Senin, 13 April 2015

IBNUL QAYYIM, " SAHABAT BIN ABDI NUHN "

Lautan Ilmu Ibnul Qayyim Al-Jauziyah

        Salah seorang sahabat Nabi bernama Abdullah bin Abdi Nuhn dengan nama panggilan Dzul Bijadain seorang anak yatim yang diasuh oleh pamannya. Suatu ketika, jiwanya tergerak untuk mengikuti ajaran Nabi Muhammad. Maka ia pun berusaha bangkit, karena sakitnya, ia hanya bisa duduk mengamati pamannya. Sewaktu kesehatannya sudah benar-benar pulih, kesabarannya benar-benar sudah habis. Ia pun menyampaikan isi hatinya pada pamannya, Wahai pamanku, lama kunanti engkau masuk Islam, namun aku tak melihat engkau memiliki semangat untuk itu". 

Pamannya muntab lalu berkata, Demi Allah, jika kamu memeluk Islam, maka akan kuambil lagi semua yang telah kuberikan padamu!". Mendengar ucapan pamannya, kerinduannya pada Rasulullah telah membuncah, "Melihat Muhammad lebih aku cintai dari dunia dan seisinya!". Dalam sebuah syair dikatakan : Seandainya Majnun ditanya, apakah bersatu dengan Laila yang kamu inginkan, ataukan dunia dan seisinya? Tentu ia menjawab, debu sandalnya lebih aku sukai daripada duka karena kehilangannya. Begitulah cinta sejati, tak bisa diukur dengan apa pun, tak terkecuali cinta Dzul Bijadain pada Rasulullah. Maka ia pun bersikukuh untuk berangkat menemui Nabi Muhammad, maka pamannya yang selama ini merawat dan membesarkan dirinya, melucuti semua pakaian yang dimiliknya. 

Maka, Ibunya memberinya sehelai kain, yang kemudian dipotong menjadi dua bagian untuk dipakai mengarungi perjalanan jauh demi bertemu sang kekasih, Rasulullah. Sepotong digunakan untuk menutupi bagian bawah tubuhnya, dan lainnya untuk bagian atas. Setelah berjumpa Rasulullah, seruan jihad pun dikumandangkan, Dzul Bijadain ikut berperang, berada pada barisan mujahidin. Dalam jihad, ia pun mati syahid, itu semua diraih setelah melalui perjalanan berat dan jauhnya proses menemukan cinta. Rasulullah yang dicintainya itu mempersiapkan sendiri liang lahad sang syahid, lalu berdoa, Allahumma inni amsaytu 'anhu radhiyan fardha 'anhu. Ya Allah, sesungguhnya aku ridha kepadanya, maka ridhahilah ia. 

Mendengar doa Nabi yang dipersembahkan khusus tuk Dzul Bijadain, Ibnu Ma'ud pun berseru, "Aduhai, seandainya saja aku yang menghuni kubur ini!" Kisah ini menunjukkan bahwa, siapa pun dapat menjadi orang paling mulia di sisi Nabi, tanpa melihat kasta dan status sosial. Pelajaran ini saya petik dari karya Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, Fawaidul Fawaid, Cet. II; Jakarta: Pustaka Imam Syafi'I, 2013. Buku yang ditahqiq Syaikh 'Ali bin Hasan al-Halabi ini, memuat 13 Bab yang terdiri dari 700 halaman. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar