Selasa, 19 Mei 2015

HIKMAH PUASA

Hikmah Puasa   

Suhefriandi

      Islam tidak mensyariatkan sesuatu selain pasti mengandung hikmah; ada yang diketahui, ada pula yang tidak. Demikian juga, perbuatan-perbuatan Allah tidak lepas dari berbagai hikmah yang terkandung dalam ciptaan-Nya, hukum-hukum-Nya pun tidak lepas dari lautan hikmah. Dia Mahabijaksana dalam penciptaan-Nya, Mahabijaksana dalam perintah-Nya, tidak pernah menciptakan sesuatu yang batil, dan tidak pernah mensyariatkan suatu hukum yang sia-sia.

     Ini semua terkandung dalam aspek-aspek ibadah dan muamalah secara keseluruhan, juga terkandung dalam hal-hal yang diwajibkan dan hal-hal yang diharamkan.

     Sesungguhnya Allah Swt. tidak berhajat kepada apapun, namun hamba-hamba-Nyalah yang menghajatkan-Nya. Dia tidak mendapatkan manfaat dari ketaatan hamba-hamba-Nya sedikitpun, tidak juga mendapatkan mudarat dari pembangkangan mereka. Hikmah dari ketaatan akan kembali kepada orang-orang mukalaf itu sendiri.

     Dalam ibadah puasa ramadhan dan hikmahnya terdapat sejumlah mashlahat, sebagaimana telah diisyaratkan oleh nash-nash syariat itu sendiri.

Diantaranya adalah:

Tazkiyah an-nafs (pembersihan jiwa), dengan mematuhi perintah-perintah-Nya, menjahui segala larangan-Nya, dan melatih diri untuk menyempurnakan ibadah kepada Allah semata, meskipun itu dilakukan dengan dengan menahan diri dari hal-hal yang menyenangkan dan membebaskan diri dari hal-hal yang lekat sebagai kebiasaan. Kalau saja mau, ia bisa saja makan, minum, bersetubuh dengan istrinya, dan tiada seorang pun yang mengetahui. Akan tetapi ia meninggalkan semua itu semata-mata karena Allah Swt. Tentang ini, Rasulullah Saw. berkata,

وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ ، لَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللّٰهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ ، يَتْرُكُ طَعَمَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِيْ . كُلُّ عَمَلِ ِابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ

     Demi Dzat yang diriku ada ditangan-Nya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi. Dia tidak makan, tidak minum, dan tidak berhubungan dengan istrinya karena-Ku. Tiap-tiap amal bani Adam baginya, kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan memberinya pahala.(HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, Al-Lu'lu wal Marjan, hal.706)Beberapa manfaat puasa, disamping menyehatkan badan sebagaimana dinyatakan oleh para dokter spesialis bisa jua mengangkat aspek kejiwaan mengungguli aspek materi dalam diri manusia. Manusia, sebagaimana sering dipersepsi banyak orang, memiliki tabiat ganda. Ada unsur tanah, ada pula unsur ruh Ilahi yang ditiupkan Allah padanya. Satu unsur menyeret manusia ke bawah, unsur yang lain mengangkatnya ke atas.

Jika unsur tanah dominan, ia akan turun ke derajat binatang atau bahkan lebih rendah daripadanya. Sebaliknya, apabila ruh Ilahi yang menguasai, ia akan melambung tinggi kederajat malaikat. Dalam puasa terdapat kemenangan ruh Ilahi atas materi, akal pikiran atas nafsu syahwat.

Inilah barangkali rahasia kebahagiaan sehari-hari yang dirasakan oleh orang yang berpuasa setiap mendapati puasanya sempurna hingga waktu berbuka puasa, sebagaimana disabdakan Nabi Saw. dalam sebuah haditsnya,

لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا ، إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ ِبِفِطْرِهِ وَإِذَا رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِه

     Orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan: ketika berbuka ia berbahagia dengan berbukanya itu, ketika bertemu dengan Tuhan-nya, ia berbahagia dengan puasanya itu. (Bukhari dan Muslim, lihat Al-Lu'Lu wal Marjan, hal.707)Terbukti bahwa puasa merupakan tarbiah bagi iradah (kemauan), jihad bagi jiwa, pembiasaan kesabaran, dan "pemberontakan" kepada hal-hal yang telah lekat mentradisi. Adakah manusia kecuali pasti memiliki kemauan? Adakah kebaikan selain pasti mengandung kemauan? Adakah agama selain kesabaran untuk taat atau kesabaran menghadapi maksiat? Puasa mewakili dua kesabaran itu.

Karenanya tidak mengherankan ketika Rasulullah Saw. menamakan bulan Ramadhan sebagai syahr ash-shabr(bulan kesabaran). Sebuah hadits berkata,

صَوْمُ شَهْرِ الصَّبْرِ وَثَلَاثَةُ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، يُذْهِبْنَ وَحْرَ الصَّدْرِ

     Puasa bulan kesabaran dan tiga hari dalam setiap bulan dapat melenyapkan kedengkian dalam dada. (HR. Bazzar dari Ali dan Ibnu Abbas, dan Thabrani dan Baghawy dari Namr bin Tulab. Lihat Al-Jami' Ash-Shagir 3804)

Sebagaimana halnya Nabi Saw. menganggap الصِّيَامُ جُنَّةٌ  puasa sebagaijunnah ("perisai" - Hadits ini diriwayatkan melalui banyak sanad dari sejumlah sahabat, di antaranya dari Abu Hurairah dalam Bukhari dan Muslim.) untuk melindungi diri dari dosa ketika di dunia, dan untuk menyelamatkan diri dari api neraka di akhirat. Rasulullah Saw. bersabda,

الصِّيَامُ جُنَّةٌ مِنَ النَّارِ كَجُنَّةِ أَحَدِكُمْ مِنَ الْقِتَالِ

     Puasa adalah perisai dari api neraka, seperti perisainya salah seorang kalian dalam peperangan. (HR.Ahmad, Nasa'i, Ibnu Majah, Ibnu Hiban, dan Ibnu Khuzaimah dari Utsman bin Abil Ash, sahih Al-Jami' Ash-Shaghir 3879)

Dalam riwayat lain beliau Saw. bersabda,

الصِّيَامُ جُنَّةٌ وَهُوَ حِصْنٌ مِنْ حُصُونِ الْمُؤْمِنِ

     Puasa adalah perisai. Ia adalah benteng dari sekian banyak benteng orang Mukmin.(HR. Thabrani dari Abi Umamah, derajatnya hasan sahih. Al-Jami' Ash-Shaghir A/3881)Sudah sama-sama dipahami bahwa nafsu seksual adalah senjata yang paling ampuh untuk menundukkan manusia, sehingga sejumlah aliran psikologi menganggap bahwa ia adalah penggerak utama semua perilaku manusia.

Siapapun yang mengamati medan peradaban Barat sekarang ini, dengan berbagai bentuk dekadensi moral dan mewabahnya berbagai penyakit, mendapatkan pelajaran bahwa penyelewengan naluri ini mengakibatkan lahirnya berbagai kondisi yang menjadi refleksinya.

Puasa berpengaruh menahan nafsu syahwat dan mengangkat tinggi-tinggi nalurinya, khususnya jika terus menerus melakukan puasa dengan mengharap pahala Allah Swt. Karena itu, Rasulullah Saw. memerintahkan puasa kepada pemuda yang belum mampu menikah, hingga Allah melimpahkan karunia-Nya kepadanya. Beliau Saw. bersabda,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

     Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian telah mampu maka nikahlah. Sesungguhnya ia lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Sedangkan barangsiapa tidak mampu maka berpuasalah, karena sesungguhnya puasa itu "pengebirian" baginya. (Bukhari dari Ibnu Mas'ud dalam kitab Shaum dan Lainnya, Muslim 1400)

Maksudnya, hikmah ibadah puasa dapat menurunkan dorongan nafsu syahwat kepada lawan jenis.Diantara sekian banyak hikmah-hikmah puasa adalah menajamkan perasaan terhadap nikmat Allah Swt. kepadanya. Akrabnya nikmat bisa membuat orang kehilangan perasaan terhadap nilainya. Ia tidak mengetahui kadar kenikmatan, kecuali jika sudah tidak ada di tangannya. Dengan hilangnya nikmat, berbagai hal dengan mudah dibedakan.

Seseorang dapat merasakan nikmatnya kenyang dan nikmatnya pemenuhan dahaga jika ia lapar atau kehausan. Jika ia merasa kenyang setelah lapar, atau hilang dahaga setelah kehausan, akan keluar dari relung  hatinya ucapan alhamdulillah. Hal itu mendorongnya untukmensyukuri nikmat-nikmat Allah kepadanya. Inilah yang diisyaratkan oleh hadits riwayat Ahmad dan Tirmidzi, yang Nabi Saw. bersabda,

عَرَضَ عَلَيَّ رَبِّيْ لِيَجْعَلَ لِيْ بَطْحَاءَ مَكَّةَ ذَهَبًا ، فَقُلْتُ : لَايَارَبَّ ، وَلَكِنِّيْ أَشْبَعُ يَوْمًا وَأَجُوْعُ يَوْمًا ، فَإِذَا جُعْتُ تضَرَّعْتُ إِلَيْكَ وَذَكَرْتُكَ وَإِذَا شَبِعْتُ وَشَكَرْتُكَ

     Tuhanku pernah menawariku untuk menjadikan kerikil di Makkah emas. Aku menjawab, "Tidak, wahai tuhanku. Akan tetapi aku kenyang sehari dan lapar sehari. Apabila aku lapar, aku merendah sembari berzikir kepada-Mu, dan apabila aku kenyang, aku memuji-Mu dan bersyukur kepadamu-Mu. (Riwayat Ahmad dan Tirmidzi dari Abi Umamah.)Selain itu, puasa juga mempunyai hikmah ijtima'iyah (hikmah sosial), Puasa ini dengan memaksa orang untuk lapar, sekalipun mereka bisa kenyang memiliki sejenis persamaan umum yang dipaksakan, menanamkan dalam diri orang-orang yang mampu agar berempati terhadap derita orang-orang fakir miskin. Atau sebagaimana yang dikatan oleh Ibnul Qayim, "Ia dapat mengingatkan mereka akan kondisi laparnya orang-orang miskin."

Al-Allamah Ibnu Hammam berkata, "Tatkala ia merasakan pedihnya lapar pada sebagian waktunya, ia akan teringat perasaan ini diseluruh waktunya, lalu timbullah padanya rasa kasihan." (Fath Al-Qadir 2/42)

Pada bulan Ramadhan ini terdapat peringatan praktis selama sebulan penuh, yang mengajak kepada sikap kasih sayang, persamaan, dan lemah lembut, antara satu individu dengan yang lain. Karena itu, dalam beberapa riwayat, Ramadhan disebut sebagai شَهْرُ الْمُوَاسَاةِ  syahr al-muwasah "bulan solidaritas" (Dari salman dalam Sahih Ibnu Khuzaimah, dalam sanadnya ada seorang rawi yang bernama Ali bin Zaid bin Ja'an.) dan Nabi Saw. lebih pemurah dalam memberikan kebaikan dibanding angin yang bertiup (sebagaimana disebutkan dalam riwayat Bukhari dan Muslim).

Atas dasar itu, maka salah satu amal yang paling utama pahalanya adalah memberi makan untuk berbuka puasa. Nabi Saw. bersabda,

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

     Barangsiapa memberi makan untuk berbuka orang yang berpuasa, ia mendapat pahala seperti pahalanya, tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang berpuasa itu.(Riwayat Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Hiban dalam Sahih-nya dari Zaid bin Khalid. Lihat Sahih Al-Jami' Ash-Shaghir 6415)Gabungan dari semua itu, adalah bahwa puasa dapat mempersiapkan orang menuju derajat takwa dan naik ke kedudukan orang-orang mutaqin. Ibnul Qayim berkata, "Puasa memiliki pengaruh yang menakjubkan dalam memelihara fisik, memelihara kekuatan batin, dan mencegah bercampuraduknya berbagai bahan makanan yang merusak kesehatan. Puasa memelihara kesehatan hati dan anggota badan, serta mengembalikan lagi hal-hal yang telah dirampas oleh tangan-tangan nafsu syahwat. Ia adalah sebesar-besar pertolongan untuk membangn takwa, sebagaimana firman Allah Swt.,

يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

     Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian puasa, sebagaimana yang telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa. (Al-Baqarah:183)

Adalah benar bahwa puasa Ramadhan merupakan madrasah mutamayizah(sekolah istemewa) yang dibuka oleh Islam setiap tahun  untuk proses pendidikan  praktis menanamkan seagung-agung nilai dan setinggi-tinggi hakikat. Barang siapa memasukinya, menjalin hubngan dengan tuhannya disana, mengerjakan puasa yang baik sebagaimana yang disyariatkan Rasulullah Saw. ia telah berhasil menempuh ujian dan keluar dari musim ujian ini dengan mendapatkan keuntungan yang besar dan penuh berkah. Keuntungan apalagi yang lebih besar daripada menerima ampunan dan diselamatkan dari api neraka?

Abu Hurairah r.a meriwayatkan dari Rasulullah Saw., beliau bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَلَهُ مَاتَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَلَهُ مَاتَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

     Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu... Barang-siapa menegakkan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (HR. Bukhari dan Muslim )

Source : Fiqih Puasa, Dr. Yusuf Qardhawi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar