Senin, 13 April 2015

" JALAN MUSAFIR AKHIRAT "

IBNUL QAYYIM

         Buku Fawaidul Fawaid ini, banyak membahas tentang tafsir ayat-ayat tertentu, terutama pada Bab II "Al-Qur'an dan Tafsir", Ibnul Qayyim menyusun untaian kata-kata ketika menggambarkan keagungan Al-Qur'an: Adalah Sumber penerang kehidupan. Ibarat lentera ajaib bagi hati, tanpa perlu disulut api; minyaknya sudah dapat menerangi kekelaman ruang kalbu. Menyelami samudera hikmah di balik ke dalaman makna ayat-ayatnya akan membentuk kemampuan berfikir yang utuh dan kemampuan beramal secara sempurna demi kebahagiaan hamba. 

Semakin dalam ayat-ayat itu diselami, semakin terlihat jelas tapak jalan yang harus dilalui oleh setiap musafir akhirat jika ingin mencapai tujuan dengan selamat. Bentangan kehidupan dari penciptaan dunia hingga hisab di akhirat terlihat nyata. Ada pun manusia, mereka tinggal memilih kemana ia hendak berpulang: ke pangkuan rahmat-Nya, atau ke himpitan murka-Nya, (hlm 144). Tauhid, juga menjadi pembahasan utama dan pertama, banyak pelajaran yang dapat dipetik, nasihat-nasihat yang bermanfaat, seperti: Jika seorang hamba menjadikan dirinya shalih secara lahir dan batin, niscaya ia akan mendapatkan kasih sayang Allah secara lahir dan batin pula. Dengan kasih sayang Allah secara batin, semua ujian dan musibah akan dapat ia lalui dengan penuh ketegaran. Sebab, ia sadar benar bahwa kasih sayang Allah di balik semua musibahnya telah menyibukkan dirinya dari kepedihan deritanya, (hlm. 27). 

Ada pula nasihat ringan namun penuh bobot, ini dia: Sebenarnya, kita bisa memperbaiki waktu yang telah lewat maupun akan datang. Waktu yang telah lewat dapat diperbaiki dengan taubat, sedangkan waktu yang akan datang dapat diperbaiki dengan menjauhi segala kemaksiatan sejak dini. Yang penting, bagimana memanfaatkan usia kita saat ini agar tidak menjadi sesuatu yang harus ditaubati nantinya. Dan menuntut kita untuk melakukan sesuatu yang lebih baik, lebih bermanfaat, dan lebih memberikan kebahagiaan hakiki pada diri kita, (hlm. 478). 

Atau nasihat ini: Melenyapkan gunung yang menjulang tinggi jauh lebih mudah daripada melenyapkan sifat sombong, dengki, marah, dan syahwat dalam hati. Dari keempat sifat buruk inilah semua bencana dunia dan akhirat bermula. Seandainya hamba mengenal Tuhannya dengan segala sifat kesempurnaan dan keagungannya, dan dia mengenal dirinya sendiri dalam sifat kelemahan dan ketidak berdayaannya, niscaya jiwanya akan terjaga dari keempat sifat tersebut, (hlm. 421). 

Karena itu, Ibnul Qayyim menulis, di antara tanda-tanda kebahagiaan seorang hamba ialah semakin bertambah ilmunya maka semakin bertambah pula ketawadhuannya; semakin bertambah amalnya, makin besar pula rasa takutnya pada Allah; semakin bertambah usianya maka semakin berkurang ambisinya terhadap dunia; semakin bertambah hartanya maka semakin bertambah kedermawanannya; dan semakin tinggi kedudukannya, maka semakin dekat dengan sesama. Suatu ilmu akan menjadi bencana apabila ia tidak sejalan dengan kehendak Allah; entah karena subtansi ilmu itu atau memang tidak dicintai Allah, atau niat orang yang mempelajarinya bukan karena Allah, (hlm. 357). 

Dunia ini--menurut Ibnul Qayyim--laksana seorang wanita penghibur. Ia tidak akan menyerahkan dirinya untuk dimiliki oleh seorang lelaki saja tapi ia akan membujuk setiap lelaki yang lemah imannya agar bersikap baik padanya. Karenanya, jangan biarkan diri Anda larut dalam lemahnya iman sehingga Anda jatuh dalam pelukan nista dunia, (hlm. 559). 

Kesenangan dunia bagaikan permainan sulap. Penglihatan orang awam akan terfokus pada apa yang terlihat saja. Sedangan pandangan orang berilmu akan mampu menembus apa yang ada di balik ilusi sulap tersebut, (hlm. 652).

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar