Senin, 06 April 2015

" RINGKASAN NOVEL SENGSARA MEMBAWA NIKMAT "

Ditulis oleh : Sutan Sati
Diterbitkan oleh Balai Pustaka

        Pernahkah kita memaknai sebuah pantun seperti ini “ berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ketepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian ”, pantun terserbut akan semakna dengan pepatah seperti ini “ belajarlah sejak dini agar kelak jadi mudah, berusaha keraslah sejak dini agar kelak mendapatkan hasil yang memuaskan, berdoalah dengan ikhlas agar kita mendapat berkah”. Dan pernahkah kita membawa novel yang berjudul Sengsara Membawa Nikmat ? Jika belum pernah maka coba baca, mudah-mudahan menjadi sebuah hiburan.

         Novel Sengsara Membawa Nikmat, ditulis oleh Sutan Sati yang diterbitkan Balai Pustaka (cetakan pertama tahun 1929).  Setelah saya baca novel tersebut maka saya ringkas seperti ini, jika pembaca pernah membacanya maka bisa jadi ringkasannya akan berbeda.

        Dari judulnya, Sengsara Membawa Nikmat, tersirat akhir cerita novel ini. Menurut Teeuw (Sastra Baru Indonesia 1, 1980), ’’Buku ini menarik terutama karena hidup dan lincahnya si pengarang membawa kita ke dalam suasana desa Minagkabau dengan kejadian sehari-hari dan segala reaksi manusiawinya.’’ (hlm 90). Temanya sendiri lebih banyak terpusat pada pengembaraan tokoh utamanya, Midun. Gambaran pengembaraanya sendiri terasa lebih realistis jika dibandingkan  dengan Muda Teruna karya Muhammad Kasim yang masih terasa  pengaruh bentuk hikayatnya. Begitu juga latar tempatnya tidak lagi di seputar wilayah sumatra saja, melainkan juga di jawa (Bogor dan Jakarta).

Inilah ringkasannya.

        Tuanku Laras, kepala desa salah satu desa di Padang, mempunyai seorang keponakkan bernama Kacak. Merasa mamaknya sebagai kepala desa yang disegani serta tergolong keluarga kaya, Kacak tak dapat menutupi kepogahan hatinya. Sikapnya yang angkuh dan sombong sungguh tak di sukai orang-orang di kampung itu.

      Berbeda dengan Kacak, Midun, anak sulung seorang petani biasa, justru selalu di sukai banyak orang. Ayahnya, sungguh berbuat baik. Itulah sebabnya, Midun belajar mengaji, sekaligus ilmu silat kepada guru mengajinya, Haji Abbas dan Pendekar Sultan. Kemahiran nya dalam ilmu bela diri itu pun sama sekali tidak membuatnya sombong. Perilakunya tetap terpuji.

        Bagi kacak, perilaku Midun itu sangat menyebalkan. Ia tak senang orang-orang di kampungnya menyukai dan memuji tabiat pemuda miskin itu. Lalu, dicari-carinya kesalahan Midun. Lebih dari itu, Kacak juga mengajaknya berkelahi. Namun dengan sabar Midun berusaha menghindari keributan. Ia merasa lebih baik mengalah daripada ribut atau berkelahi yang tidak bermanfaat itu. Namun, kacak yabg menggangap Midun sebagai musuhnya, justru menyerangnya secara membabi-buta. Berkat ilmu silat yang dimiliki pemuda penyabar itu, serangan-serangan Kacak selalu dapat dihindarinya. Terlalu mudah baginya mematahkan setiap serangan orang yang sudah dirasuk amarah itu.

       Ketika diketahui bahwa Midun berhasil menyelamatkan istri Kacak yang nyaris tenggelam terbawa arus sungai, dendam Kacak makin berkobar. Ia mengangap Midun telah melakukan perbuatan kurang ajar dan telah berani memegang wanita yang bukan istrinya. Lalu, untuk kedua kalinya, Kacak berusaha menyerang pemuda yang telah menyelamatkan istrinya itu. Kali ini, Midun meladeninya, dan laki-laki tak tahu diri itu, dengan mudah dibuatnya jatuh-bangun.

        Buntut peristiwa itu memaksa Midun menerima hukuman berupa keharusan mengerjakan apa saja yang di perintahkan Tuanku Laras. Orang yang mengawasinya selama ia menjalani ‘’ hukuman ’’ itu tidak lain adalah Kacak sendiri. Pukulan dan caci-maki keponakan kepala desa itu pun, terpaksa di terima Midun dengan pasrah.

Rupanya, Kacak sendiri belum juga puas melihat Midun masih berkeliaran di desa itu. Ia pun bertekad untuk membunuhnya. Kemudian secara diam-diam, ia menyuruh Lenggang, seorang pembunuh bayaran, untuk melakukan rencananya. Siasat pun diatur. Sesuai dengan rencana, ketika Midun dan Maun, sahabatnya, mencari warung nasi saat berlangsung pacuan kuda, Lenggang tiba-tiba menyerang Midun dengan pisau terhunus. Beruntung, Midun dapat menggelak. Terjadilah perkelahian yang membuat panik orang-orang di sekitarnya.Polisi kemudian datang menangkap mereka. Setelah di periksa, Maun yang tak bersalah, diizinkan pulang. Sebaliknya, Midun dinyatakan bersalah. Ia ditahan dan dibawa ke penjara Padang. Kacak yang mendengar berita tersebut, merasa sangat senang. Orang yang ia anggap musuh itu, kini mendekam di penjara.

       Di penjara, Midun mengalami berbagai siksaan, baik yang dilakukan sipir-sipir penjara, maupun sesama tahanan lainya. Belakangan , tahanan lainya segan terhadapnya, sesudah ia berhasil membuat jagoan di penjara itu bertekuk lutut.

        Suatu hari, saat ia menyapu jalan, tugasnya sehari-hari, ia melihat seorang gadis duduk di bawah pohon kenari. Beberapa saat setelah wanita itu pergi, Midun melihat sebuah kalung berlian. Ia yakin, kalung itu tentu milik wanita tadi. Segera ia menemuinya untuk mengembalikan benda berharga itu. Inilah awal perkenalan Midun dengan Halimah, nama gadis itu.

        Perkenalan mereka terus berlanjut. Midun akhirnya tahu keadaan Halimah yang sebenarnya. Ternyata, wanita itu kini tinggal bersama ayah tirinya. Hal itu terpaksa ia lakukan setelah ibu Halimah meninggal dunia. Ia sebenarnya ingin meninggalkan ayah tirinya. Halimah kemudian meminta pertolongan Midun agar membawanya kabur. Setelah Midun dinyatakan bebas, Midun segera membawa Halimah. Berkat pertolongan Pak Karto, seorang petugas yang bekerja sebagai pembantu penjara, Midun berhasil membawa  wanita itu ke Bogor, menemui ayah Halimah.

Dua bulan Midun  tinggal bersama Halimah. Ia kemudian bermaksud mencari pekerjaan di Jakarta. Dalam perjalanan  ia berkenalan dengan orang Arab bernama Syekh Abdullah Al-Hadramut. Mengetahui maksud Midun pergi ke Jakarta, Syekh Abdullah memberi pinjaman uang untuk modal Midun berdagang. Dengan modal itulah ,Midun memulai usahanya yang ternyata lambat-laun terus mengalami kemajuan. Ketia Midun hendak mengembalikan uang pinjamannya, jumlah yang harus di bayar ternyata sudah membengkak. Ia baru sadar jika orang Arab itu rentenir. Tentu saja, Midun tak mau mengembalikan uang pinjamannya, dengan jumlah yang sedemikian besar.

Namun, lintah darat itu ternyata punya akal licik. Midun harus memilih, membayar uang pinjaman berikut bunganya atau merelakan Halimah menjadi istri Syekh Arab yang rentenir itu. Halimah yang diperlakukan demikian oleh orang Arab itu, tentu saja marah dan menyatakan tidak sudi  menjadi istrinya. Persoalan ini ternyata kembali harus melibaykan Midun berurusan dengan polisi. Pengaduan orang Arab itu yang membuat midun kembali di tahan.

       Lepas dari tahanan, ia bermaksud pergi ke pasar baru. Tiba-tiba ia melihat seseorang sedang mengamuk dan hendak membunuh seorang sinyo. Tanpa pikir panjang, Midun turun tangan dan berhasil menyelamatkan sinyo itu. Sinyo itu kemudian membawa Midun kepada orang tuanya yang ternyata Tuan Hoofdcommissaris. Sebagai ungkapan terima kasih, kepala komisarisitu memberi Midun pekerjaan sebagai juru tulis. Tak lama sesudah itu, ia pun melaksanakan niatnya untuk menikahi Halimah.

        Sementara itu, karena Midun memperlihatkan prestasi yang baik dalam pekerjaanya, ia diangkat sebagai menteri polisi Tanjuk Priok.

      Suatu ketika, Midun di tugasi untuk menumpas penyelundupan di Medan. Ketika sedang menjalani tugasnya, secara kebetulan, ia bertemu dengan Manjau, adiknya. Dari adiknya itulah ia mendengar kabar bahwa ayahnya telah meninggal, sedangkan harta kekayaannya yang tidak terlalu banyak itu habis untuk biaya hidup, dan sebagian lagi diambil oleh keponakan ayahnya. Kabar ini tidak hanya membuat Midun merasa sedih, tetapi juga membuatnya merasa terpanggil untuk kembali ke kampung halamanya. Sekembalinya dari Medan, ia mengajukan permohonan kepada Hoofdcommissaris agar tugasnya di pindahkan ke kampung halamnya. Permohonan itu dikabulkan. Bahkan di tempat tugasnya yang baru, Midun diberi jabatan sebagai Asisten Demang.

        Kembalinya Midun ke kampung halamannya, tentu saja membuat Kacak yang kini menjadi penghulu kampung, merasa serba salah. Belakangan terbukti, Kacak telah menggelapkan uang negara. Ia pun kemudian di tangkap dan di jebloskan ke penjara Padang. Midun kemudian hidup bahagia bersama seluruh keluargannya.

Pembaca yang budiman.. dari novel ini banyak pelajaran yang bisa kita petik, setiap perjalanan kehidupan kita pastilah ada hikmah nya.. ya... sengsara membawa nikmat

Pesantren Terpadu Serambi Mekkah padang Panjang
Menerima santri /santriwati baru..
Tlp. 0752 84169

Tidak ada komentar:

Posting Komentar