Senin, 23 Maret 2015

" LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM " RUMAH TAMPAK JALAN TAK TAHU "

LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM :
Rumah Tampak Jalan Tak Tahu

       ALBERT NASHIR,S.Pd.,M.M.
( Pengajar di Pesantren Terpadu Serambi Mekkah Kota Padang Panjang )

DAFTAR ISI
================
1. Sekolah Islam Moderen dan Berkarakter -------------------------------------------------
2. Sekolah Islam Terpadu : Gantungan Harapan------------------------------------------
3. Lembaga Pendidikan Islam : Rumah Tampak Jalan tak Tahu------------------------
4. Keuntungan Investasi Pendidikan : Dari Segi Sosial dan Ekonomi-----------------
=====================================================

PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Konsep tentang pendidikan karakter belakangan ini kembali hangat dibicarakan. Tidak ragu lagi salah satau harapan mewujudkannya adalah melalui pendidikan agama. Ketika kita berbicara tentang pendidikan agama, sebagai seorang muslim salah satu yang teringat oleh kita adalah pendidikan Islam dan lembaga pendidikan Islam.

Risalah kecil yang ada ditangan pembaca sekarang ini adalah artikel artikel lepas tentang pendidikan Islam dan lembaga pendidikan Islam yang pernah penulis tulis diwaktu yang berbeda, dan satu buah tulisan dari saudara Amich Alhumami,pegawai di Direktorat agama dan pendidikan Bappenans. Meski tidak sempurna dan tidak tersistematis mudah-mudahan ada manfaatnya  Terakhir semoga Allah SWT melindungi kita semua, Amiin.

September 2010
Penulis,

SEKOLAH  ISLAM  MODEREN DAN BERKARAKTER

Oleh
Albert  Nashir

Lahirnya Negara-Negara Non Barat yang Non Islam

Di abad pertengahan peradaban Islam pernah mengalami perkembangan pesat. Ada dua hal yang menjadi karakteristik peradaban pada saat itu. Pertama,open society, dimana kontak nilai-nilai budaya antar bangsa terbuka dan berkembang sehingga melahirkan nilai-nilai budaya baru,moderen dan egaliter.Kedua, berkembangnya paham humanisme dan perhatian terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Paham ini melahirkan sebuah konsep yaitu bahwa manusia memiliki otoritas luas untuk menentukan peradabannya. Kedua karakteristik inilah yang telah menjadi spirit dan akar peradaban moderen, yaitu open society dan humansime.

Kedua akar peradaban moderen inilah yang diambil oleh negara-negara Barat, sehingga mereka sekarang memimpin peradaban dunia. Belakangan ini juga diambil oleh negara non barat yang non Islam yaitu Jepang,India,Korea dan China. Mereka mengembangkannya dengan mengkombinasikan elemen-elemen tradisi timur dengan modernitas Barat menjadi peradaban modern baru yang berbasis pada budaya induk (mother culture) dan agama.

India misalnya, telah mengadopsi sistem pendidikan barat yang liberal. Pemerintahnya telah menerapkan secara massif di kelas-kelas sekolah. Sehingga  tidak heran akhir-akhir ini India telah mengalami perekembangan pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Tapi mereka mengadopsi sistem barat itu bukan semata-mata sebagai tujuan akhir melainkan sebagai jalan untuk mencapai tujuan hidup orang India yaitu pencerahan jiwa,kebaikan,kebahagiaan hidup yang berelandaskan nilai-nilai agama Hindu (Aaan Hasanah dalam Ramohun,1985).

Kemudian Jepang, ia maju karena berhasil menemukan esensi, makna dan ruh kultur mereka sebagai akar tunggang dalam membangun peradaban moderen. Sipirit Bushido telah menjadi cahaya dan aliran darah yang melekat kuat dalam diri orang Jepang. Kontak kebudayaan dengan modernisasi Barat tidak membuat bangsa Jepang meninggalkan nilai-nilai kultur mereka bahkan menjadi pemicu terjadinya pertemuan nilai yang menguntungkan.Pertemuan nilai itu tidak menimbulkan konfrontasi. Bangsa Jepang mengadaptasi nilai-nilai modernisasi Barat dengan memasukkan kedalamnya elemen kultur lokal sehingga menjadi kekuatan pendorong untuk membangun peradaban moderen Non-Barat.

Dalam sebuah tulisannya,Dawam Raharjo (2005) menyebutkan bahwa fenomena ini telah melahirkan negara-negara non-barat yang mengembangkan peradaban baru yang berbasis kebudayaan induk,agama,ilmu pengetahuan dan teknologi, sistem lembaga pendidikan yang  maju, sistem politik dan kenegaraan yang berakar pada trilogi liberalisme, pluralisme dan sekularisme.
Tumbuh kembangnya negara-negara baru non Barat yang non Islam itu menimbulkan pertanyaan. Mengapa negara negara yang berpenduduk mayoritas Islam seperti Indonesia yang memiliki kebudayaan Induk yang kohesif justru tertinggal dari negara-negara yang disebutkan diatas? Padahal modal sosial yang dimiliki lebih dari cukup untuk membangun sebuah peradaban moderen.

Nilai nilai Islam dan Model Pengembangan Pendidikan Islam

Model  pengembangan pendidikan Islam harus dimulai dari nilai nilai ajaran Islam yang merupakan jati diri umat Islam yang komprehensif dan universal. Arti komprehensif dan universal adalah bahwa dimanapun Agama Islam berkembang maka tempat itu menjadi pertemuan nilai untuk membangun peradaban baru yang lebih maju. Oleh karena itu Islam juga harus dipahami sebagai agama pembawa perubahan kepada yang lebih baik. Namun tantangan besar  yang dihadapi sekarang adalah masih banyak umat Islam memiliki paradigma eklusif terhadap nilai-nilai Islam. Mengubah paradigma Islam eklusif menjadi paradigma inklusif inilai pekerjaan yang amat berat. Sebab ketika kita menempatkan Islam sebagai sesuatu yang menentang peradaban moderen maka sekomprehensif dan universal apapun ajaran Islam itu tidak akan mampu membawa perubahan dan membangun peradaban.

Bagaimana dengan Indonesia? Kalau terlalu besar Indonesia,Sumatera Barat sajalah. Sebagai bangsa atau masyarakat yang berpenduduk mayoritas Islam, seharusnya kita mampu mengembangkan lembaga pendidikan Islam yang moderen dan unggul,dengan menjadikan nilai-nilai Islam sebagai akar dan spirit yang dipadukan dengan nilai-nilai budaya lokal.

Sistem pendidikan Islam harus dikembangkan untuk menanamkan pemahaman Islam yang moderat, terbuka,toleran, dan menghargai ragam perbedaan. Karena realitas masyarakat kita yang majemuk maka konsep pendidikan yang dikembangkan mesti berorientasi kepada pemahaman dan toleransi terhadap perbedaan dan keragaman dengan tidak mengorbangkan keyakinan setiap individu tentunya.Tapi selama pemahaman nilai-nilai islam tetap berada pada pemahaman yang jumud dan ekstrim maka lembaga pendidikan Islam akan tetap menjadi institusi pinggiran, rumah tampak  jalan tak tahu. 

Pendidikan Islam hendaknya juga mengajarkan sikap responsif terhadap kehidupan berdemokrasi. Pendidikan berdemokrasi ini penting dikembangkan agar berkembang sikap saling menghargai terhadap hak-hak individu yaitu kebebasan berfikir, berpendapat,berkumpul dan bebas dari rasa takut.Hal ini sangatlah penting untuk menjaga komitmen setiap warga negara untuk membangun bangsanya.

Meskip demikian beberapa pengambil kebijakan di beberapa lembaga pendidikan Islam telah mulai menyadari hal tersebut sehingga tidak heran belakangan ini telah banyak lahir lembaga pendidikan Islam yang mengadopsi nilai-nilai budaya global dengan tetap menjadikan Islam sebagai akar dan spiritnya. Ini adalah buah manis dari sebuah peluang yang tersedia, yaitu dengan diakomodasinya pola pengelolaan pendidikan Islam ke dalam sebuah tata nilai dan sistem perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Kemudian yang tidak kalah pentingnya, lembaga pendidikan Islam harus responsif dan sensitif terhadap modernisasi pembelajaran yang berkembang, seperti mengembangkan strategi pembelajaran aktif yang berpusat pada siswa. Kemudian modernisasi fasilitas pembelajaran, lingkungan, dan faktor pendukung lain seperti manajemen sekolah yang terbuka,transparan,akuntabel dan keterlibatan stakeholder yang optimal.

Suatu hal yang menjadi intangable asset lembaga pendidikan Islam sejak dulu adalah dukungan penuh dari masyarakat. Inilah salah satu ruh berjayanya lembaga pendidikan Islam di negeri kita. Karena itu dukungan penuh masyarakat ini terus dipelihara. Bila dukungan masyarakat telah tercerabut dari lembaga pendidikan Islam maka jadilah lembaga pendidikan Islam itu eksklusif dan ”pengemis” karena telah kehilangan independensi pengelolaan dan tergantung pada uluran tangan pemerintah.

Kita optimis, peluang untuk tampil sebagai pelopor peradaban baru yang moderen yang berlandaskan nilai-nilai Islam terbuka luas, apabila pengelola lembaga pendidikan Islam berusaha untuk mengembangkan model pendidikan yang inklusif, terbuka, dialogis dan terpusat kepada student needs sehingga lahirlah sumber daya manusia yang tangguh dan berkarakter karena dibangun oleh sipirit keagamaan,spiritualitas dan kemanusiaan.

Wallahu ’alam
Padangpanjang, 11 Juni 2010

SEKOLAH  ISLAM  TERPADU :
Gantungan Harapan

Oleh
Albert  Nashir

Dampak kemajuan teknologi informasi yang merupakan pintu gerbang masuk ke era digital telah semakin terasa. Rahasia alam semesta sudah semakin terbuka. Komunikasi telah semakin bebas tanpa batas sehingga saling pengertian dan toleransi dan contoh mencontoh kebudayaan dan tata nilai kehidupan tidak dapat dielakkan. Ia telah membawa manusia kearah modernisasi dan kemudahan.

Tapi sebaliknya,gerak kemajuan itu juga membawa limbah yang berbahaya. Ia telah mencemari akhlak dan perilaku mulia manusia. Artinya, kemajuan teknologi komunikiasi juga berpotensi menggeser tata nilai kehidupan yang mulai sehingga dapat menjerumuskan.

Kompleksitas permasalahan yang ditimbulkan oleh kemajuan teknologi komunikasi adalah kebingungan dan kesulitan beradaptasi dalam berprilaku keseharian orang perorangan. Sehingga muncullah konflik karena setiap orang merasa terganggu dengan perilaku-perilaku yang menyimpang dan menggangu serta berbuat semaunya.

Bagi orang tua yang memiliki anak,fenomena ini menambah kekhawatiran dan kecemasan berkenaan dengan masa depan putra putri mereka. Melihat angka kriminalitas yang semakin meningkat,sebut saja tindak kekerasan,penyelewengan seksual,tawuran pelajar,penyalahgunaan obat dan narkotika,minuman keras telah membuat mereka ragu terhadap efektifitas pendidikan umum dalam mengembangkan kepribadian dan karakter anak-anak mereka.

Harapan Pada Sekolah Islam

Dalam memilih sekolah, setiap orang tua pasti mempunyai harapan. Setidaknya mereka ingin anak-anak mereka bersekolah disekolah yang tidak saja tinggi mutu akademiknya tapi juga mempunyai kedalaman dalam keberagamaan.Apalagi bagi keluarga yang suami istrinya bekerja diluar rumah, harapan lembaga pendidikan ideal seperti ini sangatlah dibutuhkan.

Sekolah Islam terpadu dipandang mampu untuk memainkan peran harapan orang tua stersebut. Karena konsep pendidikan yang diterapkan di sekolah Islam terpadu adalah integrasi antara konsep pendidikan Islam dan metode pendidikan  modern. Dalam pelaksanaan, biasanya jenis pendidikan seperti ini menerapkan model moving class,learning by doing, keteladanan ditambah penerapan bahasa pengantar Indonesia,Arab,Inggris. Melalui disain kurikulumnya,sekolah islam terpadu merancang kurikulum yang memadukan nilai-nilai pendidikan Islam dan metode pendidikan internasional terbaru sehingga sekolah islam terpadu diharapkan dapat menghasilkan generasi unggul dengan akhlak mulia.

Pada prinsipnya sekolah Islam terpadu (SIT) yang dikelola secara serius harus memiliki berbagai alat bermain modern yang aman dan akrab bagi anak-anak/peserta didik,sarana pendukung, media belajar mutakhir, ruang multi media lengkap dengan komputernya,perpustakaan,kendaraan operasional,lapangan olah raga,dan katering sekolah. Harapan masyarakat tercurah kepada SIT karena itu pengelola SIT harus menyadari harapan masyarakat tersebut,tantangan yang mereka hadapi, dan kemampuan yang harus mereka kuasai. Sekolah yang baik itu adalah sekolah yang sukses dan tanpa kegagalan.Semua sisawanya teridentifikasi bakat,keterampilan dan kecerdasannya sehingga memungkinkan mereka menjadi apa saja yang mereka inginkan (Druden dan Vos, The learning Revolution).

Sekolah Islam Terpadu Dan Pendidikan Afektif

Sekolah umum lebih cendrung menekankan aspek kecerdasan kognitif-logis, analitis dan penekanan pada akuisisi informasi. Tapi sekolah Islam terpadu tidak boleh begitu. Seiring dengan perkembangan akhir-akhir ini,para peneliti telah mulai mengalihkan perhatian pada pendidikan afektif, terutama setelah terbitnya buku Daniel Goleman mengenai emotional intelligence dan buku karya Howard Gardner tentang multiple intelligence.Kedua karya tersebut telah menunjukkan urgensi kecerdasan emosi dan bagaimana keterampilan sosial dan emosional dapat membawa hidup lebih sukses dan memuaskan. Oleh sebab itu SIT harus lebih hendaknya daripada itu.Ia tidak hanya mencerdaskan aspek kognitif dan emosi tetapi juga cerdas dalam aspek spiritual.

Sebenarnya tidak ada kontradiksi diantara kecerdasan tersebut. Kecerdasan afektif penting. Sama pentingnya dengan kecerdasan emosi atau keterampilan sosial dan kecerdasan spiritual.

SIT harus memiliki emotionally and Spiritually safe classroom yaitu kelas yang didisain agar anak lebih banyak belajar tentang sang  pencipta,dirinya sendiri,kehidupan dan lingkungan sosial. SIT juga harus mengeksplorasi pendekatan afektif dan psikomotorik siswa dan tidak hanya berorientasi cognitive indicator performance. Karena itu dalam Proses Belajar Mengajar SIT harus menampilkan tema-tema tentang pengenalan anak terhadap Allah SWT,identitas diri dan pengembangan harga diri. Disamping itu kesadaran dan ekspresi emosi seorang anak terhadap orang lain juga perlu dilatih dan diperkenalkan sehingga seorang anak dapat menyimpulkan perasaan dirinya dan orang lain dalam bentuk ekspresi tingkah laku . Pepatah minang  mengatakan Lamak dek awak Katuju Dek Urang.  

Pendekatan Afektif dan Cara Mengukurnya

Mungkinkah perasaan dapat diukur ? Itulah pertanyaan yang muncul ketika pendekatan afektif diterapkan.

Khoiruddin Bashari mengutip pendapat Sartlede dan Milburn mengungkapkan bahwa agar hasil pendidikan afektif dapat terukur maka model pembelajaran preskriptif,diagnostik atau direktif dapat digunakan. Model model ini mensyaratkan lima unsur yaitu :
1. mendefinisikan afeksi yang akan diajarkan dengan istilah yang spesifik.
2. menaksir tingkat kompetensi yang telah dimiliki siswa. Gunanya untuk mengetahui pada tingkat mana siswa telah mengetahui kemampuan tertentu.
3. mengajarkan kemampuan afektif yang masih kurang
4. mengevaluasi hasil pembelajaran
5. memberi peluang untuk latihan dan melakukan generalisasi

Adapun cara yang lebih sering dipakai untuk mengukur pendidikan afektif adalah self report dan affective assessment by adults and peers.

Bahan Diskusi Terbatas
Wacana pendirian  SMPIT  di Batusangkar
5  Agustus 2010

LEMBAGA  PENDIDIKAN  ISLAM :
Rumah Tampak Jalan Tak Tahu

Oleh
Albert  Nashir

Pelaksanaan pendidikan Islam di lembaga pendidikan Islam sampai sekarang masih paradok. Dari segi konsep dan teoritik ia bagus. Tapi dalam tataran pelaksanaan masih jauh tertinggal dari sekolah-sekolah umum. Mengapa demikian ? Karena masih banyak pelaksana dan pengelola lembaga pendidikan Islam dan sekolah-sekolah umum yang tidak paham dengan tujuan pendidikan dalam Islam.

Dari segi konsep pendidikan Islam sangatlah komprehensif dan ideal, jika dilaksanakan dengan berhasil akan dapat mengantarkan anak didik menjadi manusia yang sempurna. Tujuan dasar pendidikan Islam adalah untuk mengantarkan seseorang/peserta didik mengenal Allah SWT dan RasulNya, paham dengan Al-quran dan berakhlak mulia. Dalam perjalanannya pengelola lembaga pendidikan Islam atau guru pelajaran agama Islam pada sekolah sekolah umum seperti kehilangan strategi untuk mencapai tujuan mulia tersebut. Pepatah minang mengatakan rumah tampak jalan tak tahu. Ironisnya lagi di sekolah-sekolah umum pendidikan Islam atau lebih sempit lagi pelajaran agama Islam ditempatkan pada posisi yang kurang strategis bahkan tidak terlalu dianggap penting. Terkadang guru-guru yang mengajar pelajaran agama islam direkrut dari latar belakang yang bertolak belakang dengan mata pelajaran yang diajarnya. Ada yang diambil dari jurusan Pendidikan Agama Islam tapi kurang profesional  sehingga merekapun  diposisikan pada tempat yang kurang strategis. Terkadang muncul ke forum forum pertemuan hanya sebagai tukang baca do’a pada acara -acara formal.

Demikian pula dengan lembaga pendidikan Islam. Masih ada kesan ditengah masyarakat bahwa lembaga pendidikan Islam, sebut saja madrasah atau pesantren suatu lembaga yang kurang maju, tertinggal, kualitas mutunya  rendah dan kondisi fisiknya kurang terawat. Imej ini harus dihapuskan. Citra lembaga pendidikan Islam harus diangkat. Kualitas SDM dan fasilitasnya juga demikian, harus terus ditingkatkan. Oleh karena itu Islam harus dilihat sebagai sebuah sistem pembawa perubahan. Pendidikan Islam jangan dilihat dari segi mata pelajarannya saja seperti  tauhid,fiqh,akhlak,tarikh,Bahasa Arab dan sebagainya.

Akar Masalah Pendidikan Islam

Setelah memperhatikan permasalahan diatas, sampai saya kepada sebuah keyakinan penyebabnya adalah bahwa selama ini kita hanya memahami Islam dari aspek yang terbatas. Islam hanya kita pahami dari aspek ritual agama saja. Padahal ia juga sebuah peradaban. Jika Islam hanya dipahami sebatas persoalan agama maka pembicaraan mengenai Islam hanya sebatas mesjid,sholat, zakat,
puasa,haji,kelahiran,kematian,nikah,waris dan sebagainya. Kalau itu yang terjadi maka akibatnya kajian islam menjadi sesuatu yang sempit dan tidak menarik.

Harapan orang adalah bahwa Pelajaran Agama Islam hendaknya dapat membawa pencerahan baik dalam berfikir,berbuat dan berinovasi. Pelajaran Agama Islam membuat orang yang mempelajarinya menjadi maju kearah yang lebih baik, dinamis dan moderen. Tuntutan ini tidak salah  karena itulah ajaran Islam sesungguhnya. Persoalannya sekarang beranikah kita mengajarkan agama Islam itu secara utuh ?

Memperkenalkan ajaran agama Islam secara utuh bukanlah merubah keyakinan. Ini mesti dipegang erat-erat. Sebab selama ini pandangan inilah yang selalu menghambat kemajuan dalam mengajarkan agama Islam. karena itu tidak ada istilah dikotomi ilmu dalam pendidikan Islam. Kalaupun ada istilah ilmu-ilmu agama dan ilmu umum biarkan sajalah. Tapi dalam prakteknya harus diintegrasikan  sehingga pada setiap lembaga pendidikan Islam sudah harus dipahami oleh setiap para gurunya dengan mengerti bangunan keilmuan yang bersumber dari ayat-ayat qauliyah dan kauniyah.

Menurut Prof.Imam Suprayogo (Rektor UIN Malang) untuk melihat Islam secara komprehensif melalui pendidikan dapat dirumuskan dengan mencontoh fase-fase turunnya al-Quran dan tugas-tugas kerasulan Nabi Muhammad SAW. Ada lima aspek yang harus dikaji untuk memahami Islam jelas Prof.Imam :
1. Ilmu, yaitu mempelajari ilmu pengetahuan. Ini sesuai dengan fase pertama turunnya al-Quran yang memerintahkan membaca,Iqra’. Membaca adalah pintu masuk untuk menguasai ilmu pengetahuan. Apapun dibaca,yang tersurat maupun yang tidak tersurat seperti alam semesta. Hal ini juga relevan dengan tugas tugas kerasulan yanitu tilawah terhadap ayat-ayat Allah SWT yang telah mengantarkannya kepada puncak keimanan.
2. Tazkiyatun nafs. Maksudnya dengan ber islam hendaknya seseorang selektif dalam berperilaku dengan lingkungan yang luas. Tazkiyatun nafs atau penyucian diri dapat memperbaiki watak,karakter dan tingkah laku. Ia akan melahirkan sifat jujur,adil,ikhlas,sabar, amanah, komitmen dan salang menghargai dan juga akan menjauhkan seseorang dari sifat sombong,buruk sangka,dengki,pembohong, suka bermusuhan dan sifat sifat tercela lainnya.
3. Tatanan sosial.Islam memberikan konsep yang sangat jelas tentang bagaimana kehidupan ini ditata agar terjadi keadilan ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Relevan dengan tugas kerasulan nabi Muhammad SAW, beliau lahir disaat tatanan kehidupan masyarakat yang rusak, dan ditugaskan untuk memperbaiki akhlak manusia yang telah rusak tersebut.
4. Islam memberikan pedoman ritual. Inilah yang banyak kita kenal selama ini.
      Didalamnya ada rukun Islam,rikun iman,thaharah,sholat,puasa,zakat,haji,berdo’a 
      dan seterusnya.
5. Tentang amal soleh dan bekerja dengan ahsan atau profesional yang dilandasi dengan ilmu yang benar.

Dari Mana Memulai ?

Membangun pendidikan Islam baik oleh lembaga pendidikan Islam atau umum harus dimulai dari cara pandang kita terhadap Islam.Islam harus diyakini tidak hanya sebatas ritual agama, tapi Islam juga sebuah peradaban. Islam harus dipandang secara komprehensif dan utuh melalui pemahaman ayat-ayat qauliyah dan kauniyah. Keduanya adalah sumber ilmu pengetahuan yang harus dilihat secara bersama dan tidak boleh dipisahkan.

Atas dasar itu maka kurikulum pendidikan Islam harus direformulasi sehingga tujuan mulia dari pendidikan Islam dapat tercapai.

Wallahu’alam
Bukittinggi ,  Juni  2010

KEUNTUNGAN  BERINVESTASI  DALAM  PENDIDIKAN :
Dari Dimensi Sosial dan Ekonomi

Oleh
Amich  Alhumami
Pegawai di  Direktorat Agama dan Pendidikan
Bappenas

Banyak hasil studi menunjukkan bahwa pendidikan berperan strategis dalam pembangunan kehidupan sosial dan ekonomi sebuah bangsa. Pendidikan dapat mendorong kemajuan sosial dan menjadi stimulasi terhadap pertumbuhan ekonomi.Pendidikan memiliki dimensi ganda yaitu dimensi sosial dan dimensi ekonomi.

Dari segi dimensi sosial pendidikan akan meningkatkan mutu kehidupan masyarakat dengan indikator indikator kualitatif sebagai berikut :
1. pendidikan akan meningkatkan status sosial individu atau masyarakat, yang kemudian menjadi instrumen dan kekuatan pendorong proses mobilitas vartikal. Pencapaian mobilitas vartikal akan melahirkan prestise sosial.
2. tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan individu atau kelompok masyarakat untuk mendapatkan atau memilih jenis-jenis pekerjaan yang lebih baik. Ini akan berimplikasi kepada perbaikan dan peningkatan penghasilan sehingga berpengaruh secara langsung terhadap peningkatan derajat kesejahteraan dan penghasilan.
3. pendidikan akan membawa dampak langsung terhadap pengurangan kemsikinan. Dalam hal ini pendidikan akan dapat memutus lingkaran kemiskinan dan sekaligus menghapus kebudayaan kemiskinan yang telah melahirkan patologi sosial dan menjadi sumber berbagai problem yang kompleks di masyarakat.
4. pendidikan akan membekali individu dengan sejumlah keterampilan sosial seperti kemampuan komunikasi, menjalin interaksi sosial,membangun relasi haramonis di dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan berbekal keterampilan sosial akan membuka akses ke dalam pergaulan hidup di masyarakat sehingga memungkinkan bagi individu untuk mengembangkan segenap potensi diri. Hasil studi Daniel Goleman menunjukkan bahwa kecerdasa emosional berkontribusi terhadap prestasi dan kesuksesan dalam kehidupan.
5. pendidikan akan mebuka berbagai peluang untuk melakukan inovasi dan menyediakan sejumlah pilihan alternatif untuk mengembangkan kreativitas sosial diberbagai bidang kehidupan. Pendidikan akan membuka akses bagi seseorang untuk berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan dan masyarakat. Secara sosiologis pendidikana akan melahirkan suatu lapisan masyarakat terpelajar, yang menjadi fundamen bagi pembentukan formasi sosial baru, yaitu kelas menengah. Dengan pendidikan yang baik, kelas menengah terpelajar ini akan lebih mudah menyuarakan aspirasi publik, bersikap kritis,dan artikulatif. Ini merupakan modal yang sangat penting dalam upaya membangun basis masyarakat madani.

Dari segi dimensi ekonomi, pendidikan merupakan salah satu faktor determinan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebelumnya (sampai akhir Perang Dunia II) para ahli ekonomi pembangunan kurang meperhatikan mengenai pengaruh pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Mereka masih berkeyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi masih bertumpu pada tiga faktor utama:
1. tanah sebagai lahan untuk membengun industri (pabrik)
2. buruh sebagai tenaga kerja yang menggerakkan proses produksi
3. modal finansial (uang) untuk investasi.

         Pandangan konvensional ini telah dikoreksi oleh ekonom ekonom generasi baru yang mengemukakan paradigma baru bahwa pendidikan justru menjadi faktor kunci untuk mendorong proses transformasi ekonomi. Dua orang ahli ekonomi yang terkemuka dalam hal ini adalah Garry S Becker dan Theodore W Schultz. Dua bukunya yang terkenal adalah Human Capital (1964) dan Investment in Education (1972). Pemekiran pemikiran mereka terakhir banyak dielaborasi lebih lanjut oleh banyak ahli ekonomi pembangunan yang melahirkan banyak karya-karya ilmuah dan hasil studi. Semua karya-karya ilmiah itu menegaskan bahwa pendidikan mempunyai hubungan signifikan dengan pembangunan ekonomi. Pendidikan dan ekonomi merupakan dua variable yang sering bergantungan. Sangat jelas betapa pendidikan mempunyai korelasi posistif dengan perkembanan dan kemajuan ekonomi suatu bangsa.

        Dalam konteks ekonomi, pendidikan dimaknai sebagai bentuk investasi modal insani. Dalam jangka panjang, investasi untuk pendidikan akan melahirkan tenaga-tenaga ahli produktif yang sangat diperlukan dalam upaya membangun perekonomian suatu bangsa. Investasi di bidang pendidikan, secara ekonomis, akan mendatangkan keuntungan terutama berkaitan dengan pemasokan tenaga kerja yang cakap,terampil danmahir,yang menjadi instrumen vital dalam proses produksi.

WG Bowen dalam bukunya Assesing the Economic Cotribution of Education menjelaskan bahwa  ada 6 parameter produktivitas tenaga kerja berpendidikan :

1.quantity of product, tenaga kerja terdidik akan mampu menghasilkan lebih banyak barang dan jasa dalam waktu lebih cepat karena mereka
   memiliki keterampilan,kemahiran dan pegetahuan.

2.Quality of product, tenaga kerja terdidik akan mampu menghasilkan product yang bermutu dengan pelayanan yang lebih baik.

3.Product mix,tenaga kerja terdidik akan lebih mampu menghasilkan produk dan memberikan pelayanan yang berorientasi kepada customer satisfaction.

4. participation in the labor force,
tenaga kerja terdidik akan dengan mudah terlibat secara aktif dalam organisasi pekerja, terutama dalam menyuarakan aspirasi dan mengajukan tuntutan.

5. allocative ability, tenaga kerja terdidik akan lebih mampu menilai potensi diri mereka.

6. job satisfaction, tenaga kerja terdidik akan lebih puas mendapatkan kepuasan kerja karena mereka lebih gampang memilih pekerjaan tertentu dengan penghasilan yang lebih tinggi.
 
Dari uraian diatas semakin yakin kita bahwa tidak diragukan lagi bahwa pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Untuk lebih jelasnya mari perhatikan tabel dibawah ini.

KEUNTUNGAN  PENDIDIKAN
(Individu dan Sosial)
Dikutip dari The Economic and Financing of  Education,
Roe L jhon,Edgar L Morphet,Kern alexander

Keuntungan Individu
  Keuntungan Sosial
Keuntungan Langsung
Ekonomi
- Peningkatan pendapatan bersih
- Peningkatan pendapatan tambahan
Non Ekonomi
-Peningkatan rasa puas dengan
  mendapatkan pengetahuan baru
-Terbuka berbagai kesempatan dalam
  berkiprah dalam kehidupan sosial-
  kemasyarakatan
Keuntungan Tidak Langsung
Ekonomi
- Terbuka berbagai pilihn jenis pekerjaan
   berdasarkan level pendidikan yang 
   dimiliki
- Peningkatan kosumsi barang dan jasa
   akibat peningkatan pendapatan
Nonekonomi
- Efek transgenerasi yang baik antara orang  
   tua dan anak
- Kepuasan Kerja
- Peningkatan prestise sosial

Keuntungan Langsung
Peningkatan pendapatan negara melalui pajak yang dibayar para tenaga kerja terdidik.

Peningkatan pendapatan lain-lain,disebabkan :
- lahirnya generasi baru yang  
   berpendidikan lebih baik (efek
   transgenerasi)
- lahir program padat karya karena
   penyerapan tenaga kerja baru
- pengurangan beban pajak
- peningkatan produktifitas dan pendapatan
   para tenaga kerja

Tersedianya angkatan kerja terdidik,cakap,mahir, dan terampil, dan perbaikan mutu kehidupan sosial kemasyarakatan

Pesantren Terpadu Serambi Mekkah
Kota Padang Panjang Sumatera Barat
Menerima Santri/ Santriwati Baru
Tp. 2015/2016
Tingkat SMP-SMA-MA
Tlp PUSAT INFORMASI 0752 84169
web. www.pesantrenterpaduserambimekkah.sch.id
Panpage: Pesantren Terpadu Serambi Mekkah ( PTSM )
FB : Pesantren Terpadu Serambi Mekkah
Youtube : pesantren terpadu serambi mekkah  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar