Sabtu, 21 Maret 2015

" PENDIDIKAN ANAK YANG SEBENARNYA DI MULAI DARI ANDA WAHAI AYAHNDA, IBUNDA."

Oleh : Suhefriandi, SP,d, MM
          ( Kepala Sekolah SMA Uswatun Hasanah Pesantren Terpadu Serambi Mekkah Kota Padang Panjang )

Pengertian Anak

       Dalam agama Islam definisi “anak” sangat jelas batasannya. Yakni manusia yang belum mencapai akil baligh (dewasa). Laki-laki disebut dewasa ditandai dengan mimpi basah, sedangkan perempuan dengan menstruasi. Jika tanda-tanda puber tersebut sudah tampak, berapapun usianya maka ia tidak bisa lagi dikategorikan “anak-anak” yang bebas dari pembebanan kewajiban.

        Justru sejak itulah anak-anak memulai kehidupannya sebagai pribadi yang memikul tanggung jawab. Termasuk ketika ia telah matang dan memilih untuk menyalurkan kebutuhan biologisnya dengan pernikahan, maka hal itu tidak boleh dilarang.

        Namun menurut TEMPO Interaktif, Jakarta : Masalah pembatasan usia dalam pendefinisian “anak” hingga kini belum juga terselesaikan. Selama ini, setiap instansi memiliki definisi batas usia anak yang berbeda, tergantung kepentingan masing-masing.

        Khofifah Indar Parawangsa mencontohkan bahwa Departemen Tenaga Kerja menetapkan batasan usia anak-anak di bawah usia 15 tahun. Sedangkan Departemen Agama, sesuai dengan UU Perkawinan yang menyatakan bahwa usia layak untuk menikah adalah 17 tahun, membatasi usia anak hingga 16 tahun. Sementara Departemen Kehakiman sendiri memberikan dua macam batasan usia anak. Di bawah 18 tahun untuk kasus-kasus pidana dan di bawah 21 tahun untuk kasus-kasus perdata. Di sisi lain Departemen Dalam Negeri membatasi usia anak di bawah 17 tahun. Sebab, pada usia 17, seseorang bisa memperoleh KTP.

       Sementara batasan umur untuk seorang anak menurut Ilmu Psikologis adalah terdiri dari :

-          bayi usia 0-2 tahun

-          batita usia 3 tahun

-          balita usia 4-5 tahun

-          anak kecil usia 6-12 tahun

-          remaja 13-16 tahun

-          remaja dewasa (pemuda/i) usia 17-21 tahun

-          orang dewasa usia 22 tahun ke atas atau ketika dia telah menikah walaupun belum berusia 22 tahun.

Tetapi jika maksudnya “ seorang anak ”, maka batasannya adalah ketika dia berhadapan dengan orang tuanya dia tetap disebut “seorang anak”.

       Usia anak adalah periode yang sangat menentukan kualitas seorang manusia dewasa nantinya. Saat ini masih terdapat perbedaan dalam penentuan usia anak. Menurut UU no.20 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan WHO yang dikatakan masuk usia anak adalah sebelum usia 18 tahun dan yang belum menikah.

      American Academic of Pediatric tahun 1998 memberikan rekomendasi yang lain tentang batasan usia anak yaitu mulai dari fetus (janin) hingga usia 21 tahun. Batas usia anak tersebut ditentukan berdasarkan pertumbuhan fisik dan psikososial, perkembangan anak, dan karakteristik kesehatannya.

       Usia anak sekolah dibagi dalam usia prasekolah, usia sekolah, remaja, awal usia dewasa hingga mencapai tahap proses perkembangan sudah lengkap.

Pendidikan Akhlak

        Menurut bahasa “akhlak” artinya tindak-tanduk atau kebiasaan-kebiasaan. Sedangkan menurut istilah “akhlak” adalah suatu bentuk (naluri asli) dalam jiwa seseorang manusia yang dapat melahirkan sesuatu tindakan dan kelakuan dengan mudah dan spontan tanpa pikiran (Imam Al-Ghazali)

Artinya : “Sesuatu keadaan jiwa seseorang yang menimbulkan terjadinya perbuatan seseorang dengan mudah”.

       Persamaan dan perbedaan akhlak, etika, dan budi pekerti. Menurut bahasa “akhlak” sama dengan adab, sopan-santun, tata krama, budi pekerti dan etika.

“Akhlak” secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata “ khuluk ”, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat.

      Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al-Ghazali, dan Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.

“Muslim yang paling sempurna imannya ialah yang terbaik akhlaknya”. (HR Tirmidzi dan Ahmad).

       Hadis ini mengungkapkan hal yang sangat penting dalam Islam, yaitu akhlak. Selain masalah tauhid dan syari’at, akhlak memiliki porsi pembahasan yang sangat luas.

Secara etimologi akhlak terambil dari akar kata khuluk yang berarti tabiat, muru’ah, kebiasaan, fitrah atau naluri.

Sedangkan secara syar’i , seperti diungkapkan Imam Al-Ghazali, akhlak adalah sesuatu yang menggambarkan perilaku seseorang yang terdapat dalam jiwa yang baik, yang darinya keluar perbuatan secara mudah dan otomatis tanpa terpikir sebelumnya.

Metode Pembinaan Anak dalam Perspektif Islam :

Minimal ada 6 (enam) metode pembinaan akhlak dalam perspektif Islam, metode yang diambil dari Al-Qur’an dan Hadis, serta pendapat pakar pendidikan Islam :

1.      Metode Uswah (teladan)

       Teladan adalah sesuatu yang pantas untuk diikuti, karena mengandung nilai-nilai kemanusiaan. Manusia teladan yang harus dicontohdan diteladani adalah Rasulullah SAW, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al-Ahzab ayat 21 :

Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu…..” (Departemen Agama, 1980 : 670)

       Rasulullah adalah orang pertama yang menjadi panutan bagi umat Islam untuk diteladani akhlak eliau. Ini menggambarkan bahwa dalam suatu keluarga yang dijadikan panutan bagi anaknya adalah orang tua.

2.      Metode Ta’widiyah (pembiasaan)

       Secara etimologi, pembiasaan asal katanya adalah “biasa”. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, “biasa” artinya lazim atau umum, seperti sedia kala,sudah merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari.

       Muhammad Mursyi dalam bukunya “Seni Mendidik Anak”, menyampaikan nasihat Imam Al-Ghazali : “Seorang anak adalah amanah (titipan) bagi orang tuanya, hatinya sangat bersih bagaikan mutiara, jika dibiasakan dan diajarkan sesuatu kebaikan, maka ia akan tumbuh dewasa dengan tetap melakukan kebaikan tersebut, sehingga ia mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.”

       Dalam ilmu jiwa perkembangan, dikenal teori konvergensi, di mana pribadi dapat dibentuk oleh lingkungannya, dengan mengembangkan potensi dasar yang ada padanya. Salah satu cara yang dapat dilakukan, untuk mengembangkan potensi dasartersebut, adalah melalui kebiasaan yang baik. Oleh karena itu, kebiasaan yang baik dapat menempa pribadi yang berakhlak mulia.

       Aplikasi metode pembiasaan tersebut, diantaranya adalah, terbiasa dalam keadaan berwudhu’, terbiasa tidur tidak terlalu malam dan bangun tidak kesiangan, terbiasa membaca Al-Qur’an dan Asma-ul husna shalat berjamaah di masjid/mushalla, terbiasa berpuasa sekali sebulan, terbiasa makan dengan tangan kanan dan lain-lain. Pembiasaan yang baik adalah metode yang ampuh untuk meningkatkan akhlak anak.

3.      Metode Mau’izhah (nasehat)

      Kata mau’izhah berasal dari kata wa’zhu, yang berarti nasehat yang terpuji, memotivasi untuk melaksanakannya dengan perkataan yang lembut.

     Allah berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 232 yang artinya : “Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kalian, yang beriman kepada Allah dan hari kemudian.”

       Aplikasi metode nasehat, di antaranya adalah nasehat dengan argument logika, nasehat tentang keuniversalan Islam, nasehat yang berwibawa, nasehat dari aspek hukum, nasehat tentang ‘amar ma’ruf nahi mungkar”, nasehat tentang amal ibadah dan lain-lain. Namun yang paling penting, orang tua harus mengamalkan terlebih dahulu apa yang dinasehatkan tersebut, kalau tidak demikian, maka nasehat hanya akan menjadi lips-service.

4.      Metode Qishshah (ceritera)

        Qishshah dalam pendidikan mengandung arti , suatu cara dalam menyampaikan ajaran, dengan menuturkan secara kronologis, tentang bagaimana terjadinya sesuatu hal, baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan saja.

       Dalam pendidikan Islam, ceritera yang bersumber dari al-Qur’an dan hadist merupakan metode pendidikan yang sangat penting, alasannya, ceritera dalam al-Qur’an dan hadist selalu memikat, menyentuh perasaan dan mendidik perasaan keimanan. Contoh: surah Yusuf, surah Bani Isra’il dan lain-lain.

      Aplikasi metode qishshah ini, di antaranya adalah memperdengarkan casset, video, dan ceritera-ceritera tertulis atau bergambar.Orang tua harus membuka kesempatan bagi anak untuk bertanya, setelah itu menjelaskan tentang hikmah qishshah dalam meningkatkan akhlak mulia.

5.      Metode Amtsal (perumpamaan)

      Metode perumpamaan adalah metode yang banyak dipergunakan dalam al-Qur’an dan hadist untuk mewujudkan akhlak mulia. Allah SWT berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 17: “Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api.”

      Dalam beberapa literatur Islam, ditemukan banyak sekali perumpamaan, seperti mengumpamakan orang yang lemah laksana kupu-kupu,orang yang tinggi seperti jerapah,orang yang berani seperti singa, orang gemuk seperti gajah, orang kurus seperti tongkat, orang ikut-ikutan seperti beo dan lain-lain. Disarankan untuk mencari perumpamaan yang baik, ketika berbicara dengan anak, karena perumpamaan itu akan melekat pada pikirannya dan sulit untuk dilupakan.

      Aplikasi metode perumpamaan, di antaranya adalah yang diajarkan bersifat abstrak, membandingkan dua masalah yang selevel dan orang tua tidak boleh salah dalam membandingkan, karena akan membingungkan anak.

      Metode perumpamaan ini akan dapat memberi pemahaman yang mendalam, terhadap hal-hal yang sulit dicerna oleh perasaan. Apabila perasaan sudah disentuh, akan terwujudlah anak yang memiliki akhlak mulia dengan penuh kesadaran.

6.      Metode Tsawab (ganjaran)

       Armai Arief dalam bukunya, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, menjelaskan pengertian tsawab itu, sebagai : “hadiah, hukuman”. Metode ini juga penting dalam pembinaan akhlak, karena hadiah dan hukuman sama artinya dengan reward and punishment dalam pendidikan Barat. Hadiah bisa menjadi dorongan spiritual dalam bersikap baik, sedangkan hukuman dapat menjadi remote control,dari perbuatan tidak terpuji.

       Aplikasi metode ganjaran yang berbentuk hadiah, di antaranya adalah memanggil dengan panggilan kesayangan, memberikan pujian, memberikan maaf atas kesalahan mereka, mengeluarkan perkataan yang baik, bermain atau bercanda, menyambutnya dengan ramah,meneleponnya kalau perlu dan lain-lain.

      Aplikasi metode ganjaran yang berbentuk hukuman, di antaranya pandangan yang sinis, memuji orang lain di hadapannya, tidak mempedulikannya, memberikan ancaman yang positif dan menjewernya sebagai alternatif terakhir.

       Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Nawawi dari Abdullah bin Basr al-Mani, ia berkata : “Aku telah diutus oleh ibuku, dengan membawa beberapa biji anggur untuk disampaikan kepada Rasulullah, kemudian aku memakannya sebelum aku sampaikan kepada beliau, dan ketika aku mendatangi Rasulullah, beliau menjewer telingaku sambil berseru : Wahai penipu!”

      Seorang yang bertauhid dan baik akhlaknya berarti ia adalah sebaik-baik manusia. Makin sempurna tauhid seseorang, akan semakin baik pula akhlaknya.Sebaliknya,tatkala seorang hamba memiliki akhlak buruk, berarti akan lemah pula tauhidnya.

Akhlak adalah tolak ukur kesempurnaan iman seseorang. Rasulullah SAW bersabda, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang terbaik akhlaknya”.(HR Tirmidzi dan Ahmad)

Peran Orang Tua

         Ahmad Tafsir berpendapat bahwa : “Orang tua adalah pendidikan utama dan pertama dalam hal penanaman keimanan bagi anak, disebut pendidikan utama karena besar sekali pengaruhnya. Disebut-sebut pendidikan pertama karena merekalah yang pertama yang mendidik anaknya,. Di sekolah, pesantren, dan guru agama yang diundang adalah institusi pendidikan dan orang yang sekedar membantu orang tua.”

       Pada awalnya penciptaannya seorang anak lahir dalam keadaan suci dan bertauhid murni,ia mempunyaifitrah untuk beragama. FirmanAllah :

Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama Allah dengan selurus-lurusnya, sesuai dengan kecenderungan aslinya), itulah fitrah Allah, yang Allah menciptakan manusia atas fitrah itu. Itulah agama yang lurus. Namun kebanyakan orang tua tidak mengetahuinya.”

      Pendidikan berawal dari rumah,di mana seorang anak tumbuh dari didikan orang tuanya. Dan rumah yang didambakan setiap anak adalah rumah layaknya surga, yaitu suasana yang penuh kasih sayang sehingga memberikan rasa aman kepada anak untuk bertumbuh kembang. Sebagai tugas dan kewajiban orang tua adalah untuk membahagiakan anak di dunia sampai akhirat.

      Mengenai tugas dan kewajiban orang tua disebutkan oleh Drs. Amir Daen Indrakusuma, bahwa : “Tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak ialah merupakan peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya dan dari anggota keluarga yang lain.” (Drs. Amir Daen Indrakusuma, 1973 : 109)

       Penanaman pandangan hidup keagamaan sejak masa kanak-kanak adalah tindakan yang tepat dilakukan oleh orang tua, karena masa kanak-kanak merupakan masa yang paling baik untuk perkembangan jiwa anak menuju kedewasaan melalui penanaman nilai-nilai keagamaan. Pada masa kanak-kanak tindakan orang tua yang terpenting adalah meresepkan dasar-dasar hidup beragama, seperti dengan membiasakan anak mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan orang tuanya, agar anaknya tertanam untuk mencintai kegiatan yang dilakukan orang tuanya. Hal ini akan bisa terlaksana apabila adanya hubungan yang harmonis antara sesama anggota keluarga.

        Hubungan dalam keluarga antara orang tua dengan anak didasarkan atas hubungan alamiah, dilaksanakan dalam bentuk kasih sayang yang murni, rasa kasih sayang antara oang tua dengan anaknya. Rasa kasih sayang yang demikian akan menjadi sumber kekuatan yang mendorongnya untuk selalu memberikan bimbingan dan pertolongan terhadap kebutuhan anak secara wajar.

       Bimbingan dan pertolongan yang diberikan orang tua terhadap anak secara berlebihan justru akan membahayakan perkembangan jiwa anak, seperti rasa canggung bila berhadapan dengan orang lain,ragu-ragu dalam bertindak, membawa kepada sikap menggantungkan diri kepada orang lain dan sikap negatif lainnya.

        Untuk menghindari perkembangan jiwa yang tidak wajar,Islam mengajarkan mengenai beberapa prinsip yang akan dilakukan orang tua dalam mendidik putra-putrinya.

Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah:

1.      Anak ketika baru lahir berada dalam keadaan tidak berdaya dan dalam keadaan fitrah dengan potensi-potensi untuk bertumbuh dan berkembang.

Hal ini mengundang bantuan dan pengaruh orang tua untuk mengarahkan dan memanfaatkannya sesuai dengan perkembangan dan kesiapan anak untuk menerimanya berlandaskan nilai-nilai dan norma-norma Islam.

2.      Hubungan dan suasana kekeluargaan yang memberikan rasa aman dan cinta kasih kepada anak.

Suasana rumah tangga yang baik ditandai oleh hubungan dan suasana kekeluargaan yang harmonis, sehingga setiap anggotanya merasakan aman dan tentram yang diliputi oleh rasa cinta kasih sayang.

Seperti yang dikatakan oleh Prof. Dr. Musthafa Fahmi : “Kebutuhan akan kasih sayang adalah kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh anak, si anak memerlukan suatu perasaan bahwa ada kasih sayang yang memberikan kehangatan baginya.” (Prof. Dr.Mushafa Fahmi,1974 : 56).

Perasaan aman dalam jiwa meliputi tiga syarat pokok, yaitu : kasih sayang, penerimaan, dan kestabilan. Perasaan anak bahwa ia disayangi orang tuanya adalah sangat penting bagi pertumbuhannya, baik dari segi emosi, biologi maupun mental anak.

        Kasih sayang tidak dapat berperan baik dalam membuat anak merasa aman, kecuali apabila anak merasa bahwa dirinya diterima dalam keluarga, ia mendapat tempat dalam keluarga dan anak merasa orang tuanya telah berkorban untuk kebahagiaannya. Adapun kestabilan keluaraga juga sangat penting bagi pencapaian rasa aman anak. Semakin harmonis hubungan antar anggota keluarga maka pertumbuhan anak akan semakin stabil pula. Dan sebaliknya apabila lingkungan keluarga itu goncang, tidak ada kesesuaian, miskin dari nilai-nilai moral, maka pertumbuhan anak terhambat, jiwanya goncang dan tidak stabil.

3.      Orang tua adalah pendidik yang bertanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya.

Syariat Islam telah menjadikan orang tua bertanggung jawab atas kelangsungan hidup anak dengan dasar bahwa anak adalah amanah Tuhan untuk dipelihara dan akan dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan kelak.

4.      Kewibawaan orang tua sebagai pendidik anaknya dirumah.

Orang tua yang memiliki kewibawaan adalah orang tua yang mengetahui norma dan perilaku yang baik serta berusaha hidup sesuai dengan nilai dan norma yang diyakini, sehingga anak dapat mengidentifikasikan dirinya dengan pribadi orang tuanya. Tingkat kewibawaan orang tua terhadap anak-anaknya sebanding dengan tingkat realisasi nilai dan norma dalam pribadinya.

5.      Orang tua sebagai teladan bagi anak-anaknya.

Orang tua dalam mendidik anak-anaknya tidak cukup hanya dengan nasehat-nasehat, dalam arti memberikan pengetahuan tentang nilai dan sikap yang baik saja, akan tetapi harus dimulai dengan mendidik diri sendiri, yaitu dengan memberi contoh terlebih dahulu kepada anak-anaknya. Sikap dan perilaku terpuji orang tua terhadap anaknya mencerminkan ia mempunyai kepribadian luhur yang akan dijadikan contoh ideal bagi perilaku pribadinya sehari-hari.

6.      Penanaman budi pekerti yang baik dalam keluarga adalah tugas utama oang tua terhaap anaknya.

Seseorang yang berbudi pekerti baik adalah seseorang yang perbuatan dan perilakunya sesuai dengan nilai dan norma yang baik yang berlaku dalam masyarakat. Untuk tercapainya keseimbangan antara norma dalam keluarga dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.

Sehubungan dengan hal itu, maka orang tua di rumah selalu menanamkan akhlak yang baik agar anak hidup serasi dan bahagia dalam lingkungan keluarga dan masyarakatnya. Sebagai ciri pokok seseorang yang berakhlak mulia adalah rasa tanggung jawab.

Tanggung jawab adalah mengetahui nilai dan norma, terutama hak dan kewajiban dan berusaha hidup sesuai dengan nilai dan norma yang diyakini. Akhlak baik yang ditopang oleh pengetahuan dan ketrampilan yang bermanfaat akan tercermin dalam bentuk amal kebaikan yang dampaknya akan kelihatan dalam kehidupan pribadinya di lingkungan keluarga serta dalam kehidupan masyarakat dan bangsanya.

Di tangan orang tualah (ibu apak), anak-anak akan menjadi amanat, kabar gembira, musuh, cobaan, hiburan, fitnah dan perhiasan dunia atau menjadi baik atau buruk. Mereka akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan nilai-nilai, norma-norma yang luhur, dan tingkah laku yang ditanamkan oleh orang tuanya. Allah berfirman dalam QS. Al-Anfal ayat 28 yang berbunyi :

Artinya : “Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allahlah pahala yang besar”. (Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 2004)

Pesantren Terpadu Serambi Mekkah

Kota Padang Panjang Sumatera Barat
Menerima Santri/ Santriwati Baru 
Tp. 2015/2016
Tingkat SMP-SMA-MA
Tlp PUSAT INFORMASI 0752 84169
web. www.pesantrenterpaduserambimekkah.sch.id
Panpage: Pesantren Terpadu Serambi Mekkah ( PTSM )
FB : Pesantren Terpadu Serambi Mekkah
Youtube : pesantren terpadu serambi mekkah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar