Rabu, 15 April 2015

PENGKHIANATAN PERTAMA YAHUDI DAN MUNCULNYA TANDA-TANDA KEMUNAFIKAN

Suhefriandi, Sp.d,MM


Sirah Nabawiyah ( Sejarah Hidup Rasulullah saw) 

Pengkhianatan Pertama Yahudi dan Munculnya Tanda-Tanda Kemunafikan.

       Ibnu Hisyam meriwayatkan dari Abdullah bin Ja’far bahwa seorang perempuan Arab datang membawa perhiasannya ke pasar Yahudi Bani Qainuqa. Ia mendatangi tukang sepuh (Yahudi) untuk menyepuh perhiasannya. Sambil menunggu tukang sepuh menyelesaikan pekerjaannya, ia pun duduk. Tiba-tiba datang sekelompok pemuda Yahudi ke dekatnya seraya memintanya untuk membuka penutup wajahnya. Tentu saja perempuan itu menolak.

Namun tanpa diketahuinya, si tukang sepuh itu kemudian secara diam-diam menyangkutkan ujung pakaian yang menutupi tubuh perempuan itu ke bagian punggungnya. Akibatnya, tatkala ia berdiri, tersingkaplah aurat bagian belakangnya. Orang-orang Yahudi itu pun tertawa terbahak-bahak. Secara spontan perempuan tersebut kemudian menjerit meminta tolong. Mendengar jeritan itu, salah seorang Muslim yang ada di pasar tersebut segera menyerang tukang sepuh itu dan membunuhnya. Namun orang-orang Yahudi tadi berbalik membunuh pemuda Muslim tadi.

Selanjutnya kejadian yang terjadi pada pertengahan bulan Syawal tahun kedua Hijriah ini memicu peperangan antara Yahudi Bani Qainuqa dan kaum Muslimin. Inilah peristiwa pengkhianatan pertama kaum Yahudi terhadap Piagam Madinah. Namun sebelum terjadinya peristiwa diatas, Ibnu Ishaq meriwayatkan:

”Pada suatu kesempatan Rasulullah saw mengumpulkan Banu Qunaiqa‘ di pasar Qunaiqa‘ kemudian bersabda: “Wahai kaum Yahudi, takutlah kalian kepada murka Allah yang pernah ditimpahkan-Nya kepada kaum Quraisy. Masuklah kalian ke dalam Islam karena sesungguhnya kalian telah mengetahui bahwa aku adalah Nabi yang diutus (Allah), sebagaimana kalian dapati di dalam Kitab kalian dan Janji Allah kepada kalian!“

Mereka menjawab, “Wahai Muhammad, apakah engkau mengira kami ini seperti kaummu? Janganlah engkau membanggakan kemenangan atas suatu kaum yang tidak mengerti ilmu peperangan. Demi Allah, seandainya kami yang engkau hadapi dalam peperangan, niscaya engkau akan mengetahui siapa kami ini sebenarnya.”

Perang yang dimaksud oleh Yahudi tersebut adalah Perang Badar yang berlangsung tidak lama sebelum terjadinya pelecehan Muslimah di pasar diatas. Perang melawan pasukan Musrikin Mekah ini memang dimenangkan oleh Muslimin. Padahal jumlah Muslimin ketika itu hanya 1/3 dari musuh, yaitu 314 : 1000.

Ini tampaknya yang membuat kebencian dan kedengkian Yahudi terhadap Islam makin menjadi-jadi. Mereka sengaja memancing perpecahan dan permusuhan. Orang-orang ini sebenarnya tidak ridho Rasulullah memegang tampuk pimpinan di Madinah. Dengan cara ini mereka ingin menunjukkan bahwa Piagam Madinah tidak perlu dihormati.

Hukum harus ditegakkan. Rasulullahpun segera memerintahkan salah seorang sahabat untuk mengepung perkampungan bani Qainuqa. Karena ketakutan dua minggu kemudian orang-orang Yahudi tersebut akhirnya menyerah. Mereka pasrah terhadap hukuman yang bakal diputuskan Rasulullah. Dalam keadaan itulah tiba-tiba datang Abdullah bin Ubay seraya berkata:

“Hai Muhammad, perlakukanlah para sahabatku itu dengan baik.“

Melihat Rasulullah tidak mengacuhkannya, pemuka Madinah inipun mengulang lagi perkataannya beberapa kali hingga akhirnya dengan wajah merah menahan kemarahan, Rasulullahpun menjawab ketus: “Celaka engkau, tinggalkan aku!“.

Namun Abdullah bin Ubay tetap bersikeras : “Tidak, demi Allah, aku tidak akan melepaskan anda sebelum anda mau memperlakukan para sahabatku itu dengan baik. Empat ratus orang tanpa perisai dan tiga ratus orang bersenjata lengkap telah membelaku terhadap semua musuhku itu, apakah hendak anda habisi nyawanya dalam waktu sehari? Demi Allah, aku betul-betul mengkhawatirkan terjadinya bencana itu!“.

Mendengar itu Rasulullah akhirnya berkata: “Mereka itu kuserahkan padamu dengan syarat mereka harus keluar meninggalkan Madinah dan tidak boleh hidup berdekatan dengan kota ini !”.

Maka bebas dan pergilah orang-orang Yahudi Banu Qainuqa‘ itu meninggalkan Madinah menuju sebuah pedusunan bernama ‘Adzara‘at di daerah Syam. Namun belum berapa lama orang-orang ini menetap disana, terdengar kabar bahwa sebagian besar dari mereka mati ditimpa bencana. Itulah balasan bagi orang-orang yang mendurhakai utusan Allah swt. Allahuakbar !

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ 

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.

 فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يُسَارِعُونَ فِيهِمْ يَقُولُونَ نَخْشَى أَنْ تُصِيبَنَا دَائِرَةٌ فَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَ بِالْفَتْحِ أَوْ أَمْرٍ مِنْ عِنْدِهِ فَيُصْبِحُوا عَلَى مَا أَسَرُّوا فِي أَنْفُسِهِمْ نَادِمِينَ

Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana". Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.
“QS.Al-Maidah(5):51-52.

Perlu mendapat catatan, prilaku Abdullah bin Ubay sebagai seorang yang telah menyatakan ke-islamannya namun berani melawan, berkata kasar bahkan menentang keputusan Rasulullah karena ke-loyal-annya terhadap sahabat-sahabat non Muslimnya  adalah masuk kategori Munafik. Tanda-tanda kemunafikan sebenarnya telah terlihat sejak awal perkembangan Islam. Allah swt pernah menegur kaum Muslimin Mekah yang tidak berani pindah meninggalkan Mekah ( hijrah) ke Madinah karena takut dianiaya keluarga besarnya di Mekah. Padahal mereka jelas-jelas tidak dapat melaksanakan ajaran dengan baik. Hanya dengan alasan-alasan tertentu sajalah Allah dapat memaafkan orang-orang yang tidak berhijrah, yaitu orang yang tertindas yang tidak mampu berdaya upaya ( para budak) dan orang yang tidak mengetahui jalan (untuk hijrah).

“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”. Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)”. Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?”. Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah) mereka itu, mudah-mudahan Allah mema`afkannya. Dan adalah Allah Maha Pema`af lagi Maha Pengampun” (QS.An-Nisa( 4):100).

Allah swt sendiri yang memberitakan bahwa orang-orang munafik masuk Islam karena terpaksa, hanya demi melindungi harta dan jiwa mereka. Mereka adalah pendusta.

“ Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah”. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan”.(QS.Al-Munafikun(63):1-2).

Abdullah bin Ubay sendiri adalah gembong orang Munafik padahal ia adalah pemuka Madinah. Ia sering kali menghasut orang agar tidak mematuhi perintah Allah dan Rasul-Nya.  Qatadah memaparkan bahwa suatu ketika datang seseorang kepadanya seraya mengusulkan : “ Andai kau menghadap Rasulullah tentu dia akan memintakan ampunan untukmu”. Namun dengan congkak ia menolak.( HR. Ibnu Jarir). Kemudian turun ayat berikut :

“Dan apabila dikatakan kepada mereka: Marilah (beriman), agar Rasulullah memintakan ampunan bagimu, mereka membuang muka mereka dan kamu lihat mereka berpaling sedang mereka menyombongkan diri. ”.(QS.Al-Munafikun(63):5).

Zaid bin Arqam juga pernah berkata, usai perang Tabuk, ia mendengar Abdullah bin Ubay berkata kepada teman-temannya, orang-orang Anshar : “ Kalian jangan menafkahi orang-orang yang dekat dengan Muhammad sebelum mereka keluar dari agama mereka”. Tak lama kemudian turun ayat berikut :

“Mereka orang-orang yang mengatakan :”Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang yang ada di sisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah)”. Padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami”.(QS.Al-Munafikun(63):7).

Terlihat jelas bahwa pemuka Madinah ini amat tidak menyukai Rasulullah. Ia merasa kedatangan Islam telah membuatnya kehilangan gengsi dan kekuasaan. Itu sebabnya ia amat berharap agar orang Muhajirin yang dianggapnya sebagai orang lemah dan miskin itu kalah dan terusir dari Madinah.

“Mereka berkata: “Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari sana”. Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mu’min, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui”.(QS.Al-Munafikun(63):8).

Beberapa kali ia menolak pergi berperang. Parahnya lagi, ia mengajak teman-temannya untuk melakukan hal yang sama. Maka dengan berbagai dalih dan alasan para Munafikun itu tidak mau mengangkat senjata. Dari udara yang panas, tidak ada kendaraan hingga takut tergoda oleh perempuan musuh yang cantik rupawan adalah dalih yang mereka ajukan.

Ibnu ‘Abbas menuturkan bahwa kala akan berangkat menuju medan perang Tabuk, Rasulullah bertanya kepada Jadd bin Qais: “ Hai Jadd bin Qais! Bagaimana pendapatmu tentang memerangi orang-orang Bani Ashfar (kulit kuning/orang-orang Romawi.” Maka Jadd bin Qais menjawab, “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku adalah seorang lelaki yang banyak memiliki wanita (istri). Bilamana saya melihat wanita orang-orang kulit kuning saya pasti terfitnah oleh mereka, maka janganlah engkau menjadikan saya terjerumus ke dalam fitnah.” Kemudian Allah swt. menurunkan firman-Nya, “Di antara mereka ada orang yang berkata, ‘Berilah saya keizinan tidak pergi berperang dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke dalam fitnah.’..” (Q.S. At-Taubah 49).

“Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut berperang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: “Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini”. Katakanlah: “Api neraka Jahannam itu lebih sangat panas (nya)”, jikalau mereka mengetahui”.(QS.At-Taubah(9):81).

Kemunafikan juga terlihat jelas ketika turun ayat yang memerintahkan Rasululah berpindah arah kiblat yaitu ke arah Masjidil Haram. Padahal bahkan orang-orang Yahudi dan Nasranipun tahu bahwa itu adalah perintah Tuhan.

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”. (QS.Al-Baqarah(2):144).

Al Barra’ berkata, “ Rasulullah shalat dengan menghadap ke Baitul Maqdis selama enam belas atau tujuh belas bulan. Saat shalat, beliau sering memandang langit menanti perintah Allah. Kemudian Allah menurunkan ayat ini”. (HR Bukhari).

“Dan dari mana saja kamu ke luar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram; sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan”. (QS.Al-Baqarah(2):149).

Ayat yang bunyinya memerintahkan agar Rasulullah berpindah kiblat tidak hanya 1 ayat namun hingga beberapa kali. Tetapi orang-orang Munafik bukan saja tetap meragukan perintah tersebut namun juga mencemoohkan. Rasulullah kemudian memerintahkan para sahabat agar memindahkan arah kiblat ketika mereka sedang shalat di masjid Qubba.

Ibnu Umar berkata: Ketika orang-orang sedang melakukan salat di Qubba, tiba-tiba datang orang yang membawa kabar bahwa semalam Rasulullah saw. mendapat wahyu berupa perintah untuk menghadap Kabah. Seketika itu mereka menghadap ke Kabah. Sebelumnya mereka menghadap ke arah Syam, kemudian mereka berputar menghadap ke Kakbah. (Shahih Muslim No.820).

“Dan dari mana saja kamu keluar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Maka janganlah kamu, takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Dan agar Kusempurnakan ni`mat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk”. (QS.Al-Baqarah(2):150).

As-Suddi berkata, “ Ketika Rasulullah diperintahkan memidahkan kiblat dari Baitul Maqdis ke arah Ka’bah, orang-orang musyrik Mekah berkata, “ Muhammad bingung dengan agamanya. Sekarang ia menghadap ke arah kiblat yang sama dengan kalian. Ia sadar bahwa kalian lebih benar. Ia bingung dan ingin masuk agama kalian”. Lalu turunlah ayat diatas”.(HR. Ibnu Jarir).

Banyak sekali ayat-ayat yang menceritakan betapa murkanya Allah swt terhadap orang munafik. ( Lihat surat At-Taubah  dan Al-Munafikun). Namun demikian Rasulullah tidak pernah menghukum orang-orang yang seperti ini. Para ulama berpendapat bahwa ini untuk mengajarkan bahwa adalah bukan hak kita sebagai manusia untuk menghukum hati seseorang. Biarlah Sang Khalik yang menentukannya. Wallahu’alam ..

Bahkan ketika salah satu anak Abdullah bin Ubay meminta Rasulullah agar mensholati almarhum ayahnya, Rasulullahpun menyanggupinya!  Walaupun setelah itu barulah turun ayat yang melarang seseorang menshalati orang Munafik yang meninggal dunia.

“Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendo`akan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik”.(QS.At-Taubah(9):84).

Wallahu’alam bish shawwab.

Sumber :

1.  Sirah Nabawiyah oleh Dr. M. Sa’id Ramadhan Al-Buthy.

2. Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad SAW oleh HMH Al Hamid Alhusaini

3. Sejarah Hidup Muhammad oleh Muhammad Husain Haekal


Tidak ada komentar:

Posting Komentar