Senin, 13 April 2015

" LAPAR DAN DAHAGA ULAMA DALAM MENUNTUT ILMU "

Lapar dan Dahaga Ulama Salaf Dalam Menuntut Ilmu 

Nadhr bin Syumail -rahimahullah-  berkata, ”Seseorang tidak akan mendapatkan kelezatan ilmu, hingga ia merasakan lapar (ketika menuntut ilmu), namun melupakan laparnya.” [At Tadzkiratul Huffadzh, Imam Adz DZahabi -rahimahullah- ,1/314].

Baqi bin Mikhlad Al Andalusy -rahimahullah- yang pernah berkeliling ke berbagai negara di dunia dengan hanya berjalan kaki !!!, Beliau berkata,”Sungguh , saya mengetahui seseorang yang ketika menuntut ilmu lewat berhari-hari tidak memiliki makanan, kecuali daun kubis yang sudah terbuang.” [Tadzkiratul Huffadzh, Imam Adz Dzahabi -rahimahullah- 2/630]

Ibnu Kharras -rahimahullah- berkata,” Saya minum kencing saya sendiri ketika saya dalam perjalanan menuntut ilmu, hal ini terjadi lima kali !! (seseorang tidak akan meminum kencingnya sendiri kecuali dalam keadaan sangat haus yang haus ini dapat mengakibatkan kematian)”. [Al Ibar Khoiri Man Ghabar, Imam Adz Dzahabi -rahimahullah- 2/70].

Abu Ali Al Hasan bin Ali Al Balkhi -rahimahullah- berkata,” Aku pernah tinggal di Asqolan untuk belajar dari Ibnu Mushahhih -rahimahullah- dan lainnya. Bekal nafkah saya semakin menipis hingga beberapa hari saya tidak bisa makan. Saya ingin menulis pelajaran, namun tidak bisa (karena perut sangat lapar). Saya kemudian pergi ke toko roti dan duduk di dekat roti tersebut hingga mencium aromanya agar saya punya tenaga. Kemudian Alloh Azza wa Jalla membantu saya.” [Tadzkiratul Huffadzh, Imam Adz Dzahabi -rahimahullah- 4/1173]

Imam Abu Hatim Ar Razi -rahimahullah- (Imam dan ulama besar dalam bidang Jarh Wa Ta’dil) pernah bercerita,”Saya tinggal di bashrah delapan bulan dan kehabisan bekal nafkah. Saya menjual baju saya satu demi satu, hingga tidak punya apa-apa. Saya bersama teman pergi ke rumah Masyayikh (guru) untuk belajar hingga sore hari, kemudian saya pulang kerumah yang sepi untuk minum air karena lapar tidak punya makanan. Saya lakukan hal ini selama dua hari, Pada hari ketiga seorang teman berkata, ” Mari kita pergi ke rumah guru!”, Saya menjawab” Saya lemah dan tidak bisa (berdiri)”, Dia berkata lagi” Kenapa kamu lemah?”, Saya katakan kepadanya” Saya tidak akan merahasiakannya, sudah dua hari saya tidak makan.” Dia berkata,” Saya masih memiliki satu Dinar dan saya berikan kepadamu setengahnya.” [Al Jarh Wat Ta’dil, Imam Abu Hatim Ar Razi -rahimahullah-]

Imam Muhammad bin Thahir Al Maqdisi -rahimahullah- , yang menceritakan tentang perjalanan menuntut ilmu dan kesulitan yang beliau alami, beliau berkata,” Saya tinggal di Tunis bersama Abu Muhammad bin Al Haddad -rahimahullah- , bekal saya semakin menipis hingga tersisa hanya satu dirham. Saat itu saya butuh roti dan kertas untuk menulis pelajaran. Jika dipakai beli kertas maka saya tidak akan makan roti. Kebingungan ini berlanjut hingga tiga hari (beli roti atau beli kertas –red), selama itu pula Saya tidak merasakan makanan sama sekali. Pada hari keempat, dalam hati saya berkata, ”Kalau saya punya kertas, maka saya tidak akan bisa menulis karena sangat lapar. Saya taruh uang satu dirham tersebut di mulut dan saya putuskan untuk keluar dan membeli roti. Tiba-tiba tanpa terasa uang satu dirham tersebut tertelan oleh mulut ke dalam perut, kemudian saya tertawa. Abu Thahir -rahimahullah- mendatangi saya dan bertanya,”Apa yang membuatmu tertawa? Saya menjawab, ”Khoir (sesuatu yang baik).” Beliau meminta saya untuk menceritakannya , namun saya tolak. Ia terus memaksa sehingga saya ceritakan kejadiannya, lalu Beliau mengajak saya ke rumahnya dan memberi saya makanan.” [Tadzkiratul Huffadh, Imam Adz Dzahabi -rahimahullah- 4/1246]

Imam Al Bukhori -rahimahullah- berkata,”Saya menemui Adam bin Abi Iyyas di Asqolan untuk belajar darinya. Bekal saya semakin berkurang hingga saya makan rerumputan.” 

Produktifitas Ulama Salaf dalam Ilmu

Al Khatib Al Baghdadi -rahimahullah- berkata,” Saya mendengar As Samsami menceritakan bahwa Imam Ibnu Jarir At Thabari -rahimahullah- tinggal selama 40 tahun dan setiap harinya menulis 40 lembar. Muridnya, Abu Muhammad Al Farghani -rahimahullah- bercerita bahwa beberapa murid Ibnu Jarir menghitung hari-hari dari hidup beliau semenjak baligh hingga wafat dalam usia 86 tahun. Kemudian mereka membagi karyanya dengan usianya, hingga berjumlah 14 lembar setiap hari. Ini sesuatu yang tidak akan mungkin dilakukan oleh seseorang makhluk tanpa bimbingan yang baik dari Alloh Azza wa Jalla .” [Tarikh Baghdad, Al Baghdadi 2/162]

Imam Muhammad bin Thahir Al Maqdisi berkata,” Saya menulis Shahih Al Bukhori, Shahih Muslim dan Abu Daud tujuh kali. dan saya menulis Sunan Ibnu Majah sepuluh kali .”[Tarikh Baghdad, Al Baghdadi 6/31]

Imam Ibnul Jauzi -rahimahullah- berkata,” Saya telah menulis dengan tangan saya ini 2000 jilid kitab. Dan orang-orang yang bertaubat melalui tangan saya ini mencapai 100.000 orang [Tadzkiratul Huffadh, Adz Dzahabi -rahimahullah- 4/1242]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -rahimahullah- berkata,” Syaikh Abul Faraj (yakni Imam Ibnul Jauzi ) seorang mufti yang banyak menulis. Beliau memiliki karya tulis dalam tema-tema beragam. Saya mencoba menghitungnya dan saya melihatnya lebih dari 1.000 karya tulis.” [Tadzkiratul Huffadzh, Adz Dzahabi -rahimahullah- 1/415]

Imam Ibnu Rajab Al Hambali ketika menulis biografi Imam Ibnul Jauzi -rahimahullah- berkata,” Tidak ada disiplin ilmu yang ada kecuali beliau memiliki karangan seputarnya. beliau (Ibnul Jauzi) ditanya tentang jumlah karangannya, beliau menjawabnya lebih dari 340 Kitab .”

Al Muwaffaq Abdul latif -rahimahullah- berkata “ Ibnul Jauzi tidak pernah menyia-nyiakan waktunya sedikitpun, Beliau menulis dalam sehari empat buah buku tulis, dan setiap tahunnya karya tulis beliau dicetak 50-60 Jilid.”

Syaikh Al Qummi -rahimahullah- menyebutkan bahwa serbuk pena ‘ Imam Ibnul jauzi” (yakni apa yang jatuh dari pensil ketika di raut digunakan untuk menulis hadits, dikumpulkan hingga banyak sekali. Ibnu jauzi mewasiatkan agar digunakan untuk memanasi air yang akan dipakai kelak untuk memandikan mayatnya. Kemudian wasiat itu ditunaikan dan cukup (untuk memanaskan air) dan masih ada yang tersisa darinya.” [Dzail Thabaqotil Hanabilah , Imam Ibnu rajab -rahimahullah- 1/412]

Imam Yahya bin Ma’in -rahimahullah- berkata,” Saya telah menulis dengan tangan saya ini satu juta hadits,” kemudian Adz Dzahabi mengomentari dan berkata,” yaitu jumlah ini untuk satu hadits.” [Al Kuna Wal Qaab, Al Qummy 1/242]

Al Kautsari berkata,” Tafsir Abu Yusuf Al Qozwaini yang berjudul “ Hadaaiq Dzaata bahjah” dikatakan paling kurang ada 300 jilid. Al hafidz Ibnu Syahin juga memilki tafsir sebanyak 1.000 Jilid. Al Qadli Abu Bakar Ibnul Arabi -rahimahullah-  (catatan: Beliau bukanlah Ibnu Arabi –sufi sesat- red ) memiliki kitab Anwaarul Fajr dalam bidang tafsir sebanyak 80.000 lembar, dan Ibnu An Nuqaib Al Maqdisi memiliki tafsir sekitar 100 Jilid.” [lihat : Maqalatul Kautsari]

Profesor Muhammad Al hajawi berkata,” Imam Abid Dunya -rahimahullah-  meninggalkan 1.000 Kitab, Imam Ibnu Asakir -rahimahullah-  menuliskan kitabnya’ Tarikh Al Dimasqi” dalam 80 Jilid. Imam Abu Abdillah Al Hakam Al Naisaburi -rahimahullah- menulis 1.500 juz. Sementara Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -rahimahullah- menulis 300 Kitab dalam berbagai disiplin ilmu yang dimuat dalam 500 Jilid. Muridnya yaitu Imam Ibnul Qoyyim Al Jauziyah -rahimahullah- menulis 500 Kitab, Imam Al Baihaqi -rahimahullah- menulis 1.000 Jilid hadits , Imam Abu bakar Ibnul Arabi Al maliki -rahimahullah-  menulis tafsirnya yang besar dalam 80 Juz. Imam Abu Ja’far Ath Thahawi -rahimahullah- menulis 1.000 lembar hanya membahas satu masalah yaitu apakah Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam melaksanakan haji Qiran, Tamattu atau Ifrad ?, kemudian Imam Abdul malik bin Habib -rahimahullah- seorang ulama Andalusia memiliki karangan 1.000 Kitab .” [Al Fikrus Sami’ fi Tarikhil Fiqhil Islamyoleh Muhammad Al Hajwi].

Bagaimana dengan antum ya akhi ??? sudah berapa banyak kitab yang engkau tulis, kalaupun engkau belum sanggup menulis atau setidaknya sudah berapa banyak yang sudah engkau baca ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar