Sabtu, 30 Mei 2015

RAMADHAN BULAN MULTI KURIKULUM IBADAH

RAMADHAN BULAN MULTI KURIKULUM IBADAH

          Bulan Ramadhan merupakan bulan ibadah yang sangat komplit, multi dan simultan;  tidak hanya meningkatkan iman dan taqwa, tetapi juga ilmu dan amal; tidak hanya bulan melatih pengendalian hawa nafsu, menahan lapar , haus dan merasakan penderitaan orang lain (yang berarti bulan untuk mengasah, mempertajam kepekaan rasa kemanusiaan dan kemasyarakatan), tetapi juga merupakan bulan untuk mengasah akal, ilmu; dengan kata lain : melatih kematangan kejiwaan, kerokhanian, emosional, etika dan kematangan intelektual; tidak hanya kematangan intelektual, rasional, tetapi yang penting "membersihkan dan memberi, mena-namkan nilai-nilai rukhaniah, kejiwaan pada akal".  Jadi, bulan Ramadhan "sarat, penuh dengan kurikulum dan silabus pendidikan manusia sempurna dan seutuhnya" (yang merupakan tujuan/sasaran pendidikan nasional; lihat GBHN dan UU tentang Sistem Pendidikan Nasional), yaitu mencakup kurikulum, kegiatan untuk : 

1. Kematangan kejiwaan/rukhaniah,
("emotional/ethical maturity") :

Antara lain dengan kegiatan sholat lima waktu & tarawih; puasa itu sendiri dengan segala amalannya, pada hakikatnya pengendalian emosi dan hawa-nafsu; tadarus, pendalaman nilai-nilai Qur'ani; 

2. Kematangan intelek (intellectual maturity):

Antara lain dengan kegiatan pengajian, diskusi ilmiah mengenai berbagai aspek ilmu keislaman, khususnya kajian ilmiah mengenai berbagai aspek dari " puasa " dan " malam lailatul qadar "; 

Patut dicatat, bahwa salah satu karakteristik Ramadhan adalah "diturunkannya Al-Qur'an" (Kitab, ILMU Allah) sebagaimana tersebut dalam Q.S. Al-Baqarah: 185 : 

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat inggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” (QS.  Al Baqarah: 185)

Jadi jelas Ramadhan mengandung karakteristik keilmuan atau kematangan intelektual. Bulan Ramadhan, bulan "gerakan MEMBACA/menuntut ILMU"; jadi merupakan bulan "memberantas kebodohan". 

Kematangan sosial (social maturity) : 

yaitu dengan kegiatan beramal, infaq, zakat dsb. 

Jadi bulan Ramadhan mengandung TRILOGI Kurikulum/Silabus yang mencakup masalah :
(1) Iman &Taqwa
(2) Ilmu
(3) Amal

Itulah "kurikulum lengkap" (KURKAP) atau "kurikulum utuh" (KURTUH)

yang disebutkan di dalam Q.S. Al-Fathir ayat 29 sebagai "perniagaan yang tidak akan merugi" ("tijaarotan lan tabuur"). Jadi jelas merupakan KURMINTU (kurikulum jaminan mutu). 

Surat Al-Fathir :29 itu lengkapnya berbunyi sbb. : 

  إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ

Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri (TQS Fathir [35]: 29-30).

Marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah, karena manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah manusia yang bertakwa kepadaNya.Takwa mengandung pengertian bahwa kita senantiasa melaksanakan segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya.

Kehidupan manusia di dunia ibarat orang sedang berbisnis. Pelakunya bisa men-derita kerugian, bisa pula memperoleh keuntungan. Kerugian dan keuntungan yang hakiki akan di terima di akhirat. Sementara di dunia, kendati sudah ada yang dapat dirasakan, namun hanya sebagian kecil. Baru 'uang muka' saja. 
Sebagai kitab petunjuk, Alquran telah menjelaskan mengenai amal yang membuat pelakunya merugi atau untung. Surat Al Fathir ayat 29-30 merupakan salah satu ayat yang menjelaskan mengenai hal ini.

Amalan yang Menguntungkan
Allah SWT berfirman: Inna al-ladzîna yatlûna Kitâbal-Lâh (sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah). Per-tama, mereka adalah orang-orang yang yatlûna al-Kitâb. membaca dalam rangka untuk beribadah dengannya. Dijelaskan al-Syaukani, ung-kapan itu meunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang membiasakan diri dan terus menerus membaca al-Kitab.Yang dimaksud dengan al-Kitâb dibaca tak lain adalah Alquran. 
Memang di antara keisti-mewaan Alquran adalah mem-bacanya dinilai sebagai ibadah. Rasulullah SAW bersabda: Baca-lah Alquran karena Alquran akan datang pada hari kiamat kelak memberikan syafaat kepada ahlinya (HR Muslim dari Ummah al-Bahili). Dalam riwayat al-Tirmidzi, Rasulullah SAW mem-beritakan bahwa orang yang membaca satu huruf dari Alqur-an akan diberikan satu kebaikan. Sedangkan satu kebaikan itu setara dengan sepuluh kebaikan.
Selain membaca Alquran, mereka juga: wa aqâmû al-shalâh (dan mendirikan shalat). Kata al-shalâh dalam ayat ini tentu dalam pengertian syar'i. Yakni, ibadah khusus yang diawali dengan tak-bir, diakhiri dengan salam, dan disertai dengan niat. Mereka mendirikan semua shalat yang diwajibkan atas mereka, dan disempurnakan dengan shalat-shalat nafilah. Semua shalat itu, dikerjakan sesuai dengan wak-tunya dan terpenuhi syarat, rukun, dan dan dzikirnya. Shalat itu dikerjakan dengan khusuk, sehingga menjadi orang-orang yang beruntung (lihat QS al-Mukminun [23]: 1-2). Selain itu, juga memberikan pengaruh dalam perilakunya, sehingga tercegah dari perbuatan keji dan munkar (lihat QS al-Ankabut [29]: 45).

Amalan lainnya adalah: wa anfaqû mimmâ razaqnâhum sirr[an] wa alâniyat[an] (dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan). Makna frasa ini, menurut al-Thabari, mereka menunaikan zakat yang difardhukan. Selain itu, mereka juga mengeluarkan harta mereka untuk shadaqah tathawwu'. 
Penyebutan kata sirr[an] wa 'alâniyat[an] menjelaskan cara menunaikannya. Apabila ditu-naikan secara sirr[an] (raha-sia), itu lebih baik. Namun jika ditunaikan secara 'alânit[an] (terang-terangan), menurut du-gaannya tercegah dari sikap riya'. Bisa juga, yang dimaksud dengan sirr[an] adalah shadaqah, semen-tara 'alâniyat[an] adalah zakat. Sebab, menunaikan zakat secara terang-terangan sama halnya dengan mengumumkan kewa-jiban. Dan itu sesuatu yang mustahab. Demikian al-Razi dalam tafsirnya.  Ayat ini juga sejalan de-ngan QS al-Baqarah [2]: 274, al-Ra'd [13]: 22, dan Ibrahim [14]: 31. Dalam hadits Bukhari dan Muslim dari Abu Huraih disebutkan bahwa salah satu dari tujuh kelompok yang mendapat na-ungan Allah pada hari kiamat adalah orang yang memberikan shadaqah dengan rahasia, hing-ga tangan kirinya tidak me-ngetahui apa yang dishada-qahkan oleh tangan kanannya.

Menurut Fakhruddin al-Razi, dalam ayat ini mengandung hikmah yang besar Frasa innamâ yakhsyâl-Lâh dalam ayat sebe-lumnya mengisyaratkan amalan hati, frasa al-ladzîna yatlûna Kitâbal-Lâh mengisayaratkan amalan lisan, frasa wa aqâmû al-shalâh mengisayaratkan amalan badan, dan frasa wa anfaqû mimmâ razaqnâhum meng-isyaratkan amalan harta. Penje-lasan senada juga dikemukakan Abu Hayyan al-Andalusi.
 
Berharap Pahala dan Fadhilah-Nya
Kemudian Allah SWT ber-firman: yarjûna tijârat[an] lan tabûr (mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi). Dijelaskan Menurut Fakhruddin al-Razin, frasa ini menunjukkan bahwa mereka melakukannya dengan ikhlas. Mereka mengerjakan semua amal itu bukan karena riya, supaya disebut sebagai orang yang baik, dermawan, dan sebagainya. Namun mereka mengerjakan benar-benar dilan-dasi motivasi untuk men-dapatkan balasan-Nya.

Kata al-tijârah, menurut al-Raghib al-Asfahani, berarti mem-pergunakan modal yang ber-tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Ibarat tijârah, se-mua amalan itu adalah modal ayng dikeluarkan. Sedangkan keuntungan yang didapat adalah pahala, surga, dan ridha-Nya. Dibandingkan dengan amal yang dikerjakan, tentulah keun-tungan itu sangat besar. Apa yang melebihi surga dan ridha-Nya? Perniagaan itu pun disebut sebagai tijarât[an] lan tabûr, perniagaan yang tidak akan merugikan. Sebagaimana dije-laskan al-Jazairi, kata lan tabûr bermakna lan tahlik (tidak akan lenyap).

Semua modal manusia yang berupa iman dan amal shalih tidak akan lenyap dan sia-sia. Allah SWT pun berfirman: liyuwaffiyahum ujûrahum (agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka). Frasa ini memberikan penegasan bahwa harapan mereka tidak hampa. Mereka pasti akan mendapatkan apa yang diharapkan itu. 
Hal itu karena telah menjadi ketetapan dan janji Allah SWT bahwa semua perbuatan manu-sia akan mendapatkan balasan dari-Nya. Sebagaimana balasan siksa neraka atas perbuatan munkar dan maksiat, perbuatan ma'ruf dan taat pun akan digan-jar dengan pahalaBahkan balasan yang dibe-rikan bukan hanya sepadan dengan perbuatan yang diker-jakan, namun masih ditambah dengan keuntungan berlipat. Allah SWT berfirman: waya-zîdahum min fadhlihi (dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya). Menurut Ibnu 'Athiyah, tambahan fadhilah itu ada yang menafsirkannya seba-gai pelipatgandaan pahala bagi pelakunya, mulai sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat. Namun menurut yang lain, pelipatgan-daan pahala itu masih termasuk dalam cakupan liyuwaffiyahum ujûrahum. Sedangkan tambahan yang dimaksud adalah melihat wajah Allah SWT di akhirat kelak. Bisa pula, tambahan itu berupa dijadikannya mereka sebagai pemberi syafaat bagi orang lain, sebagaimana friman-Nya: Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (TQS Yunus [10] :26).

Ayat ini kemudian ditutup dengan firman-Nya: Innal-Lâh Ghafûr[un] Syakurun] (sesung-guhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri). Artinya, Allah SWT mengampuni per-buatan dosa mereka, dan mem-balas semua amal shalih mereka.

Hidup di dunia amat singkat. Itu pun hanya sekali. Maka jangan sampai salah pilih dan merugi. Kita harus meng-ambil 'bisnis' dengan keun-tungan berlipat ganda yang ditawarkan kepada kita. Masih-kah kita belum tertarik dengan tawaran menggiurkan  itu? Wal-Lâh a'lam bi al-shawâb.

  إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ

"Sesungguhnya orang-orang (1) yang membaca Kitab Allah dan (2) mendirikan shalat dan (3) menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terangterangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi". ( Q.S. AL-FATHIR : 29 )

Perhatikan ketiga unsur kurikulum yang terkandung di dalam Q.S.. Al-Fathir di atas, yaitu : 

"Yatluuna kitaballah" àILMU. 

"aqoomush sholaah" àIMAN & TAQWA 

"anfaquu mimma rozaqnahum" à AMAL 

Source : Kumpulan Ceramah Ramadhan Prof.Dr.Barda Nawawi Arief, SH
Edit ulang oleh Suhefriandi, Spd. MM
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar