Selasa, 07 April 2015

" IKAN BILIS DANAU SINGKARAK DI AMBANG KEPUNAHAN "

Ikan Bilih

        Ikan bilih melakukan pemijahan pada kondisi perairan mempunyai arus jernih, dangkal. Substrat dasar terdiri atas kerikil dan karakal. Suhu perairan berkisar antara 24°C sampai dengan 26°C. Berdasarkan kriteria kondisi perairan tempat ikan bilih memijah, maka dapat dinyatakan faktor lingkungan yang mempengaruhi pemijahan ikan bilih adalah arus dan substrat dasar. 

         Populasi ikan bilih memijah setiap hari sepanjang tahun dimulai sore hingga malam harinya sekitar pukul 03.00 WIB. Puncak pemijahan ikan bilih terjadi pada pagi hari mulai dari jam 05.00 sampai dengan jam 09.00, yaitu digambarkan dengan banyaknya telur yang dilepaskan (Kartamihardja dan Sarnita,2008). Telur hasil pemijahan dihanyutkan oleh arus sungai ke danau dan menetas sekitar 19 jam pada suhu 27°C sampai dengan 28°C. Ikan bilih menuju kedaerah pemijahan menggunakan orientasi visual dan insting dengan sifat pemijahan " parsial " yaitu tidak mengeluarkan telur matang sekaligus dalam satu kali periode pemijahan. 

        Selanjutnya pemijahan ikan yang bersifat parsial merupakan adaptasi ikan terhadap lingkungan perairan sungai yang kondisinya relatif labil. Dengan pemijahan berkali-kali, maka terhindarlah kemungkinan telur terbawa arus sungai. Justru sebaliknya terjadi pada ikan bilih, telur yang dipijahkan dikolom air pada sungai yang berarus hanyut ke perairan danau kemudian menetas dan tumbuh menjadi dewasa.  

       Faktor lingkungan yang mempengaruhi pemijahan ikan bilih adalah arus air dan substrat dasar sungai. Ikan ini memilih perairan sungai yang jernih dengan suhu air yang relatif rendah, antara 24–26°C, dan dasar sungai yang berbatu kerikil dan atau pasir. Telur-telur dikeluarkan induk-induk ikan di dasar sungai, dibuahi oleh ikan jantan, dan tenggelam ke dasar untuk kemudian hanyut terbawa arus air masuk ke danau (www.wikipedia.com).

        Kedalaman air sangat sesuai dengan habitat ikan bilah di pelagik danau  yang memiliki 20 sampai 100 cm dengan warna air yang jernih. Sesuai dengan pernyataan (Panjaitan, 2010) ikan bilih melakukan pemijahan pada kondisi perairan mempunyai arus jernih, dangkal. Substrat dasar terdiri atas kerikil dan karakal. Suhu perairan berkisar antara 24°C sampai dengan 26°C Sesuai dengan kondisi perairan yang cukup baik sehingga ikan-ikan yang tertangkap jumlahnya lebih banyak (Lubis dkk, 2012). Selanjutnya Lubis dkk (2012) dalam penelitiannya mendapatkan hasil penelitian dimana Berdasarkan nilai indeks dominansi yang diperoleh ada satu jenis ikan yang mendominansi di perairan danau ini yaitu jenis ikan Bilih (Mystacoleucus sp) yang merupakan ikan endemik dari Danau Singkarak.

        Kemudian berdasarkan nilai indeks keseragaman ikan pelagik di perairan Danau Singkarak ini tergolong kepada keadaan yang tidak seimbang dan diduga terjadi persaingan dalam mencari makanan dan habitatnya. Hasil pengukuran parameter fisika dan parameter kimia kualitas air di perairan Danau Singkarak, Lubis dkk (2012) selama penelitian secara umum masih mendukung kehidupan organisme ikan-ikan pelagik yang hidup di perairan danau ini. Berdasarkan PP No.82 Tahun 2001, dapat diketahui bahwa kondisi perairan Danau Singkarak masih berada pada kondisi yang normal sehingga masih mampu untuk mendukung kehidupan organisme (akuatik) di dalamnya, khususnya organisme ikan.

        Agar kelestarian populasi ikan Bilih tetap terjamin maka dibutuhkan pengelolaannya. Aspek penting untuk kelestarian populasi ikan Bilih adalah aspek reproduksi yang merupakan aspek dasar biologi ikan. Keberhasilan reproduksi ikan akan menunjukkan kelangsungan populasi ikan tersebut dalam lingkungan ikan.

Introduksi Ikan Bilih di Perairan Danau Toba

        lntroduksi ikan adalah salah satu teknik pemacuan stok ikan (stock enhancement) yang telah lama dan banyak dilakukan di perairan danau dan waduk untuk mengisi relung ekologi yang kosong sehingga rnemperbaiki keseimbangan komposisi jenis dan meningkalkan produksi ikan (Cowx, 1994; Cowx, 1999). Di Indonesia, introduksi dan penebaran ikan telah dilakukan sejak dahulu kala, namun hanya beberapa kasus saja yang berhasil baik (Sarnita, 1986).

       Kegagalan introduksi ikan umurnnya disebabkan introduksi yang dilakukan kurang didasari dengan inforrnasi ilrniah yang rnemadai. Penyebab utama dari rendahnya produksi tersebut adalah struktur komunitas ikan yang kurang sesuai dengan potensi surnberdaya yang tersedia. Oleh karena itu, introduksi ikan yang didasari dengan informasi ilmiah rnulai dari pernilihan jenis ikan yang sesuai dengan habitat perairan yang akan dijadikan target sampai kepada penyusunan protokolnya yang rnerupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk rnernecahkan masalah tersebut.

        Salah satu upaya peningkatan produktivitas perairan umum misalnya danau adalah kegiatan introduksi ikan, yaitu memindahkan atau menebarkan ikan dari suatu perairan ke perairan yang lain dimana jenis ikan yang ditebarkan pada awalnya tidak terdapat di perairan tersebut. Sangat perlu diinformasikan bahwa ikan bilih bukan native species atau ikan asli Danau Toba walaupun banyak masyarakat setempat yang menyatakan ikan bilih sebagai ikan pora-pora (Puntius binotatus) sejenis ikan yang mirip dengan ikan bilih dan berlimpah  jumlahnya di Danau Toba pada waktu silam dan selanjutnya setelah tahun 1990-an jumlah populasinya sudah langka.

        Ikan Bilih dari Danau Singkarak diintoduksi ke dalam perairan Danau Toba  melalui proses sederetan  penelitian yang cukup lama oleh Pusat Riset Perikanan Tangkap Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan. Penelitian yang dimaksud antara lain:

(1) Penelitian dasar yang mempelajari tingkah laku ikan bilih di habitat aslinya meliputi aspek makanan dan kebiasaan makan, pertumbuhan dan reproduksi serta karakteristik habitat yang diperlukanya untuk pencarian makanan, pemijahan dan pemeliharaan larva (asuhan);

(2) Kajian tentang karakteristik habitat, ketersediaan makanan dan struktur populasi ikan serta relung ekologi di  Danau Toba, yang bertujuan untuk membuktikan secara ilmiah bahwa ikan bilih dapat menempati habitat yang sesuai bagi kehidupannya, makanan alaminya tersedia dan dapat mengisi relung ekologis yang kosong sehingga tidak berkompetisi dan merugikan jenis ikan asli yang hidup di perairan Danau Toba;

(3) Penelitian dan pengembangan pembenihan ikan bilih yang bertujuan untuk memperoleh benih ikan bilih secara berkelanjutan tanpa bergantung kepada benih alam. Walaupun kegiatan pembenihan telah dilakukan tetapi benih  atau calon induk ikan bilih yang diintroduksi ke perairan Danau Toba bukan berasal dari hasil pembenihan melainkan langsung dari Danau Singkarak.

        Menurut Karthamihardja dan Purnomo (2006) mengemukakan bahwa monitoring dan evaluasi pertumbuhan, distribusi populasi dan hasil tangkapan ikan bilih dilakukan pada tahun 2005 atau dua tahun pasca penebaran. Sampel ikan bilih diperoleh dari hasil tangkapan nelayan, diukur panjang total dan beratnya, diambil saluran pencernaannya untuk kernudian diberi label dan diawetkan dengan formalin 40%. Makanan dan kebiasaan makan diteliti dengan rnenggunakan metode proponderans (Effendie, 1979).

       Distribusi atau penyebaran populasi ikan bilih meliputi seluruh perairan danau Toba bahkan ditemukan pula di daerah pelagis dan limnetik danau yang selama ini sangat sedikit sekali dihuni oleh jenis ikan lain. Pada tahun 2005, potensi produksi ikan danau Toba ditaksir sekitar 2.520-7.310 tonitahun atau antara 23-65 kglhalth. Potensi produksi ikan tersebut menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan potensi produksi ikan yang ditaksir pada tahun 1986 sekitar 6-24 kglhalth (Kartamihardja, 1987) dan pada tahun 1996 sekitar 5,8-30,9 kglhalth (Tjahjo et all., 1998).

       Berdasarkan Peraturan Pemerintah NO. 82 Tahun 2001 tentang baku mutu kualitas perairan, parameter kualitas air yang diukur masih dapat mendukung kelangsungan organisme perairan dalam hal ini ikan. Selain itu menurut Samuel (dalam Kristina, 2001), kelimpahan ikan dalam suatu perairan dipengaruhi beberapa faktor pembatas antara lain: fekunditas, ruang gerak, kompetisi, penyakit, dan batas waktu bertahan hidup. Kemudian menurut Axelord dan Schulz (1983), pada umumnya kelimpahan jenis suatu ikan juga tergantung pada kelimpahan makanan yang ada disetiap habitat, selain kondisi fisik habitat itu sendiri. Pernyataan Odum (1993), mengemukakan bahwa ada dua hal penting dalam ruang lingkup keanekaragaman, yaitu banyaknya spesies yang ada dalam suatu komunitas dan kelimpahan dari masing-masing spesies tersebut. Semakin kecil jumlah spesies dan variasi jumlah individu tiap spesies, atau ada beberapa individu yang jumlahnya lebih besar atau mendominasi maka otomatis keanekaragaman suatu ekosistem akan mengecil.

       Di habitat aslinya, selain upaya penebaran ikan bilih yang dihasilkan dari pembenihan, penyediaan suaka buatan dianggap menjadi altenatif lebih baik untuk menyelamatkan populasinya dari kepunahan. Oleh karena itu, pada tahun 2003 model suaka buatan untuk ikan bilih telah dibangun di Sungai Sumpur, salah satu sungai yang masuk danau (Kartamihardja dan Purnomo, 2006). Suaka tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk memproduksi benih ikan bilih secara alami. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa suaka buatan dapat berfungsi baik. Sehingga suaka sejenis perlu dibangun di beberapa lokasi penangkapan seperti di sungai Paninggahan dan Muara Pingai sebagai sentra penangkapan ikan bilih dengan sistem alahan.

Pertumbuhan Populasi Ikan Bilih di Danau Toba 

        Berdasarkan hasil  menunjukkan bahwa populasi ikan bilih di Danau Toba bertumbuh dengan pesat. Hal ini tergambar pada tahun 2005, hasil tangkapan ikan bilih di beberapa tempat sebesar 653,6 ton atau dari total hasil tangkapan ikan dari Danau Toba. Selanjutnya suatu perkiraaan total hasil tangkapan pada tahun 2008 hampir tiga kali lipat lebih besar dibandingkan pada tahun 2008. Berkembangnya populasi ikan bilih di Danau Toba dapat juga digambarkan oleh ukuran panjang tubuhnya, yaitu pada tahun 2005, modus panjang total ikan bilih yang tertangkap adalah 6,5 dan 12,5 dan pada tahun 2008 modus panjang totalnya adalah 13,5 cm dan 18,5 cm (Kartamihardja dan Sarnita ,2008).  Sedangkan modus panjang total ikan billih di Danau Singkarak pada tahun 2003 adalah 6.5 cm.

Berkembangnya  populasi ikan bilih  di Danau Toba  disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:

(1) Karakteristik limnologis Danau Toba yang mirip dengan Danau Singkarak;

(2) Habitat pemijahan ikan bilih di Danau Toba tersedia dan lebih luas dari pada Danau Singkarak. Beberapa daerah pemijahan utama ikan bilih di Danau Toba terdapat di Sungai Sipangolu di Bakara,  Sungai Sipiso-piso di Tongging, Sungai Naborsahan di Ajibata;

(3) Makanan alami sebagai makanan utama ikan bilih cukup tersedia dan belum seluruhnya dimanfaatkan oleh jenis ikan yang hidup di Danau Toba; dan

(4) Daerah pelagis dan limnetik Danau Toba jauh lebih luas.Meningkatnya kelimpahan fitoplankton di perairan Danau Toba dapat menyebabkan pertumbuhan populasi ikan bilih.  Kelimpahan fitoplankton tersebut disebabkan oleh meningkatnya kesuburan perairan Danau Toba akibat adanya pemasukan unsur hara dari kegiatan budidaya ikan intensif di KJA dan dari limbah domestik, hotel serta limbah pertanian dan peternakan di sekitar kawasan Danau Toba. Kartamihardja dan Sarnita (2008) meyatakan bahwa  sehubungan adanya peningkatan kesuburan perairan akibat meningkatnya unsur hara  kepadatan fitoplankton di Danau Toba sebagai makanan ikan bilih dari sekitar 8000 sel per liter tahun 1996 menjadi 41.000 sel per liter pada tahun 2003. Selanjutnya kelimpahan ferifiton yang meningkat juga dapat mendukung pertumbuhan ikan bilih di perairan Danau Toba (Kartamihardja dan Sarnita,2008).

        Meningkatnya detritus dan zooplanton juga dapat mendukung pertumbuhan populasi ikan bilih di Danau Toba. Konsentrasi detritus meningkat di perairan Danau Toba disebabkan oleh  meningkatnya pemakian pakan di kegiatan budidaya ikan  dengan sistem KJA, limbah pertanian, peternakan, domestik dan hotel di kawasan Danau Toba (Panjaitan, 2008). 

        Selanjutnya Kartarnihardja dan Purnomo (2006) menjelaskan bahwa Kelirnpahan fitoplankton di danau Toba sebagai makanan ikan bilih mengalami peningkatan dari kisaran 792-7.722 sel/I pada tahun 1996 (Tjahjoet at., 1996) menjadi 18.1 89-40.514 sel/I pada tahun 2003 (Sarnita dan Kartamihardja, 2003). Dimana, peningkatan kesuburan perairan terutama sebagai hasil beban masukan unsur hara dari kegiatan budidaya ikan intensif dalam keramba jaring apung diduga menjadi penyebab meningkatnya kelimpahan fitoplankton. 

        Disamping fitoplankton, terdapat juga perifiton dimana ke dua kelompok organisme ini akan menjadi sumberdaya makanan alami bagi ikan bilih. Ke dua kelompok sumberdaya pakan ini belum dimanfaatkan secara optimal oleh populasi ikan yang ada karena jenis ikan pemakan plankton yang hidup di zona limnetik danau hampir tidak ada. Sebelum tahun 1985, jenis ikan pemakan plankton yang populasinya masih tinggi adalah ikan pora-pora atau undalap (Puntius binotatus). Namun setelah itu, keberadaan populasi ikan pora-pora tersebut menurun dan sudah jarang tertangkap lagi (Kartamihardja, 1987). 

       Di habitat aslinya danau Singkarak, makanan utama ikan bilih adalah detritus dan zooplankton sedangkan di danau Toba makanan utama ikan bilih adalah detritus dan fitoplankton dan makanan tambahannya adalah zooplankton dan serasah.

sebagai tempat wisata di daerah Solok mempunyai kuliner khasnya yaitu ikan bilis.

      Berkunjung ke lokasi wisata Danau Singkarak memang tidak lengkap bila belum mencicipi kuliner khas Danau SIngkarak ini. Apalagi kalau bukan ikan bilis. Ikan berukuran kecil ini sangat renyah dan gurih sehingga sangat cocok dijadikan cemilan semari manikmati keindahan alam Danau Singkarak. Sebagai ikan yang hanya terdapat di tempat ini, tak heran jika ikan bilis menjadi kuliner favorit setiap pengunjung yang datang.

Khasiat ikan bilis

       Meskipun berukuran kecil yaitu hanya sekitar 6-12 cm saja, ikan bilis memiliki manfaat yang sangat luar biasa. Ikan yang bisa dimakan dari bagian kepala hingga ekor ini memiliki kandungan protein, lemak, dan vitamin yang sangat baik untuk tubuh.

       Bagian kepala ikan bilis memiliki kandungan protein paling banyak. Hal ini bisa mencegah terjadinya kerusakan sel-sel tubuh. Lemak yang terkandung dalam  ikan ini juga sangat rendah sehingga bisa menurunkan kolesterol.

       Ikan bilis yang hanya bisa ditemukan di tempat wisata Danau Singkarak ini banyak dijual di setiap kedai. Namun pembeli juga harus tetap berhati-hati karena ada beberapa pedagang yang menjual ikan bilis dari danau toba dimana ikan tersebut sebenarnya adalah ikan pora-pora.

       Mata Pencaharian Penduduk Setempat Penduduk yang tinggal di sekitar Danau Singkarak rata-rata bermata pencaharian sebagai nelayan ikan bilis. Mereka bisa memenuhi kebutuhannya hanya denganmenangkap ikan bilis saja. Selanjutnya ikan bilis hasil tangkapan ini bisa diolah menjadi berbagai macam bentuk. Selanjutnya hasil olahan tadi dijual di sekitar Danau Singkarak dan dikirim ke luar kota seperti Jakarta dan sekitarnya.

Lokasi wisata Danau

        Singkarak menyajikan berbagai macam bentuk olahan ikan bilis. Ada yang berupa bilis goreng, rendang bilis, sale bilis dan masih banyak lagi. Harga jualnya sendiri masih cukup mahal namun karena rasa gurih dan renyahnya, pengunjung tidak akan mempermasalah kan harga yang dipatok.

        Jadi, jika anda berkunjung ke tempat wisata Danau Singkarak, cobalah untuk mencicipi kuliner favorit yang satu ini. Selain untuk dimakan di tempat, beberapa penjual biasanya juga menyediakan ikan bilis yang bisa dibawa pulang sehingga bisa dijadikan oleh-oleh. 

Ikan Bilis Danau Singkarak, primadona yang terancam punah.

       Apabila berkunjung ke Danau Singkarak, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, tidak lengkap bila belum menikmati ikan bilis produksi danau nan indah ini. Ikan bilis paling dicari karena citarasanya yang gurih bila telah dimasak. Ikan bilis juga bisa dapat dikeringkan dan diasinkan sehingga awet untuk waktu yang lama.

       Ikan dengan nama latin Mystacoleuseus padangensis ini memiliki ukuran sedikit lebih besar dari ikan teri, berbentuk lonjong dan pipih dengan panjang 6-12 centimeter. Alat tangkap ikan bilis (Jala Apung), marak digunakan masyarakat untuk menangkap ikan di Danau Singkarak, di wilayah Nagari Guguk Malalo, Tanah Datar, 

        Sebagai salah satu pesona di Singkarak, harga ikan bilis lumayan mahal berkisar Rp60-70 ribu/kilo. Bila telah dimasak, harga ikan bilis menjadi Rp250-280 ribu/kilogram.  Dengan harga yang menarik, ikan bilis menjadi sumber pendapatan masyarakat sekitar danau. Bahkan, ikan itu sempat menjadi komoditas ekspor dan dijual ke luar negeri.

       Tetapi, sebentar lagi ikan bilis bakal menjadi cerita rakyat yang akan diwarisi turun-temurun oleh masyarakat yang tinggal di sekitar Danau Singkarak. Sebab, ikan mungil ini terancam punah dari danau kebanggaan masyarakat Sumbar itu. Lho, mengapa?

Prof Dr Ir Hafrijal Syandri MS, ahli perikanan dan ilmu kelautan, sekaligus peneliti ikan bilis dari Universitas Bung Hatta mengatakan, penyebab terancam punahnya ikan bilis dipicu oleh alat dan cara tangkap yang digunakan masyarakat yang tidak ramah lingkungan.

Nelayan menggunakan berbagai jaring untuk menangkap ikan bilis sesuai dengan lokasi penangkapannya, seperti jaring panjang, jaring lingkar, sistem alahan, jala lempar, lukah dan bahkan menggunakan setrum listrik yang mematikan semua ikan yang ada.

Jaring-jaring apung tidak pernah kosong terbentang di permukaan danau begitu pula dengan jala lempar yang ditebar masyarakat setiap harinya.

Jenis alat tangkap yang digunakan pun berbeda-beda, ada nelayan yang menggunakan alat tangkap berupa jaring panjang, jaring lingkar, sistem alahan, jala, lukah dan menggunakan arus listrik (setrum). Tidak tanggung-tanggung jaring dan jala  yang dipasang ukuranya sangat rapat sekitar 1-1,5 centimeter. Ukuran ini sangat rapat sehingga semua jenis ikan, termasuk anakannya dalam jumlah banyak.

Karena semua ikan, termasuk anaknya terangkap, maka ikan bilis sulit melakukan regenerasi dan reproduksi. Padahal ikan itu memijah di usia 6 bulan (dewasa). Ikan bilis memijah dengan cara menyongsong aliran air sungai dan bertelur disela-sela batu. Setelah 20 jam larva telur akan menjadi anakan dan kembali masuk ke danau untuk menjadi dewasa.

Tidak hanya karena penagkapan, kelestarian ikan bilis terancam akibat  aktifitas masyarakat yang tinggal di sekitar danau Singkarak. Danau dijadikan tempat membuang berbagai jenis limbah yang dihasilkan dari aktivitas pertanian, limbah domestik dari perumahan dan aktifitas pasar.

Hafrijal mengatakan jika dibiarkan berlanjut maka beban pencemaran ekosistem Danau Singkarak semakin berat dan pada akhirnya akan merugikan semua pihak, termasuk kelestarian biota danau, khususnya ikan bilis.

Keberadaan PLTA Singkarak disinyalir juga mempengaruhi kualitas ekosistem Danau Singkarak karena operasionalnya mengakibatkan fluktuasi air (elevasi danau).

Pada musim hujan, perusahaan melakukan penabungan air akibatnya ratusan hektare lahan pertanian dan alahan (kolam tangkap ikan) digenangi air. Abrasi dan pengkisan tanah disepanjang bibir danau tak terelakkan. Sementara, di waktu kemarau, perusahaan menguras air danau sampai ke tingkat kritis.

Beroperasinya PLTA Singkarak di nagari Guguk Malalo telah mengakibatkan terjadinya perubahan sirkulasi air danau. Perubahan ini memicu naiknya belerang dari dasar danau (bangai) sehingga membuat ikan-ikan mati keracunan serta punahnya beberapa jenis biota danau.

Yontameri (45), tokoh masyarakat nagari Guguk Malalo menceritakan hampir semua jenis ikan endemik dan biota danau Singkarak terbawa arus air terowongan PLTA ke Nagari Asam Pulau, Kabupaten Padang Pariaman,

Ia menjelaskan jenis ikan yang telah punah di Perairan Nagari Malalo dan Sumpur diantaranya ikan puyu, rinuak, satuak, mingkai dan kulari. Sedangkan jenis ikan yang sulit ditemui yaitu ikan garing, asang, tilam, baung, turiak, kalai, buntal, kiung.

Danau singkarak adalah sebuah danau vulkanik yang terletak di jantung sumatera barat. Danau yang sangat terkenal ini mampu menyugukan pemandangan alam yang sangat natural dengan hamparan danau yang membentang luas dari kabupaten tanah datar hingga ke kabupaten solok. Dengan pemandangan yang sangat eksotis, Danau singkarak layak dijadikan salah satu kunjungan wajib jika kita berwisata ke ranahi Minangkabau tersebut. Namun dengan kondisi yang ada sekarang, perhatian pemerintah dan warga setempat sangat diperlukan untuk tetap menjaga bahkan mengembangkan potensi pariwisata yang ada disana.

Berdasarkan data pemerintah setempat, danau ini letak pada geografis koordinat 0, 36 derajat Lintang Selatan (LS) dan 100,3 Bujur Timur (BT) yang memiliki ketinggian 363,5 meter diatas permukaan laut (mdpl). Luas permukaan air Danau Singkarak mencapai 11.200 hektar dengan panjang maksimum 20 kilometer dan lebar 6,5 kilometer dan kedalaman 268 meter. Danau ini memiliki daerah aliran air sepanjang 1.076 kilometer dengan curah hujan 82 hingga 252 melimeter per bulan. Menurut data yang ada danau ini merupakan danau terluas ke-2 di Pulau Sumatera. Danau ini merupakan hulu Batang Ombilin. Air danau ini sebagian dialirkan melewati terowongan menembus Bukit Barisan ke Batang Anai untuk menggerakkan generator PLTA Singkarak di dekat Lubuk Alung, Padang Pariaman.

Mari kita selamatkan ikan langka ini bersama sama...

Source : net.com
Pesantren Terpadu Serambi Mekkah..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar