ke arah gua.
Abu Bakar mendongakkan kepalanya. Dengan suara gemetar ia berkata lirih : “ Oh kita pasti tertangkap. Bila mereka melihat ke bawah pasti kita akan terlihat”. “ Janganlah engkau menyangka bahwa kita hanya berdua. Sesungguhnya Allah beserta kita dan Ia pasti melindungi kita”, jawab Rasulullah tenang. Peristiwa menegangkan ini kemudian diabadikan dalam ayat berikut :
“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(QS.At-Taubah(9):40).
Maksud ‘tentara yang kamu tidak melihatnya’ pada ayat di atas adalah burung merpati yang sedang mengerami telurnya serta laba-laba yang menutupi mulut gua. Akhirnya orang Quraisy tersebut meninggalkan gua dan mencari ke tempat lain. Setelah keadaan aman, Rasulullah dan Abu Bakar meneruskan perjalanan. Siang malam mereka menempuh perjalanan berjarak 434 km, dengan hanya mengendarai unta. Padang pasir panas nan luas dimana sekali-sekali terdapat bukit batu cadas itu benar-benar merupakan medan berat yang sungguh melelahkan. Namun dengan penuh kesabaran mereka melaluinya.
Sementara itu para pemuka Quraisy mengumumkan sayembara bahwa siapa yang bisa menemukan Rasulullah akan diberi hadiah 100 ekor unta. Seketika orang-orangpun berlomba mencari beliau. Salah satunya adalah Suraqah bin Malik. Dengan kudanya ia mencari dan berusaha keras memenangkan hadiah menggiurkan tersebut. Di tengah gurun pasir itulah ia tiba-tiba melihat bayangan dua orang berunta. Karena tidak ingin berbagi hadiah, Suraqah segera mengelabui teman yang pergi bersamanya. Ia mengatakan bahwa ia melihat bayangan orang berunta namun dengan menunjukkan arah yang berlawanan! Setelah itu, sendiri, ia berbalik arah dan secepatnya mengejar Rasulullah.
Namun ketika jarak mereka tinggal beberapa meter lagi, tiba-tiba kuda Suraqah tersungkur dan iapun jatuh terpelanting. Ia segera berdiri dan kembali mengejar. Berkali-kali Abu Bakar menoleh ke belakang, khawatir terkejar. Jarak mereka makin dekat. Namun sekali lagi, tanpa sebab yang jelas, kuda Suraqah kembali terjerembab. Sayup-sayup Suraqah mendengar Rasulullah membaca sesuatu. Rupanya itu adalah bacaan Al-Quran. Suraqah kembali berdiri dan menunggangi kudanya. Tetapi tiba-tiba ia terpelanting lagi dari kudanya. Seketika muka Suraqah menjadi pucat. Dengan susah payah ia berusaha bangun dan menyingkirkan pasir yang menyelimutinya tubuhya. Suraqah berteriak-teriak meminta ampun.
Akhirnya Abu Bakar mendekatinya. Sambil memberinya sejumlah uang, sahabat nabi yang kaya raya ini menyuruhnya pergi dan berpesan untuk berpura-pura tidak melihat apalagi bertemu mereka. Dengan wajah terheran-heran, Suraqah hanya manggut-manggut sambil mengantongi uangnya lalu pergi secepatnya.
Rasullullah kembali meneruskan perjalanannya. Dua minggu lamanya, kedua hamba Allah itu mengarungi lautan pasir nan panas membara ketika siang hari dan dingin yang menggigit hingga menusuk jauh ke tulang ketika malam hari tiba. Di dalam keheningan malam dan teriknya siang hari, di bawah naungan selimut langit luas tak bertepi mereka berdua harus menahan lapar dan haus. Ini semua demi mencari ridho Sang Khalik, demi melaksanakan amanat maha berat yang dipikulkan ke pundak Rasulullah agar menyampaikan pesan-Nya kepada umat manusia, agar menyembah hanya kepada-Nya, Allah Azza wa Jalla tanpa mempersekutukan dengan apapun.
Perjalanan hijrah bukanlah perpindahan fisik belaka dari Mekah ke Madinah. Rasulullah dan juga para sahabat hijrah dengan membawa luka yang teramat dalam. Mekah adalah kota kelahiran mereka dimana berkumpul sanak saudara dan handai taulan. Disinilah tempat mereka mencari nafkah dan kehidupan. Namun sejak Rasulullah memperkenalkan ajaran Islam, semua itu menjadi tidak berarti bila mereka tidak bisa menjalankan ajaran dengan baik.
Bagi Rasulullah lebih berat lagi. Nyaris 13 tahun beliau berdakwah ternyata hanya 70 orang-an saja penduduk Mekah yang mau menerima ajakan beliau. Sesungguhnya bukan caci maki dan penolakan yang lebih dikhawatirkan beliau namun ridho Allah yang dikhawatirkannya. Namun dengan terus turunnya ayat-ayat selama perjalanan panjang Mekah -Madinah, ini menandakan bahwa Sang Kahlik tetap ridho.
“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya…“(QS.Al-Baqarah(2):272).
” … maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang“. (QS.An-Nahl(16):35).
“Ketika saudara mereka Hud berkata kepada mereka: “Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu maka bertakwalah kepada Allah dan ta`atlah kepadaku. Dan sekali-kali aku tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam”. (QS.Asy-Syu’ara(26):124-127).
“Jika mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya rasul-rasul sebelum kamupun telah didustakan (pula), mereka membawa mu`jizat-mu`jizat yang nyata, Zabur dan kitab yang memberi penjelasan yang sempurna”. (QS.Ali Imran(3):184).
Allah swt sengaja menceritakan kisah-kisah para rasul yang selalu didustakan umatnya bukan saja hanya sebagai peringatan bagi kita namun juga sebagai penghibur bagi Rasulullah agar beliau bersabar. Ini yang menjadi penguat dan penghibur Rasulullah.
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui “. (QS.Al-Baqarah(2):115).
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, Tirmidzi dan Nasa’i, Ibnu Umar menceritakan bahwa ayat diatas diturunkan ketika Rasulullah dalam perjalanan hijrah tersebut. Di atas untanya, beliau mendirikan shalat kemanapun untanya menghadap.
Waktupun tak terasa berlalu. Akhirnya, atas izin-Nya, dengan selamat Rasulullahpun tiba di Quba, sebuah desa perkebunan kurma tidak jauh dari Madinah. Beliau disambut dengan suka cita oleh penduduk setempat. Selama beberapa hari beliau tinggal di kota ini. Di kota ini pula Rasulullah membangun masjid pertama bagi umat Islam.
« Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih ». (QS.At-Taubah (9) :108).
Ayat di atas diturunkan sehubungan dengan orang-orang Munafik Madinah yang meminta Rasulullah agar mau shalat di dalam masjid yang mereka dirikan. Semula Rasulullah yang ketika itu sedang bersiap-siap menuju medan perang berjanji akan memenuhi permintaan mereka begitu kembali nanti. Namun melalui ayat diatas ternyata Allah melarang Rasulullah memenuhi janji tersebut. Karena masjid tersebut di bangun tidak atas dasar takwa tidak seperti masjid Quba, masjid pertama yang didirikan begitu Rasulullah tiba dari Mekah. Masjid Quba benar-benar murni dibangunatas dasar ketakwaan.
Selanjutnya Rasulullah meneruskan perjalanan ke kota Madinah. Beliau memasuki kota ini tepat pada malam hari tanggal 12 Rabi’ul awal. Di kota ini beliau dielu-elukan seluruh penduduk yang begitu bersemangat ingin berjumpa dengan Sang Utusan yang belum pernah mereka lihat namun telah membuat hati mereka jatuh hati karena ayat-ayat suci Al-Quran yang sampai kepada mereka.
Semua orang tumpah ke jalanan. Mereka menarik-narik tali unta Rasulullah dengan harapan Rasulullah sudi tinggal di rumah mereka. Namun Rasulullah bersabda : “Biarkan saja tali unta itu karena ia berjalan menurut perintah.“ Untapun terus berjalan memasuki lorong-lorong Madinah hingga sampai pada sebidang tanah tempat pengeringan kurma. Tanah yang terletak di depan rumah Abu Ayyub al-Ansary tersebut adalah milik dua anak yatim dari bani Najjar. Rasulullah kemudian bersabda: “Di sinilah tempatnya insya Allah.“
Sumber :
1. Sirah Nabawiyah oleh Dr. M. Sa’id Ramadhan Al-Buthy.
2. Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad SAW oleh HMH Al Hamid Alhusaini
3. Sejarah Hidup Muhammad oleh Muhammad Husain Haekal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar