PERISTIWA HUDAIBYYAH
Peristiwa ini terjadi pada bulan Dzul Qa’dah tahun 6 H. Umat Muslimin Madinah dan sekitarnya bermaksud melaksanakan ibadah umrah ke Makkah, sementara kaum musyrikin Makkah tidak memberikan izin. Rasulullah s.a.w. ditemani istri beliau Ummu Salamah bersama sekitar seribu empat ratus sahabat. Mereka hanya membawa senjata pedang, dan membawa beberapa ratus ekor ternak Qurban. Mereka bergerak ke Makkah dan ketika tiba di Dzul Hulaifah, mereka memulai ihram dan menandai binatang ternak yang akan disembelih, agar orang-orang merasa aman dan tidak merasa mau diperangi.
Namun kaun Quraisy telah menghadang meraka dan telah berada di Dzi Thuwa, siap dengan dua ratus personil pasukan berkuda dibawah pimpinan Khalid bin Walid. yang merencanakan akan menyarang secara tiba-tiba kaum Muslimin ketika sedang melaksanakan shalat Ashar. Tetapi Allha SWT telah menurunkan hukum shalat Khauf, sehinggal Khalid tidak berhasil meraih kesempatan tersebut.
Mengetahui adanya penghadangan, Rasulullah mengubah arah perjalanan ( tidak lagi mengikuti jalan utama), tetapi melewati jalan yang terjal diantara-lereng-lereng bukit, menuju kearah Makkah melewati Tan’im kemudian turun ke lembah Hudaibiyyah, beristirahat di dekat parit yang tidak banyak airnya, yang dalam waktu sekejab telah habis diminum kuda-kuda mereka. Terjadi mu’jizat Nabi: Rasulullah mencabut anak panah dari tempatnya lalu memerintahkan mereka agar meletakkannya diparit, dan airpun memancar sehingga mereka kembali dalam keadaan puas.
Rasulullah mengirim utusan ke Makkah menyatakan keinginan mereka untuk umroh, sedangkan kaum Quraisy agak gentar juga bilamana sampai terjadi peperangan, akhirnya diputuskan untuk mencari jalan damai. Rasulullah mengirim Utsman bin Affan sebagai utusan kepada kaum Quraisy, sedangkan kaum Quraisy mengirim Suhail bin Amr sebagai juru runding mereka.
Utsman bin Affan sebagai utusan Rasulullah kepada kaum Quraisy di Makkah. Karena lama tidak kembali, maka timbul dugaan bahwa Utsman telah dibunuh. Rasulullah menyatakan tekadnya untuk tidak tinggal diam sebelum menumpas kaum musyrikin, dan mengajak para sahabat untuk berbai’at kepadanya untuk tidak lari mengigalkan medan perang.
Dipihak kaum Quraisy terdapat pihak-pihak yang menentang diadakannya perdamaian dan menginginkan peperangan. Pada malam hari, mereka sempat mengirim pasukan sekitar tujuh puluh orang, menyelinap kedalam perkemahan kaum Muslimin, untuk membikin kekacauan. Namun karena penjagaan yang ketat yang dilakukan oleh pasukan yang dipimpin oleh Muhammad bin Maslamah, mereka semua dapat ditawan, tetapi akhirnya demi usaha perdamaian mereka semua dilepaskan.
Peristiwa tersebut diatas disinggung dalam al Qur’an (Al Fath 48/ 24)
" dan Dia-lah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka di tengah kotaMekah sesudah Allah memenangkan kamu atas mereka, dan adalah Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan "
Setelah perundingan yang alot, akhirnya didapati empat butir kesepakatan, yang intinya:
1. Rasulullah harus menunda niatnya untuk umroh sampai tahun depan.
2. Kedua bekah pihak melakukan gencatan senjata selama sepuluh tahun.
3. Masing-masing pihak boleh mengadakan persekutuan dengan pihak yang mereka kehendaki, dan masing-masing pihak tidak boleh saling ganggu.
4. Apabila ada orang dipihak Quraisy yang melarikan diri menyeberang kepihak Muhammad harus dikembalikan kepada kaum Quraisy, sebaliknya apabila adaorang- orang Muhammad yang kembali kepada kaun Quraisy maka boleh-boleh saja, tidak harus dikembalikan.
Isi perjanjian tersebut diatas sangat tidak dipahami dan tidak disetujui oleh para sahabat dan membuat mereka sangaat kecewa, karena maksud semula keberangkatan mereka ke Makkah adalah untuk Umroh. Mereka meyakini bahwa Rasulullah s.a.w berada diatas kebenaran. Maka ketika Rasulullah menyatakan akan kembali ke Madinah, dan memerintahkan agar semua hewan Qurban dipotong dan mereka bertahalluh, tidak seorangpun yang bangkit melaksakannya. Atas saran istri beliau, Ummu Salamah, beliau bangkit memberi contoh, memotong Qurban atas nama beliau sendiri, kemudian mencukur rambutnya, barulah setelah itu diikuti oleh anggota rombongan yang lainnya.. Umar bin Khaththab merasa sangat marah dan kesal, namun setelah Rasulullan membacakan wahyu yang turun, Umar pun menyesali sikapnya.
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata[*], Al-Fath 48 : 1 [*] Menurut Pendapat sebagian ahli tafsir yang dimaksud dengan kemenangan itu ialah kemenangan penaklukan Mekah, dan ada yang mengatakan penaklukan negeri Rum dan ada pula yang mengatakan perdamaian Hudaibiyah. tetapi kebanyakan ahli tafsir berpendapat bahwa yang dimaksud di sini ialah perdamaian Hudaibiyah.
Rasulullah dan robongannya kembali dari Hudaibiyyah dan berada di Madinah antara akhir bulan Dzul Hijjah tahun 6 H dan awal bulan Muharram tahun 7 H. Keadaan relatif aman, kecuali rasa permusuhan masih diperlihatkan oleh pihak Yahudi, yang telah berkonsentrasi di Khaibar, sebuah kota besar diutara Madinah yang memiliki benteng-benteng dan perkebunan yang luas.
Beberapa tokoh Quraisy menyatakan masuk Islam, yaitu Amru bin al-Ash, Khalid Ibnul Walid, dan Utsman bin Thallah.
Berkirim Surat Kepada Para Raja dan Amir
Rasulullah s.a.w menggunakan kesempatan perdamaian dengan kaum Quraisy ini untuk berda’wah dengan cara berkirim suratkepada beberapa raja dan amir sebagai berikut:
1. Surat kepada Najasi (Ashhamah bin al Abjar), raja Habasyah; surat dibawa utusan yang bernama Amr bin Umayyah, dan mengajaknya masuk Islam. Raja Najasi kemudian masuk Islam dihadapan Ja’far bin Abu Thalib yang sedang hijrah disana. Ja’far dan Amru dan beberpa orang lainnya baru kembali ke Madinah dan bertemu dengsn Rasulullah di Khaibar.
2.Surat kepada Muqauqis Raja Mesir (Juraij bin Matta/ Benyamin), dengan mengutus Hathib bin Abi Balta’ah. Muqauqis mengakui kerasulan Muhammad, namun menyatakan akan tetap dalam agama kristen ( yang sekarang dikenal dengan Kristen Koptik) Muqauqis mengirimkan sebagai hadiah dua orang gadis (Mariah dan Sirin) dan seekor bighal (yang diberi nama Duldul). Mariah dinikahi oleh Rasulullah yang memberikan seorang anak laki-laki yang diberi nama Ibrahim (yang kemudian tahun 10 H meninggal dunia) sedangkan Sirin diberikan kepada sahabat Hasan bin Tsabit al Anshari. Baghal atau Duldul tetap hidup sampai dizaman Muawiyah.(Khalifah kelima setelah Khalifah Ali Bin Abi Thalib),
3. Surat kepada Kisra, Raja Persi
Rasulullah s.a.w. berkirim surat kepada raja Persi yang dibawa oleh Abdullah bin Hudzalah as-Shami, yang isinya menyeru kepada Islam. Surat ini ditanggapi dengan marah dan sombong oleh raja Persi, yang memerintahkan kepada gubernurnya di Yaman, Badzan, agar Badzan mengutus dua orang ke Madinah dengan membawa suratnya, yang isinya adalah pesan raja persi yang menghendaki agar Rasulullah s.a.w dibawa kepada raja Persi. Rasulullah berhasil meyakinkan utusan Badzan, bahwa di Persi telah terjadi pemberontakan yang dipimpin anak Kisra sendiri yang bernama Syiruwaih dan raja Kisra sendiri mati terbunuh oleh ra’yat Persi yang tidak puas atas kekalahan Persi dalam peperangan melawan pasukan Romawi.
Berita ini diterima Rasulullah berdasarkan wahyu, dan hal ini terjadi pada tanggal 10 Jumadil Ula tahun 7 H. dan Rasulullah s.a.w. menyuruh utasan kebali dan menyampaikan berita ini kepada Badzan. Ternyata hal ini memang bernar terjadi, diketahui setelah Syiruwaih berkirim surat memberitahukan hal ini, dan meminta agar Badzan tidak melakukan apapun sebelum ada perintah darinya. Peristiwa inilah yang mendorong Badzan dan penduduk Yaman memeluk Islam.
4. Surat kepada Qaisar Heraklius , Raja Romawi.
Rasulullah mengirim utusan Dihyah bin Khalifah al- Kalabi, dengan membawa surat (yang berisi seruan untuk masuk Islam) yang disampaikan kepada pimpinan Bashrah untuk diteruskan kepada Qaisar Romawi. Pada saat itu Qaisar sedang berada di Ilia (Baitul Maqdis) dan dia berkeinginan mencari informasi lebih lanjut mengenai Muhammad bin Abdullah dan Rasulullah ini, melalui kafilah dagang Quraisy yang sedang berada Syam.
Terjadi dialog antara Heraklius dengan Abu Syofyan bin Harb (pimpin kafilah) tetang siapa, apa dan bagaimana hal-hal yang terkait dengan Muhammad, dan dari dialog tersebut memperlihatkan tanggapan dan reaksi yang positif pada Harkalius. Sejak saat itu Abu Sufyan sendiri merasa yakin bahwa kekuasaan Rasulullah akan menang dan memasukkan Islam kedalam hatinya, dan kerena pengaruh itulah Abu Sufyan memberikan hadiah kepada Diyah bin Khalifah al Kalabi utusan Rasulullah.
Dalam perjalan pulang ke Madinah, utusan Rasul ini dirampok setelah tiba di Hasma, oleh orang dari Judzam. Peristiwa inilah yang mendorong Rasulullah s.a.w. mengirim Zaid bin Haritsah dengan pasukannya datang ke Hasma dekat Wadil Qura melancarkan serangan terhadap Judzam dan mengalahkan mereka.
5. Surat kepada al Mundzir bin Sawa di Bahrain
Rasulullah s.a.w. mengutus al Ala’ bin al Hadhrami untuk menyampaikan suratmengajaknya untuk memeluk Islam. dan hal tersebut disambut dengan baik.
6. Surat kepada Haudzah bin Ali, Pemimpin Yamamah.
Beliau mengutus Salith bin Amru al-Amin untuk menyampaikan surat yang menyerukan Islam; Haudzah menyanbutnya dengan baik dan masuk Islam. Setelah kembali dari penaklukan Makkah, Jibril memberitahukan kepada Nabi bahwa Haudzah telah meninggal dunia dan di Yamamah akan muncul seorang pendusta yang mengaku sebagai Nabi, dan akan mati terbunuh ( dia inilah yang dinamai Musailamah al-Kazzab yang kemudian mati terbunuh dalam “ Perang Yamamah” yang terjadi dimasa Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq tahun 13 H). Ketika masih hidup Rasulullah s.a.w. telah menyampaikan akan terjadinya peristiwa ini kepada para sahabat.
7. Surat kepada Al Harits bin Abu Syanr, pemimpin Damaskus.
Beliau nengirim utusan Syuja’ bin Wahb. Tidak ditanggapi dengan baik bahkan menantang perang.
8. Surat kepada Jaifar bin al Julunda, RajaAmman.
Beliau mengutus Amru bin Ash untuk menyampaikan surat kepada Jaifar yang sudah beragama Nasrani. Amru tidak langsung menyampaikan surat tersebut kepada Raja melainkan bertemu dan berdialog lebih dahulu dengan adiknya yang bernama Abd menceritakan bagaimana Raja Najasyi telah masuk Islam dan sebagainya. Akhirnya Jaifar dan adiknya Abd masuk Islam dan melaksanakan syariat Islam dinegaranya.
PERANG KHAIBAR
Perang ini terjadi pada bulan Muharram sampai dengan awal Rabiul Awal tahun 7 H.Setelah terjadi perdamaian dengan kaun Quraisy Makkah dan sekutu-sukutunya, Rasulullah s.a.w. masih harus menghadapi Yahudi yang berpusat di Khaibar disebelah utara Madinah, dimana mereka memiliki beberapa benteng pertahanan yang sangat kuat. Kaum Yahudi ini masih terus menunjukkan permusuhan, tetap menghasut kaum munafiq untuk melakukan penghianatan. Mereka juga menjalin hubungan dengan orang-orang Ghathafan dan orang-orang Arab Badui untuk menentang Rasul. Operasi militer terus dilakukan terhadap mereka dan kaum Muslimin berhasil membunuh pimpinan mereka diataranya Salam bin Abul Haqiq dan Usair bin Zaram.
Kemudian kaum Muslimin memusatkan perhatian terhadap kaum Yahudi dan dan memutuskan untuk segera berangkat ke Khaibar tempat kediaman dan pusat pertahanan kaum Yahudi, untuk menyerang mereka. Orang Muslim yang boleh turut serta dalam pasukan ini adalah hanya orang-orang yang suka berjihad yang telah turut serta dalam peristiwa Hudaibiyyah dan jumlahnya sekitar seribu empat ratus orang.
Rencana persiapan perang kaum Muslimin ini telah dibocorkan oleh gembong kaun munafiq Abdullah bin Ubay, sehingga kaum Yahudi segera menghubungi sekutu mereka kaum Ghathafan untuk meminta bantuan, namun karena siasat dan diplomasi yang dilakukan Rasulullah s.a.w. maka bantuan dari Ghathafan kepada kaum Yahudi ini tidak terlaksana, karena mereka sendiri menjadi khawatir, anak istri yang mereka tinggalkan akan diserang pasukan Muslimin. Ketika sampai diperbatasan Khaibar Rasulullah Saw. menunjuk suatu tempat untuk dijadikan markas, namun selelah mendengar nasehat dari seorang sahabat, Khabbab Ibnul Mundzir, mereka memindahkannya ketempat yang lebih aman, sehat dan strategis serta tidak mudah diintai musuh. Setelah dilakukan pengepungan bebera hari, didahului dengan perang tanding dan tewasnya beberapa pimpinan pasukan Yahudi, benteng- benteng mereka diserbu dan secara satu persatu ditaklukkan.
Khaibar terbagi dalam dua wilayah masing-masing memiliki benteng yang kuat terletak diatas perbukitan.
Pada wilayah pertama terdapat lima benteng: Benteng Na’im; Banteng Sha’ab bin Mu’adz; Benteng Qal’ah Zubair; Benteng Ubay; Benteng Nizar.
Pada wilayah kedua terdapat tiga benteng: Benteng al Qamush (milik Bani Abul Haqiq, pimpinan Bani Nadhir); Benteng al- Wathih; Benteng as- Salalim.
Dalam perjanjian penyerahan, kaum Yahudi dengan anak istri mereka diperkenankan pergi keluar dari wilayah Khaibar, namun mereka harus meninggalkan seluruh harta benda mereka termasuk barang perhiasan dan tanah perkebunan mereka. Ada juga yang diizinkan tinggal dan bekerja sebagai petani penggarap.
Dua orang anak Abul Haqiq telah dibunuh karena diketahui melanggar perjanjian, salah satunya Kinanah bin ar- Rabi’ (suami dari Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab), karena tidak menyerahkan/didapati menyembunyikan harta mertuanya dari Bani Nadhir, Huyay bin Akhtab.( pada peristiwa Perang Bani Quraizah, Huyay ini telah dijatuhi hukum pancung).
Beberapa peristiwa terjadi menjelang dan setelah perang Khaibar:
1. Abu Hurairah menyatakan diri masuk Islam dan bergabung dengan Rasulullah Saw. di Khaibar.
2 Shafiyyah binti Huyay al-Akhtab yang menjadi budak tawanan, namun setelah menyatakan diri masuk Islam ia dinikahi oleh Rasulullah s.a.w.
3. Ja’far bin Abi Thalib dan orang-orang Asy’ariyyin (di antaranya Abu Musa al-Asy’ari) kembali ke Madinah, dari pengasingan mereka di Habasyah
4. Rasulullah di racun oleh Zainab binti al Haris. Istri Salam bin Misykam ini memberi hidangan daging domba dan yang khusus untuk Nabi Saw. telah diberinya racun (maksudnya adalah untuk menguji kalau benar ia seorang Rasul pasti ada yang akan memberitahukannya tentang racun tersebut). Rasulullah Saw. setelah memakannya sedikit, berhasil mengetahui nya dan tidak jadi makan lebih lanjut, namun seorang sahabat Basyir bin al Ma’mur yang turut makan dan kemudian meninggal. Zainab akhirnya dihukum mati sebagai Qishash.
Setelah Khaibar berhasil ditaklukkan, maka kaum Yahudi yang berada di daerah Fadak, Wadil Qubra, dan T a i m a menyatakan takluk dan kepada mereka diwajibkan membayar jizyah. Kaun Yahudi akhirnya menyerah dan kaum Mulimin mendapat harta rampasan (ghanimah) yang amat banyak. Seluruh kebun korma yang ada di Khaibar dibagi rata secara proporsional kepada seluruh anggota pasukan, sehingga secara ekonomi membawa perbaikan kepada kaum Muhajirin yang tadinya tidak memiliki harta. Perhatikan firman Allah:
20. Allah menjanjikan kepada kamu harta rampasan yang banyak yang dapat kamu ambil, Maka disegerakan-Nya harta rampasan ini untukmu[*] dan Dia menahan tangan manusia dari (membinasakan)mu (agar kamu mensyukuri-Nya) dan agar hal itu menjadi bukti bagi orang-orang mukmin dan agar Dia menunjuki kamu kepada jalan yang lurus.-- Al-Fath (48): 20 [*] Maksudnya: Allah menjanjikan harta rampasan yang banyak kepada kaum muslimin, sebagai pendahuluan dari harta rampasan yang banyak yang dikaruniakan-Nya itu, Allah memberikan harta rampasan yang mereka peroleh pada perang Khaibar itu.
Dalam perang Khaibar ini terdapat sembilan belas orang Muslimin yang mati syahid, sedangkan dipihak Yahudi yang mati sembilan puluh tiga orang.
PERANG DZATUR RIQA'
Perang ini terjadi dalam rangka menghadapi orang-orang Arab Badui diantaranya yang berasal dari Ghathafan yang masih merupakan ancaman dan menganggu keamanan penduduk Muslim sekitar Madinah. Maka pada bulan Rabiul Awal tahun 7 H. Rasulullah Saw. berangkat dengan pasukannya seribu empat ratus orang, menuju suatu tempat yang bernama Nakhl (dua hari perjalanan dari Madinah) untuk menghadapi orang-orang Badui dari Bani Tsa’labah dan Bani Muharib dari Ghathafan, yang telah berhimpun menyusun kekuatan untuk menyerang Madinah. Pengiriman pasukan ini dikenal dengan Dzatur Riqa’ (artinya yang memiliki tambahan, istilah untuk sobekan kain pembalut kaki pasukan yang terluka dan kuku kaki yang terkelupas).
Tidak terdapat perlawanan yang berarti dari pihak Badui dan kemudian terjalin perdamaian dan mereka menyatakan masuk Islam. Peperangan ini cukup efektif untuk menanamkan rasa takut dalam hati orang-orang Badui dan kabilah-kabilah yang berasal dari Ghathafan tidak berani lagi mengangkat kepalanya.
Beberpa peristiwa terjadi setelah peperangan ini:
1. Walaupun tidak terjadi pertempuran namun Rasulullah s.a.w. telah melaksanakan shalat khauf (shalat karena khawatir kepada musuh) . Ketika waktu shalat tiba, beliau melakukan shalat bersama sekelompok kaum Muslimin dua rakaat, kemudian mereka mudur dan beliau shalat dengan sekelompok yang lain dua rakat pula. Jadi beliau shalat empat rakaat dan kaum Muslimin shalat dua rakaat.
2. Riwayat al Bukhari dari Abu Musa al Asy’ari menceritakan bahwa ia bersama Rasulullah s.a.w. pada suatu perjalanan dalam rombongan berjumlah enam orang dengan satu Onta yang dinaiki secara bergiliran, ketika sedang istirahat dibawah pohon dan tertidur, tiba-tiba Rasulullah Saw. memanggil kami. Ketika kami datang didepan beliau sudah ada orang Badui yang sedang duduk. Beliau kemudian berkata: “Orang ini telah mengambil pedangku ketika akau sedang tidur. Saat terbangun aku melihat pedangku dalam keadaan terhunus ditangannya, lalu ia bertanya kepadaku: “Siapa yang membelamu dari tindakanku?” Kujawab: “Allah, Tiba-tiba saja dia terduduk didepanku” Beliau sama sekali tidak mencaci orang itu.”
3. Dalam pejalanan pulang, mereka menawan seorang wanita. Suami wanita ini bertekad membalas dendam dan mendatangi pasukan ini diwatu malam dan berhasil membunuh dengan anak panahnya seorang sahabat Abbad bin Bisyir. yang sedang mendapat tugas jaga.
Beberapa ekspedisi lainnya dalam tahun 7 H antara lain:
1. Ekspedisi Ghalib bin Abdullah a-Laitsi di Qalid untuk menaklukan Bani al- Mulawwah (bulan Rabiul awal tahun 7 H.)
2. Ekspedisi Hasma pada bulan Jumadits Tsaniah tahun 7 H
3. Ekspadisi Umar Ibnul Khaththab ke Turbah untuk menaklukkan Kabilah Hawazin (bulan Sya’ban 7 H)
4. Ekspedisi Basyir bin Sa’d al-Anshari ke Fadak untuk menaklukkan Bani Murrah (bulan Sya’ban 7H)
5. Ekspedisi Ghalib bin Abdullah al-Laitsi ke al-Harqat untuk menaklukkan Bani Uwal dan Bani Abdullah bin Tsa’labah (bulan Sya’ban 7 H). Dalam ekspadisi ini Usamah bin Zaid membunuh Mardas bin Nuhaik setelah orang tersebut mengucpakn La ilaha illallah. Mendengar berita ini Rasulullah menegur Usamah: Mengapakah kamu tidak membelah hatinya, sehingga kamu dapat mengetahui apakah dia itu jujur atau dusta?”
6. Ekspedisi Abdullah bin Rawahah ke Khaibar untuk menaklukkan Basyir bin Zahram yang telah menhimpun orang-orang Ghathafan untuk memerangi kaum Muslimin. (bulan Syawal 7 H)
7. Ekspedisi Basyir bin Sa’d al-Anshari ke Yaman dan Jabar (bulan Syawal 7 H) untuk menghadapi sekelompok orang yang akan menyerang pinggiran Madinah
8. Ekspedisi Abu Hadrad al Aslami ke al-Ghabah untuk menaklukkan Jusyam bin
Mu’awiyah yang sedang menghimpun orang-orang Qais untuk melakukan perlawanan
Umrah Qadha
Umrah Qadha ( Umrah Qahdiyyah atau Umrah Qishash, atau Umrah Shulh) yang dilaksanakan pada tahun 6 H, tidak jadi dilaksankan, karena didalam perjanjian Hudaibiyyah kaum Quraisy Makkah tidak mengizinkan dan umroh baru boleh melaksanakannya pada tahun ke 7 H.
Rombongan Umroh terdiri lebih dari dua ribu orang yaitu semua sahabat yang pernah ikut dalam peristiwa Hudaibiyyah ditambah wanita dan anak-anak dan lain-lain yang mau ikut. Mereka membawa enam puluh ekor onta untuk kurban dan persenjataan perang yang lengkap untuk berjaga-jaga terhadap kemungkinan kaum Quraisy berhianat, dan mereka memulai ihram dari Dzul Hulaifah.
Rasulullah Saw. menunggang ontanya yang bernama al-Qashwa dikelilingi kaum Muslimin yang menyandang pedag. Mereka memasuki Makkah yang melalui bukit yang menembus ke daerah al-Hujun sambil mengucapkan talbiyah hingga mengusap rukun Yamani dan kemudian bertawaf, didahului oleh Abdullah bin Rawahah yang menyandang pedang sambil melantunkan syair-syair.Sebagian sahabat dibawah pimpinan Aus bin Khauli al-Anshari diperintahkan untuk menunggu diluar Makkah, untuk menjaga persenjataan perang yang terdiri dari perisai, tombak dan panah dan akan menyusul kemudian secara bergantian.
Sementara kaum musyrikin menonton dari atas bukit Quaiqi’an dan menyangka bahwa yang datang adalah orang-orang lemah dan berpenyakit. Nabi Saw. memerintahkan para sahabat untuk bejalan cepat dalam tiga kali putaran (pertama) dan berjalan biasa di antara dua rukun Yamani. Kemudian diteruskan dengan sa’i antara Shafa dan Marwah. Setelah selesai mereka memotong hewan kurban dan mencukur rambut di Marwah. Mereka tinggal di Makkah selama tiga hari dan kembali ke Madinah pagi-pagi di hari ke empat.
Beberapa peristiwa terjadi selama di Makkah:
1. Paman Rasulullah s,a,w, Hamzah bin Abdul Muthalib yang meninggal dalam perang Uhud meningalkan seorang putrid kecil. Puteri kecil ini menjadi rebutan antara Ali, Ja’far dan Zaid untuk mengurusnya. Kemudian Rassulullah Saw. menutuskan bahwa yang berhak mengurusnya adalah Ja’far bin Abi Thalib, karena istri Ja’far adalah saudara kandung ibu putri tersebut (saudar perempuan ibu sama kedudukannya dengan ibu).
2. Rasulullah menikah dengan Maimunah binti al Harits al-Amiriyah (Maimunah adalah saudara kandung Ummu Fadlal Lubabah istri al-Abbas paman Rasulullah).
Ekspedisi Setelah Umroh Qadha
Sepulang dari Umrah Qadha, Rasulullah Saw. mengirim beberapa ekspedisi untuk menyerukan Islam kepada beberapa kabilah yang masih membangkang:
1. Ekspedisi Abu Auja’ ke Bani Salim. Karena mereka tetap tidak mau menerima Islam, terjadi pertempuran dan Abu Auja’ terluka dan dua orang musuh dapt ditawan (bulan Dzul Hijjah tahun 7 H)
2. Ekspedisi Ghalib bin Abdullah ke Fadak, tempat terbunuhnya rekan-rekan Basyir bin Sa’d
PERANG MU’TAH
Latar belakang peperangan
Perangan Mu’tah adalah peperangan terbesar dizaman Rasulullah s.a.w., terjadi pada bulan Jumadil Ula tahun ke 8 H. atau betepatan dengan bulan Agustus atau September
639 M. Perang melawan orang-orang Nasrani ini terjadi di Mu’tah, suatu kampung yang terletak di Balqa, wilayah Syam yang berada dibawah kekuasaan pemerintahan Romawi dengan rajanya bergelar Qaishar.
Rasulullah s.a.w. mengutus al-Haris bin Umair al-Azadi untuk menyampaikan surat kepada pemimpin Bashra, ditengah pejalanan Al Haris di cegat dan ditangkap oleh Syurahbil bin Amru al Ghasani (gubernur wilayah Balqa di Syam) kemudian diserahkan kepada Qaishar dan dipenggal lehernya. Pada saat itu rajanya bernama Heraklius yang dinobatkan bersamaan waktinya dengan saat hijrah Nabi Saw.
Membunuh seorang utusan adalah perbuatan keji dan sama dengan mengumumkan perang. Rasulullah mempersiapkan pasukan dengan kekuatan tiga ribu orang, dan mengangkat Zaid bin Haritsah sebagai komandan pasukan,dan sebagai wakilnya diangkat Ja’far bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah, dengan perintah untuk pergi ke Mu’tah untuk menyerukan Islam dan kalau perlu berperang melawan kaum kafir.
Rasulullah s.a.w. memerintahkan kepada pasukan :
“Berperanglah dengan nama Allah, di jalan Allah, melawan orang-orang yang kafir kepada Allah, janganlah berhianat, jangan mencincang, jangan membunuh anak-anak, wanita, orang-orang yang sudah tuarenta, orang yang menyendiri di biara Nasrani, jangan menebang pohon korma dan pohon apapun, dan jangan merobohkan bangunan. “: (Shahihul Buhari II; 611):
Pasukan Islam bergerak menuju musuh
Rasulullah s.a.w. mengantar keberangkatan pasukan sampai di Tsaniatul Wada. Pasukan bergerak kearah utara dan beristirahat Mu’an diwilayah Syam yang jaraknya dua hari perjalanan dari Syam.. Pada saat itu mereka mendapat informasi bahwa Heraklius sedang berada di Ma’ab di wilayah Balqa bersama dengan seratus ribu prajurit Romawi. Apabila diperhitungkan pasukan bantuan dari Lakhm, Judzam. Balqin dan Bashra maka seluruh kekuatan mereka mencapai dua ratus ribu prajuruit dengan persenjataan yang lengkap. (Pada saat itu Romawi sedang berperang melawan Parsia)
Timbul keraguan dan kehawatiran dikalangan pasukan Muslimin melihat jumlah pasukan dari kedua pihak yang sangat tidak seimbang, sehingga timbul perdebatan: apakah berkirim surat kepada Rasulullah, meminta perintah lebih lanjut atau penambahan pasukan, atau maju terus. Akhirnya diputuskan menerima pendapat Abdullah bin Rawahah, untuk maju terus, menang atau mati syahid, dan mereka meneruskan perjalanan dan bergerak menuju kewilayah musuh dan bertemu dengan musuh di Mu’tah suatu kampung yang terletak di Balqa termasuk wilayah Syam dan disinilah terjadinya pertempuran. Abdullah membacakan firman Allah Ta’ala:
dan tidak ada seorangpun dari padamu, melainkan mendatanginya ( neraka) itu. hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan. -- Maryam (19) : 71
Pertempuran dan pergantian komandan.
Pasukan Islam memasang strategi: pada sayap kanan dipimpin oleh Quthbah bin Qatadah al-Adzari sedangkan sayap kiri dipimpin oleh Ubadah bin Malik al-Anshari. Zaid bin Haritsah sebagai komandan pasukan dan pemegang bendera pimpinan dan bertempur sehingga gugur. Kemudian digantikan oleh Ja’far bin Abu Thalib dan setelah beliau gugur, pimpinan pasukan diambil alih oleh Abdullah bin Rawahah dan beliaupun gugur dalam pertempuran.
Tsabit bin Arqam maju mengambil bendera dan menyerahkannya kepada Khalid bin Walid pimpinan pasukan berkuda yang terus meminpin pertempuran hingga hingga petang hari. Ada beberapa pedang yang patah ditangan Khalid dan yang tersisa adalah pedang lebar buatan Yaman. Khalid bin Walid digelari tangan pedang Allah. Berita kematian tiga orang pimpinan pasukan diterima Rasulullah s.a.w. melalui wahyu, beliau meminta para sahabat untuk berkunjung dan menghibur pada keluarga yang berduka.
Khalid bin Walid merasa perlu untuk merubah siasat pertempuran yang dapat menimbulkan rasa takut dihati pasukan romawi. Keesokan harinya dia mengubah strategi, posisi pasukan sayap kiri dipindah kekanan dan sayap kanan dipindah kekiri begitu juga yang tadinya berada dibelakang dipindah ke depan dan sebaliknya. Melihat hal yang demikian, pihak musuh menduga pasukan Muslimin telah mendapat tambahan pasukan baru, sehingga menjadi ragu-ragu.
Khalid bin Walid akhirnya dapat membawa pasukannya mundur sedikit demi sedikit dengan tetap mempertahankan posisi. Pasukan musuh tidak mengejar lebih lanjut karena mengira bahwa hal itu merupakan siasat kaum Muslimin yang nantinya akan melakukan serangan balik setelah berada di padang pasir. Akhirnya kaum Muslimin berhasil menarik diri dengan selamat dan kembali ke Madinah.
Dampak peperangan
Jumlah kaum Muslimin yang mati syahid dalam peperangan ini ada dua belas orang. Sedangkan dari pihak Romawi tidak diketahui jumlah korban mereka.
Peperangan ini telah memberi dampak kepada orang-orang Arab yang kagum bercampur heran. Romawi adalah merupakan kekuatan terbesar dimuka bumi saat itu. Orang-orang Arab pada saat itu berpendapat, mengahadapi Romawi sama dengan perbuatan bunuh diri. Pasukan Muslimin yang yang bisa keluar dan selamat dari pertempuran merupakan keajaiban, dan mereka itu pasti mendapatkan pertolongan dari Allah dan pemimpin mereka benar-benar adalah Rasulullah. Oleh karena itu kabilah-kabilah yang tadinya selalu menyerang dan memusuhi kaum Muslimin mulai simpati terhadap Islam. Bani Sulaim, Asyja’, Ghathfan, Dzibyan, Pazarah dan lain-lain menyatakan diri masuk Islam.
Ekspedisi setelah Perang Mu’tah.
Rasulullah s.a.w. merasa perlu melakukan suatu tindakan untuk memisahkan kabilah-kabilah Arab yang tinggal dipinggiran Syam agar tidak lagi berpihak kepada Romawi.
1. Ekspedisi Dzatu Salasil.
Pada bulan Jumadil Akhir tahun 8 H. Rasulullah s.a.w. mengutus Amru Ibnul Ash, untuk pergi ke Bala, daerah pinggiran Syam (nenek/ibu ayah Amru berasal dari sana) yaitu untuk melunakkan hati mereka. Amru membawa tiga ratus prajurit (Muhajirin dan Anshar) diantaranya tiga puluh orang penunggang kuda. Diperjalanan mereka mendapat informasi ada sekelompok orang dari Qudha’ah yang jumlahnya cukup banyak, akan menyerang Madinah. Amru mengutus Rafi’ bin Mukaits kepada Rasulullah untuk meminta bantuan.
Rasulullah mengirim pasukan tambahan dan turut dalam pasukan ini Ubaidah Ibnul Jarrah, Abu Bakar dan Umar. Kedua pasukan bergabung, Amru tetap sebagai pimpinan pasukan, mereka berangkat menuju Qudha’ah, bertemu pasukan musuh di mata air Dzatus Salasil dekat Wadi Qura di wilayah Juzzam (sepuluh hari perjalanan dari Madinah). Dalam pertempuran yang terjadi musuh dapat dikalahkan dan melarikan diri.
1. Ekspedisi Abu Qatadah .
Terjadi padabulan Sya’ban tahun 8 H. Rasulullah s.a.w. mengirim Abu Qatadah bersama lima belas orang pasukan menuju ke Khadhirah, wilayah Muharin di Najd, dimana orang-orang dari Bani Ghathafan sedang menghimpun pasukan. Abu Qatadah berhasil membunuh dan menawan sebagian mereka dan mendapatkan ghanimah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar